Dear Bang Fuad, juga Pak Wilson, Kami dari LIONS CLUBS INDONESIA & PRESIDENT POST dan JABABEKA RESEARCH CENTER, sedang merencanakan SEMINAR KESEHATAN berkesinambungan di President Lounge Menara Batavia, diawali dari Kanker Serviks / Women's Health (2/4/2008), disambung Jantung, Diabetes, Seks, Osteoporosis dll. Bagaimana dengan MASALAH MEROKOK, dan dapat didukung media koran : PRESIDENT POST bilingual newspaper dan juga radio2 yang terketuk mendukung (untuk tgl.2/4- 96,30 RPK FM)?
Salam, D.Budi Eman 0816871054/021.68176617 (Off:57930341) [EMAIL PROTECTED] [EMAIL PROTECTED] Fuad Baradja <[EMAIL PROTECTED]> wrote: Luar biasa ! Terimakasih pak Wilson . Sebagai aktifis yang tiap hari membaca dan menulis masalah rokok , jarang sekali saya membaca dukungan yang komprehensif seperti tulisan Anda. Hingga berakhirnya batas waktu penandatanganan Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) , pemerintah Indonesia tetap keukeuh tidak menandatanganinya. Padahal 182 negara telah melakukannya. Ironisnya , pada saat penyusunan draft FCTC itu , Indonesia termasuk paling banyak memberikan masukan masukan (mungkin karena permasalahan rokok disini sangat kompleks jadi banyak ide). Saat ini 160 negara telah meratifikasinya , artinya telah menjadikan FCTC sebagai hukum mengikat disana. Di Indonesia ??? Jauh panggang dari api pak . Ketika disodorkan FCTC , menteri pertanian bilang : Itu akan membunuh petani tembakau. Menteri keuangan bilang : Itu akan mengurangi pendapatan negara dari cukai. Menteri Perindustrian bilang : Itu akan menghancurkan industri rokok . Menteri tenaga kerja bilang : Itu akan meningkatkan jumlah pengangguran. Weleh weleh .... Memangnya 160 negara yang telah meratifikasi FCTC itu gak punya masalah itu semua ?? Kuba , sebuah negara miskin yang lebih dimiskinkan lagi oleh Amerika dengan berbagai embargo , yang produk ekspor unggulannya adalah cerutu (cerutu kuba adalah yang terbaik di dunia) , yang presidennya (dulu) adalah perokok berat ... meratifikasi FCTC . Karena tidak diratifikasinya FCTC itulah maka Philip Morris dengan mudah mengakuisisi Sampoerna. Kenapa ? ya karena banyak kelonggaran disini , plus masyarakatnya sangat awam terhadap bahaya adiksi nikotin , sementara pemerintahnya tetap cuek bebek. Yang dipikirkan adalah bagaimana menggenjot peningkatan produksi rokok sebagai jawaban atas meningkatnya demand hingga 230 milyar batang pertahun. Sampoerna dengan gagahnya membangun sebuah pabrik di Karawang dengan kapasitas 9 milyar batang pertahun ! Ya Tuhan , lindungi kami dari man made disaster ini. Fuad Baradja Lembaga Menanggulangi Masalah Merokok (LM-3) Indonesian Tobacco Control Network. Jakarta an <[EMAIL PROTECTED]> wrote: Tren usia mulai merokok kini makin dini di Indonesia. Jika di tahun 1970 perokok termuda berasal dari kelompok usia 15 th, di tahun 2004, merokok sudah mulai dilaukan anak di kelompok usia 5-9 tahun, yg persentasenya adalah 1,8 persen. Masih kecil?! Jangan salah, ternyata persentase ini meningkat sekitar 400 persen dar hny 0,89 persen di tahun 2001 lalu... Di berbagai kelompok usia anak lainnya juga menunjukkan tren yg tumbuh pesat 2 digit. Selain itu 80 persen konsumen atau perokok berasal dari kelompok miskin. Ini harusnya menjadi 'alarming button' buat semua pihak termasuk depkes dan khususnya depkeu yg menomerduakan prioritas kesehatan publik mencegah dampak merokok, dibawah kepentingan penerimaan negara dari cukai rokok rp 50 T per tahun, penciptaan lap kerja, dll. Karena alasan income and employment generating dari industri rokok, plus manisnya iklan rokok di media (konon 90 persen iklan media tv dari rokok tmsk siaran lng olahraga, etc dan 80 persen acara musik juga digelar atas sponsorship rokok), maka resistensi ide RUU Larangan Merokok Bagi Anak begitu sulit. Bukan hanya dari industri (yg pastilah resisten!) dan pelaku pasar modal / bursa efek indonesia (theirs stock prices will surely fall sharply once there is a such ban), disinyalir bbrp media juga emoh angkat isu ini. Bahkan konon, resistensi utk memasukkan tambahan pasal yg kira2 bunyinya "anak-anak dilarang merokok" (definisi anak: <18 tahun) pada amandemen UU Kesehatan juga masih menemui jalan berliku mnrt Komisi Perlindungan Anak Indonesia. Penerimaan negara dan pertimbangan makroekonomi lainnya (employment lbh dari 200 ribu pekerja, sustainability of business n investment climate, etc.) adl penting. No one argue that. Permasalahan lbh besar adl., what kind of future generation Indonesia will have if the quality of health is very much low while the govt only cares most on generating revenues? Perlu diketahui, Indonesia adl. satu-satunya negara di Asia yg blm menandatangani konvensi kerangka kerja pengendalian tembakau atau fctc dari WHO yg sudah disetujui 137 negara. Why? Ya itu...karena kuatnya lobi dan kepentingan, yg katanya lebih luas, macroeconomic variables. Kalo ada argumen, merokok adalah pilihan, betulkah demikian? buat org dewasa usia >18 th, mungkin itu bisa benar, meski tidak berarti semua org dewasa bisa dikatakan mampu membuat keputusan rasional. Tapi gimana buat anak2??!! Rasanya mereka blm cukup informasi (dr ortu, guru, dan lingk lain) atas implikasi plus dan minus dr merokok, apalagi dgn gencarnya susupan strategi iklan 'lifestyle' rokok (macho, obsesi, lebih laki, persahabatan, dll.). Pergaulan dgn teman sesama anak2, justru lebih dominan 'ngajak' daripada 'cegah' anak utk mulai kebiasaan merokok. Logis sekali kan, kalau ada inisiatif baik dari YKI, KPAI, Ikatan Dokter Anak Indonesia, dll. mengajukan usul adanya larangan merokok bagi anak2 di Indonesia...?! Ayo kita dukung mereka. maka tagline yg harus kita perkenalkan dan camkan bersama bukan cuma, "save our rhino", "save our planet", "save our panda", "save our climate", tapi yg esensial dan menyangkut kelanjutan bangsa ini..... "SAVE OUR CHILDREN...FROM KILLING THEMSELVES CAUSED BY EARLY SMOKING" wilson t.p. siahaan bukan dokter, gak mau disebut ekonom dan cuma pemerhati kemiskinan --------------------------------- Looking for last minute shopping deals? Find them fast with Yahoo! Search. [Non-text portions of this message have been removed]