Maaf, saya gabung komennya.

--- In Forum-Pembaca-Kompas@yahoogroups.com, [EMAIL PROTECTED] wrote:
>
> Kawan-kawan yang peduli ketersediaan energi,
> 
> Masalah utamanya saat ini bukan banyak atau sedikitnya cadangan minyak,
> namun banyaknya  CO2 yang dibebaskan ke atmosfeer yang sangat
mencemaskan.
> "Bopo angkoso" (langit) telah marah karena nggak sudi lagi menerima gas
> asam arang.

Masalah cadangan minyak itu untuk menanggapi postingan teman2
pro-segera-PLTN yang menyatakan bahwa cadangan energi konvensional
segera habis.  Jadi ada 2 isu yang diusung: kelangkaan energi dan
global warming.

Soal global warming. Saya kadang mikir, kasihan ya nasib developing
countries. Dulu negara2 maju (OECD) membabat habis hutan mereka,
membakar jutaan ton batu bara, dan membakar minyak demi membangun
negara mereka melalui revolusi industri. Saat itu negara berkembang
seperti Indonesia masih dijajah atau termehek2 memulai pembangunan
dari scratch. Sekarang saat mereka sudah maju jauh dibanding kita,
mereka sadar ulah mereka dulu telah berakibat buruk pada lingkungan.
Mulailah mereka cerewet dan ingin mengontrol negara berkembang agar
tidak melakukan hal yang sama. 

Ok, saya setuju soal belajar dari kesalahan masa lalu. Tapi mbok ya,
yang fair dong. Amerika yang mengkonsumsi 25% minyak dunia, tenang2
saja tidak meratifikasi protocol Kyoto. Katanya takut "diperas" Sovyet
dalam carbon trading hehehehe…. Australia sama saja, alasannya
negaranya sedang booming ekonominya. Cina yang dilabeli sebagai power
hunger, sebenarnya cuma mengkonsumsi total seperempat dari konsumsi
amerika. (coba kalau hitung perkapita, tentu jauh lebih kecil) Yang
boros minyak perkapita adalah Singapore, North America, negara2 teluk,
dan disusul oleh OECD lainnya. Amerika dan Australia adalah the
biggest carbon emitter per capita. 

Penduduk negara2 tsb, tidak bisa beraktivitas tanpa listrik. Apa2
listrik/energi. Masak, bersih2 rumah, jalan, hiburan, penghangat
ruang, pendingin ruang, penyegar ruang, filter air, wahh… pokoknya
semua serba energy-consumptive. Kita masih nyapu pake ijuk, mereka
udah lama cuma taunya vacuum cleaner. Kita masih pake kipas tangan
atau kipas angin, mereka sudah lama taunya cuma AC. Berapa banyak RT
kita pake microwave dan penghangat air? Mereka sudah menjadikan itu
bagian hidup mereka sehari2.

Seperti yang telah diposting rekan2 lain, sumber sumbangan emisi
karbon terbesar dari Indonesia berasal dari forest fire dan peat
drainage. Nah, mana usaha yang sungguh2 ke arah sana? Bukankah, selain
soal GW, kita (dan tentunya penduduk dunia) juga sangat memerlukan
hutan hijau itu sebagai paru2 bumi? Kalau pemerintah berniat serius
mengurangi GW melalui pemberantasan pembalakan liar dan pencegahan
kebakaran hutan, saya yakin tidak ada yang kontroversi soal ini. Semua
setuju sekali. Karena jelas itu sumber UTAMA emisi karbon Indonesia.
Tapi kok terus menerus memajukan PLTN sebagai pengurang emisi? Itu
yang dipertanyakan banyak member milis ini. Tapi ya, karena memang
jawabannya muter2… capek juga ya.. 

Saya kira, ini juga posting terakhir saya soal PLTN ini. 

Komen buat komennya Pak Rudyanto:

> >
> > Setuju bahwa cadangan baru terus ditemukan. Problem utamanya adalah
> > produksi minyak terhadap cadangan baru ini perlu waktu bertahun-
> > tahun untuk dimulai (contohnya blok Cepu). Permasalahannya adalah
> > ladang-ladang minyak yang telah ada terus mengalami penurunan. Pada
> > satu titik waktu, pertambahan jumlah produksi minyak dari ladang-
> > ladang minyak baru cuma bisa menggantikan jumlah penurunan produksi
> > minyak. Produksi minyak MENTOK (mencapai puncaknya), selanjutnya
> > MENURUN. Konsep ini dikenal dengan PEAK OIL. AS, Inggris, Meksiko
> > dan Indonesia sudah mengalami PEAK OIL. Oleh karena itulah AS
> > sekarang ini kalang kabut dengan harga minyak dunia yang bergejolak
> > karena 60% BBM+minyak mentah AS diimpor dari luar negri (oil
> > addicted). Apa yang terjadi apabila dunia mengalami PEAK OIL?
> > Penelitian yang dilakukan ilmuwan Swedia menunjukkan bahwa GLOBAL
> > PEAK OIL ini akan terjadi antara tahun 2008 s/d 2018. Berita
> > lengkapnya bisa dilihat di:
> > http://www.livescience.com/environment/070417_oil_peak.html
> > Global oil production will peak sometime between next year and 2018
> > and then decline, according to a controversial new model developed
> > by a Swedish physicist.
> >

Jelas kontroversi. Karena yang namanya kapan oil peak itu baru
forecasting yang tentunya sangat bergantung pada data yang tersedia
saat itu dan asumsi yang ada. Sejak Hubbert mengemukakan peak oil ini,
sudah banyak kontroversi yang dibahas. Ada yang memprediksi dg
optimis, ada yang pesimis. Pertarungan antara kubu "minyak habis" vs
"minyak tidak habis" itu terus berlangsung sampai saat ini. 

Kalau kita baca forecasting2 dari IEA atau EIA, maka sisi optimis
lebih kuat. Kalau mau baca yang pesimis, ya banyak juga contohnya
artikel di atas itu… hehehe…. Intinya sih: namanya forecasting, bisa
benar bisa salah. Jadi saya tidak yakin sepenuhnya akan angka tahun
yang dikeluarkan oleh artikel diatas. 


> >>
> > Setuju bahwa harga minyak mentah sekarang (rekor 78,77 dollar) masih
> > lebih rendah dibanding thn 80-an kalau inflasi ikut dihitung. Tapi
> > harga minyak tahun 80-an lebih dikarenakan faktor geopolitis
> > (Revolusi Iran+perang Irak Iran). Yang perlu dicermati adalah rekor
> > 78,77 dollar ini terjadi saat tidak terjadi perang, artinya harga
> > ini mengalahkan harga minyak saat terjadi perang antara Israel vs
> > Hezbollah di Libanon Juli s/d Agustus 2006. Jadi faktor fundamental
> > demand/supply lebih berperan di sini. Jadi boleh dibilang saat ini
> > kita sudah memasuki era THE END OF CHEAP OIL. Biaya untuk menambang
> > minyak terus menerus meningkat sehingga harga minyak yang mahal ini
> > akan terus berlanjut dan terus meningkat. Berita lengkapnya bisa
> > dilihat di:
> > http://www.bloomberg.com/apps/news?
> > pid=20670001&refer=home&sid=ajxtV4oWcHk0
> > The cost of finding and pumping oil is rising steadily, convincing
> > analysts such as Rubin and Deutsche Bank AG chief energy economist
> > Adam Sieminski that higher prices will last. Shortages of deepwater
> > drilling ships and rigs has pushed daily rents to records, and the
> > skilled workers needed to run rigs, weld pipes, pilot vessels, fix
> > refineries and build oil-sands projects command ever-higher wages.
> >

Seperti yang saya tulis sebelumnya, minyak itu diperdagangkan scr
future trading. Mirip2 ngijon. Transaksi dibikin hari ini untuk
delivery 30 bulan lagi atau bahkan 84 bulan lagi. Menurut saya, selain
dari faktor demand-supply, tidak kalah pentingnya adalah faktor rumor
dan politik. Adanya pengurangan produksi oleh OPEC, harga naik. Adanya
rumor nuklir Korea Utara pun harga minyak ikut goyang. Adanya
kemungkinan dollar US melemah/menguat juga akan mempengaruhi harga
minyak, karena kerugian nilai tukar di masa depan (namanya juga future
trading).

Oya, harga crude oil di NYMEX kemarin ditutup pada $69.8, awal Agustus
thn lalu harganya $77, Februari thn ini hampir menyentuh $50. 
Berfluktuasi kan? Banyak yang bilang, harga akan stabil sampai musim
dingin nanti. Bisa saja. 

Saya percaya bahwa selain perusahaan super besar di bidang minyak,
yang dapat untung dari fluktuasi harga adalah para broker. Contohnya
orang Bloomberg ini, hehehe…. Mereka yang trading harga minyak di atas
kertas, untuk beberapa belas atau bbrp puluh bulan ke depan. Kemampuan
mereka mengendalikan harga akan berimbas pada keuntungan mereka. Rumor
juga asalnya kebanyakan dari mereka2 ini. Ada isu ekspansi CNOOC,
harga turun; ada isu Iraq memanas, harga naik. Ada isu OPEC menaikkan
produksi, harga turun; ada isu kekurangan kapasitas refinery di
Amerika, harga naik. Dst. 

Silahkan gugel di NYT atau Wallstreet Journal soal kemana larinya gain
dari naiknya harga minyak. 


> >
> > Kembali lagi saya tekankan bahwa saya tidak memvonis cadangan minyak
> > pasti habis dalam waktu dekat. Yang saya katakan adalah jumlah
> > suplai minyak MENTOK (bukan berarti habis) sedangkan DEMAND tetap
> > meningkat. Efeknya: harga minyak melambung tinggi dan pasokan minyak
> > menjadi langka (contohnya antrian minyak tanah di Jabodetabek karena
> > suplay minyak tanah dikurangi). Kalau kita setuju bahwa PEAK OIL
> > terjadi tahun 2008, sebenarnya keputusan membangun PLTN sudah
> > tergolong TERLAMBAT.
> >

Maaf, saya tidak setuju bahwa peak oil pasti terjadi thn 2008. Ada
berbagai alternative proyeksi, silahkan dicek disini salah satunya:
http://www.eia.doe.gov/oiaf/ieo/oil.html

Bagi saya, artikel orang Swedia itu adalah salah satu diantara sekian
banyak forecasting. Belum tentu itu yang pasti benar. 

Kenapa dianggap terlambat bangun PLTN? Yang kelihatan jelas terlambat
adalah riset dan pembangunan energi alternatif lainnya dimana
Indonesia punya sumber daya yang lumayan. 

Salam,

fau



Kirim email ke