Saya turut merasakan keprihatinan Anda, Mbak Niken.

Saya dulu tinggal di daerah Dago Bandung di awal tahun 90-an. Ketika 
itu Bandung sudah mulai tidak nyaman, tapi masih tidak terlalu parah. 
Macet cuma terjadi di depan Gelael tiap malam Minggu, akibat anak-
anak muda Bandung mejeng di pinggir jalan; bukan akibat mobil plat B 
yang berdesak-desakan.

Pohon-pohon masih banyak, rumah-rumah tua di Dago dan Cipaganti belum 
berubah jadi toko, factory outlet belum ada, satu-satunya mal di 
utara cuma BIP, dan orang-orang Jakarta belum berduyun-duyun ke 
Bandung.

Sekarang kalau ke Jakarta saya selalu menolak diajak jalan-jalan ke 
Bandung. Saya takut sedih melihat sudut kota saya yang indah dulu itu 
sekarang berubah menjadi sesak, panas, dan semrawut...

Saya juga tidak tahu mesti menghimbau siapa. Tentu tidak mungkin 
menghimbau orang Jakarta agar tidak berkunjung ke Bandung. Paling-
paling kita cuma bisa menghimbau Bapak walikota untuk menghentikan 
konversi kawasan pemukiman di Bandung utara menjadi daerah bisnis. 
Kawasan Bandung selatan kan masih luas. Jalannya juga lebar-lebar. 
Konsentrasikan saja semua factory outlet dan pusat perbelanjaan di 
selatan. Kembalikan Bandung Utara menjadi pemukiman dengan pohon-
pohon tua, rumah-rumah art deco, khusus untuk wisatawan yang ingin 
menikmati keindahan Bandung; dan bukan sekedar mencari jins atau 
sepatu dengan harga miring.

Andi

--- In Forum-Pembaca-Kompas@yahoogroups.com, "niken_here" 
<[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
> Dalam rangka meningkatkan kepariwisataan di Indonesia, pemerintah
> sangat gencar mengaktifkan banyak sekali kota wisata di berbagai
> daerah. salah satunya dan (mungkin) sudah terkenal adalah Bandung.
> 
> Apa sih yang orang ketahui tentang Bandung?Kota wisata belanja?
wisata
> makanan?apalagi? 
> 
> Maaf-maaf saja, bagi yang tersinggung sekali lagi saya minta maaf...
> 
> melihat Bandung akhir-akhir ini membuat kepala saya pusing plus
> pinginnya marah aja...
> 
> sampah, macet, pengemis, panas, dan tidak ramah. semua yang saya
> sebutkan ini merupakan hal yang sangat sering saya temui atau saya
> alami di Bandung. 
> 
> Apalagi (maaf), yang namanya orang luar Bandung khususnya Jakarta
> sangat sering sekali mengunjungi atau membesuk kota Bandung di Hari
> libur. sampai-sampai saya jadi malas sekali keluar di kala hari 
libur
> tiba pasti Bandung sangat macet. 
> 
> Ada cerita ketika teman saya dan keluarga datang (mereka dari
> surabaya) ke Bandung, mereka tidak dapat hotel. semua hotel penuh.
> beruntung mereka dapat hotel (walaupun sangat kurang sekali
> fasilitasnya). selidik punya selidik ternyata pemesanan hotel itu
> harus dilakukan sekurang-kurangnya satu bulan sebelum 
kunjungan.hebat
> sekali!!
> 
> Keberhasilan menarik wisatawan dari luar kota ke kota Bandung saya
> akui memang sangat berhasil. tapi hal ini tidak dibarengi dengan
> keadaan lingkungan yang benar-benar memiliki keterbatasan. para
> wisatawan pasti kebanyakan tidak akan tahu bila di daerah tempat 
saya
> tinggal di sekitar dago atas, sampah sudah setinggi bukit dan tak
> kunjung diambil. 
> 
> wisatawan juga mungkin tidak tahu kalau di daerah dago pojok kalau
> hujan deras sering banjir (bayangkan padahal ini daerah dataran
> tinggi). dan kawasan dago atas sudah dijadikan kawasan perumahan 
elite
> yang sangat berhasil menggeser penduduk asli dan yang menempati 
rumah
> tersebut, ironisnya, adalah orang luar kota (jakarta-maaf ya, karena
> ini kenyataannya) yang jarang tinggal di Bandung. mereka hanya 
membeli
> rumah di situ untuk tempat peristirahatan. bayangkan demi tempat
> peristirahatan mereka berapa rumah dan pohon-pohon yang harus 
digusur.
> kemudian saya bertanya, kemana penduduk asli yang tergusur??
> 
> ternyata mereka pun hijrah. ada yang ke garut, ke tasik, dan daerah
> lain di sekitar Jawa Barat.
> 
> Saya juga tidak mengerti dengan alasan pemerintah menebang pohon
> seenaknya (yang katanya takut rubuh). padahal masih ada beberapa 
pohon
> yang masih terlihat baik pun tetap di tebang. hal ini mengakibatkan
> para pejalan kaki kehilangan tempat berteduh (termasuk saya 
korbannya)
> di kala matahari terik menyiksa.
> 
> untuk mengatasi kemacetan, apakah dengan pembangunan jembatan layang
> akan berhasil?apakah dengan pembangunan jalan tol dalam kota akan
> berhasil? saya kira Tidak sepenuhnya. bayangkan saja masalah-masalah
> yang muncul setelah dua kegiatan itu dilaksanakan. Bandung malah
> sangat macet-cet-cet dari sebelumnya. Angkot lebih garang. Motor 
lebih
> nakal. Mobil pun suka kebut-kebutan dan diskon klakson. Polusi 
banget deh.
> 
> Saya bingung, mau jadi apa sih kota Bandung sebenarnya? apakah tepat
> menjadikan kota Bandung sebagai kota wisata tanpa ada kebijakan
> tersendiri (dan tentunya tindakan nyata) untuk melindungi lingkungan
> di Bandung?
> 
> salam hangat,
> niken
>


Kirim email ke