saya heran kok masalah macet yg disebabkan jalur busway baru dijadikan ekspresi perbedaan klas. dibuat pemikiran busway ikon kalangan bawah dan yg dirugikan oleh busway adalah kalangan atas. mungkin image karena secara terbuka yg menentang jalur busway baru (BACA BUKAN BUSWAY) adalah dari perumahan klas atas pondok indah. coba yg berpikiran picik seperti ini melihat realitas yg dirugikan oleh kemacetan yg disebabkan oleh jalur busway baru ini adalah semua klas. karyawan atau anak sekolah yg terlambat sekolah karena macet. pedagang kecil, sopir angkot yg pendapatannya berkurang karena macet. mereka inilah yg paling menderita bukan kalangan atas yg macet di atas mobil mewah. buka mata kalian mereka ini kaum yg makan hari ini apa yg didapat hari ini. kalau kerugian perumahan pondok indah hanyalah kekurang nyaman dan kalau mereka ini masalah perut. ini yg tidak terpikirkan oleh kalian, suara mereka ini tidak tertampung seperti warga pondok indah yg bisa menyewa pengacara.
jadi stop pengeyelan manfaat busway, busway itu sudah beberapa tahun beroperasi apakah ada resisntensi seperti ini. karena efeknya tidak separah jalur baru ini. jadi perlu dibedakan penolakan busway itu pada jalur yg mana ? apakah penolakan itu busway apa cara ngawur penerapan buswaynya ? jangan memanfaatkan isu busway sebagai ikon klas bawah sebagai pengalihan masalah macet yg disebabkan busway ini. juga omong kosong kalau dikatakan busway yg harganya 3500 itu milik angkutan orang tak berpunya. apakah orang yg biasa naik angkot dgn uang 1000 - 2000 rp diakomodasi busway ? dasar beleguk mau membela sutiyoso saja pakai bawa2 klas tak berpunya. sohib ================================== --- In Forum-Pembaca-Kompas@yahoogroups.com, "I. Wibowo" <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > > Suara Sdr. Budi Satria ini mencerminkan suara kebanyakan orang yang tidak punya mobil pribadi! Sayangnya, suara mereka ini (yang jumlahnya besar) tidak pernah terdengar. Koran-koran dan TV tidak menyuarakan mereka yang menikmati busway. Aneh! Biarin saja mereka yang punya kendaraan pribadi terjebak dalam kemacetan, dan biarkan mereka keluh-kesah. Bukankah mereka telah menikmati ruangan yang didinginkan dan ruangan yang longgar, sambil menikmati suara musik mengalun? Terus terang saya menikmati busway, dan juga tertawa puas melihat para boss terjebak dalam kemacetan. Dalam hal ini Sutiyoso sudah benar, membela mereka yang tak berpunya. So, jangan batalkan busway. > > Salam > iww