Ember = emang benar apay dikatakan Bung Adhi, tepat sekali. Mobil pribadi bagi 
kelompok menengah keatas adalah prestise-gengsi-simbol kemapanan hidup, jadi 
mau keadaan apa-pun yg penting "gaya" bermobil ke kemana saja-kapan saja.
   
  Bagi warga yg tidak "berpunya" angkutan massal semacam busway adalah 
kebutuhan dan kenikmatan tersendiri. Saya merasa egois, karena saya tersenyum 
puas dan santai melihat orang2 bermobil terjebak kemacetan dari Kota-Blok M 
ketika saya "melaju" didalam busway, maaf.
   
  salam jujur
  ibud
   
  

adhi_jakarta <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
          Banyak Urang yang bisa memanfaatkan Busway, meskipun tidak sedikit 
yang merasa dirugikan,

Busway adalah sebuah usaha, bagaimanapun bentuk usaha itu sudah 
maksimal atau masih dalam tahab "belajar" tapi kalau bertujuan baik 
kenapa tidak di dukung?

Satu Sore pada jam pulang kantor Saya pernah mengalami kemacetan yang 
sangat hebat antara jalur thamrin-sudirman, dimana kepentingan saya 
hanyalah mengatarkan laptop atasan saya yang tertinggal di kantor.

Demikian padatnya sehingga dalam waktu 15menit mobil berjalan belum 
sampai 1km, Kemacetan itu sampai2 membuat saya hampir Frustrasi, ada 
ide yang entah tiba2 dari mana, mobil saya belokkan masuk ke sebuah 
gedung san saya parkir disana, kemudian saya menenteng laptop itu 
berjalan kaki menuju halte busway, maka setelah antri beberapa saat 
sayapun berada dalam busway dan meluncur dari bilangan sarinah ke 
ratu plaza hanya dalam waktu lebih kurang 15 menit, dan dalam waktu 
sekitar 1jam saya sudah kembali ke parkir dimana mobil saya 
titipkan. -:)

Dalam beberapa obrolan saya dengan para bule yang tidak tinggal / 
menetap di dindonesia, menurut masukan dari mereka, kamacetan juga 
disebabkan oleh pola orang indonesia yang cenderung konsumtif, gensi, 
berpikir tetang kelas - memang tidak akan pernah ada larangan untuk 
memiliki atau membeli mobil - tapi bila setiap eksekutif muda selevel 
manager madya, atau bahkan sekelas supervisor yang mampu membeli 
mobil (meskipun dengan kredit) kemudian menggunakannnya untuk pergi 
bekerja maka berapa jumlah ketidak-efisiensian yang akan kita 
hasilkan? Ada alternatif lain adalah pergi bekerja bersama-sama 
dengan tetangga sekomplek dengan menggunakan mobil secara bergantian, 
hari ini mobil si-A, besuk mobil si-C dst; atau menggunakan busway?! 
Ada semacam gengsi tersendiri bahwa mengendarai sendiri mobil 
(sendiri) ke kantor merupakan perwujudan dari sebuah kesuksesan dalam 
berkarir. - itu juga sah-sah saja; Kenapa juga tidak berpikir 3hr 
dalam seminggu - jalur yang akan ditempuh hanya rumah - kantor - 
rumah, maka dalam 3 hari itu kita mengganakan busway; sedangkan pada 
hari-hari lain dimana kita harus mengunjunggi beberapa tempat 
(termasuk 'Ngaffe / Ngopi' sepulang kantor, maka barulah kita 
menggunakan mobil pribadi.
Menyekolahkan anak pada sekolah yang berbeda2 sehingga masing-masing 
anak memerlukan satu mobil dan satu sopir rasanya juga kurang 
rasional- meskipun mungkin anak anda menolak untuk bersekolah dalam 
satu sekolah bersama dengan kakak atau adik mereka.
- Dari para bule yang bertamu ke jakarta saya pernah mendengar cerita 
bahwa bahkan di inggris orang bisa dengan tenang menggunakan laptop 
di dalam trem karena ada hotspot di setiap gerbongnya. Atau di 
jepang, dimana orang lebih suka pergi bekerja sambil membaca dan 
mendengarkan ipod dijalan sehingga mereka lebih suka menggunakan 
transportasi umum, beda dengan orang indonesia yang (sangat) lebih 
suka menyetir ketika berangkat dan pulang kerja.

-:)

Busway memang belum sempurna,
Keterbatasan Armada, Ketidak-ramahan kondektur,
Kekurang disiplinan penumpang, Tidak adanya petugas yang membantu 
arus penumpang di halte (contoh: halte transit juanda), tidak ada 
ketegasan bagi Penumpang yg melanggar aturan (misal membawa barang 
terlalu besar / membawa tas banyak-banyak / makan dan membuang kulit 
makanan dengan sembarangan), dan masih banyak lagi ketidaknyamanan 
dalam 'melayani' para user.
Memang mereka sedang belajar, dan saya harap mereka terus menerus 
memperbaiki kekurangan-kekurangan yang ada.

Jadi (menurut pendapat saya) dari pada mengeluhkan jalan yang makin 
macet karena ada pembuatan jalur busway,
Kenapa tidak.... kita biarkan jalurnya tapi mari kita bawel agar 
mereka melayani dengan lebih baik, bila perlu naikkan tarif busway 
50% tapi tingkatkan pelayanan 500%,
mari kita cerewet agar naik busway bisa selega nebeng mobil tetangga 
sebelah,
dan mari kita berteriak agar naik busway bisa terus memiliki back-up 
armada dimana-mana sehingga tidak ada lagi alasan busway terlambat 
datang karena ada macet di tengah jalur (jalur antara tomang - 
jelambar; jalur antara galur - senen)

Sehingga satu saat akan ada standar minimum kenyamanan bagi para user 
busway, dan pada akhirnya terdapat pilihan: yang mau macet silahkan 
naik mobil pribadi - yang mau lancar silahkan naik busway (toh - pada 
saatnya nanti - naik busway pun bisa tetap berchatting dengan laptop.

-:)
Semoga

Adhi_jakarta

Reply via email to