Tujuan mengurangi kemacetan hanya bisa dicapai jika ada kesediaan dan kesadaran pengguna jalan untuk menggunakan angkutan umum. Jika pengguna jalan tetap saja ndablek dan manja, dna tak bisa angkat pantatnya dari jok mobil pribadinya, maka tujuan itu tak akan tercapai. Kecuali kalau Pemkot DKI mau pakai cara-cara otoriter, misalnya, siapa yang tak mau pakai angkutan umum akan dihukum mati. Bahwa Pemkot membiarkan saja mereka yang ngeyel mau naik mobilnya sendiri dan tak mau pakai busway, itu setidaknya menjunjukkan mereka tak mau main paksa. Salah satu akibatnya ya itu, kemacetan tak berhasil secara efektif dikurangi. Tapi efek yang sudah teramat jelas, publik Jakarta sudah disediakan angkutan umum yang nyaman dan memadai, yakni busway. Dan sudah disampaikan ribuan kali oleh para miliser di FPK ini, busway bukan satu-satunya cara mengurangi kemacetan. Dia harus dijalankan bersama dengan strategi-strategi lain (monorail, peningkatan ongkos parkir, pembangunan outer ring road, dll), agar tujuan akhir untuk mengurangi kemacetan dalam kota bisa dicapai. Masa memahami yang begini aja ora ngarti-ngarti sih? Tobat deh... Coba liat, abis gini dalih apa lagi yang mau dipakai buat ngeyel... manneke
Eric Soesilo <[EMAIL PROTECTED]> wrote: Kalau kita mendiskusikan sarana transportasi busway, harus ada parameter yang jelas sebagai tolak ukur keberhasilannya atau kekurang berhasilannya. Yang jelas tujuannya yang saya inget dari sang penggagas yaitu gubernur sutiyoso pada saat itu adalah untuk mengurangi kemacetan dan mencegah terjadinya macet total pada tahun berapa gitu (saya lupa). Jadi tujuan utamanya bukan untuk pelayanan publik semata lho. Apakah sudah mengurangi kemacetan sejak beroperasinya busway ? Itu yang penting untuk dikaji lebih mendalam daripada saling berdebat antara pengguna busway dan bukan pengguna busway. Kalo kemacetan tidak berkurang, apakah tujuan busway tercapai ? Best Regards, Eric Soesilo [EMAIL PROTECTED] 0815-13-899-899 Sent from my E61i with Indosat Matrix Blackberry