Menjadi Ancaman Serius Remaja http://www.kompas.com/kompas-cetak/0801/14/humaniora/4165442.htm ======================
JAKARTA, KOMPAS - Industri perfilman dan sinetron Indonesia yang tumbuh pesat dewasa ini harus ada filternya sehingga keberadaannya tidak merusak dan mengancam nilai-nilai positif dalam kehidupan bermasyarakat, terutama kalangan anak-anak dan generasi muda. Kebanyakan film dan sinetron kita tanpa arah, miskin pengembangan akal budi, sehingga sangat membahayakan. Demikian akar persoalan yang terungkap dari perbincangan Kompas dengan sosiolog Imam B Prasodjo serta Menteri Negara Pemuda dan Olahraga Adhyaksa Dault secara terpisah di Jakarta, Minggu (13/1). "Saya mencermati, film dan sinetron kita dewasa ini banyak tanpa arah. Namun bukan tidak ada yang berkualitas serta punya visi dan misi yang bagus," kata Imam. Menurut dia, tumbuh-berkembangnya kreativitas pekerja seni harus didorong. Namun, kreativitas di industri perfilman dan sinetron jangan hanya sekadar motif menghibur. Mestinya, pada saat yang sama produk budaya tersebut harus mendorong energi positif. Bagaimana tayangan film atau sinetron itu secara visual juga mengembangkan akal budi, kreativitas, rasionalitas, spiritualitas, dan menumbuhkan nasionalisme. "Kenyataannya, film dan sinetron yang ditayangkan di layar kaca dan ditonton banyak keluarga cenderung mengeksploitasi hiburan, mempertontonkan kepura-puraan, emosi yang tidak terkendali, rasa takut, amarah, dan sebagainya yang kurang bernilai positif," kata Imam. Iman berpendapat, film/sinetron yang diproduksi hendaknya yang berorientasi positif, mengembangkan akal budi, rasionalitas, pengembangan emosional dan spiritual, serta menumbuhkan nilai-nilai kemanusiaan. Jaga identitas bangsa Secara terpisah, Adhyaksa Dault mengatakan, film/sinetron yang diproduksi dan ditayangkan jangan sampai miskin nilai-nilai positif dan mengabaikan nilai-nilai budaya bangsa, yang menyebabkan generasi muda kehilangan identitas bangsa. "Dewasa ini generasi muda krisis identitas dan kebersamaan. Mereka perlu dorongan energi positif sehingga mereka punya rasa nasionalisme yang tinggi, motivasi dan kreativitas, serta banyak nilai positif lainnya," kata Adhyaksa, yang memproduksi film Laksamana Keumala Hayati, film yang sarat nilai perjuangan, sejarah, dan kebersamaan. Karena itu, ia sangat setuju dengan adanya Lembaga Sensor Film (LSF). Kalau ada pihak-pihak yang ingin membubarkan, Adhyaksa menegaskan, ia akan berada di barisan depan yang akan menentangnya. "LSF adalah filter. Namun, peran dan fungsinya harus dijalankan secara profesional. Begitu juga orang-orang di LSF harus profesional, bijak, dan bertanggung jawab," ujarnya. (NAL)