Ass.Wr.Wb.

Sangat terharu dengan kepergian Bang Ali ke Sang Khalik.
Saya kenal dengan beliau pertama kalinya sewaktu beliau menjadi Mentri
Perhubungan yang sedang berkunjung atas undangan Pemerintah Cina ke Peking
(waktu itu, sekarang jadi Beijing).

Bagaimana kalau kita FPK ataupun para sympatisan Bang Ali lainnya mendirikan
suatu Center Cendikiawan atas nama *"Ali Sadikin Center"* disertai dengan
Awardnya yang ada hubungan dengan Humanisme ataupun pemberantasan Kemiskinan
dan Kebodhan Bangsa, lain dengan Bakrie Awards yang pernah mendapatkan
penolakan dari salah satu calon penerima, karena tidak sesuai dengan Hati
Nurani calon penerima Award tersebut. Dimana Perusahaan Kelompak Bakrie
sampai saat ini belum pernah menyelesaikan tanggung jawab atas ulah
Perusahaan yang dipimpin oleh Kel.Bakrie.

Jika ada usul yang konkret ataupun usulan lain terhadap konsep ini, mohon
agar dapat kiranya menghubungi Bung Agus (moderator kita) ataupun penulis
sdr. Chris Siner Key Timu.

Wassalam
Mamang




2008/6/5 Agus Hamonangan <[EMAIL PROTECTED]>:

>   Oleh Chris Siner Key Timu
>
> http://cetak.kompas.com/read/xml/2008/06/04/00323546/bang.ali.dalam.kenangan
>
> Bang Ali telah kembali ke Sang Khalik, 20 Mei 2008. Seorang nasionalis
> sejati, prajurit paripurna, negarawan yang memimpin melalui
> keteladanan, dan seorang humanis yang menembus batas primordial telah
> meninggalkan kita.
>
> Presiden Soekarno menunjuk Ali Sadikin menjadi Gubernur DKI karena dia
> tegas, keras, dan berani, dilantik sebagai gubernur tahun 1966. Ketika
> itu, APBD DKI Rp 66 juta, mustahil diandalkan membangun Jakarta.
> Menarik pajak perjudian adalah pilihan dan disetujui masuk APBD.
> Mendapat kritik tajam, Bang Ali bertahan.
>
> Filosofi Bang Ali membangun Jakarta ialah memberi pelayanan bagi
> masyarakat sejak dalam kandungan sampai meninggal. Puskesmas, sarana
> kesehatan, gedung sekolah, serta gedung olahraga dan kesenian
> dibangun. Lapangan kerja, jalan, dan sarana transportasi disediakan.
> Tempat penguburan perlu diperhatikan. Karena lahan terbatas, Bang Ali
> usulkan mayat dibakar. Diprotes oleh tokoh agama. Setelah berdialog
> dengan Buya Hamka, disepakati jenazah dikubur secara tumpang di satu
> liang lahat.
>
> Kembali ke masyarakat
>
> Setelah 11 tahun menjadi Gubernur DKI yang sukses, Bang Ali kembali ke
> masyarakat kendati ditawarkan jabatan lain. Hatinya risau menyaksikan
> kehidupan demokrasi terpuruk, penyalahgunaan kekuasaan dan KKN
> merajalela, ketidakadilan meluas, perilaku represif dan pelanggaran
> HAM menjadi kebiasaan. Bang Ali bertekad bersama masyarakat
> menghentikan kemerosotan itu.
>
> Orde Baru mengharuskan Golkar memenangi pemilu. Bang Ali menyerahkan
> kepada rakyat Jakarta. Ternyata Golkar kalah di DKI pada Pemilu 1971
> dan 1977. Rezim Orde Baru gusar, Bang Ali menjawab, "Saya gubernur
> bagi masyarakat dan rakyat Jakarta, bukan gubernur Golkar." Ketika
> pemerintah pusat bertindak represif dalam peristiwa Malari 1974, Bang
> Ali tampil untuk memahami dan bersikap persuasif. Mahasiswa dekat pada
> Bang Ali karena Bang Ali memahami aspirasi dan perjuangan mereka.
>
> Dengan sukses historis membangun Jakarta, tidak sulit bagi beliau
> dipromosikan ke jabatan lain. Namun, Bang Ali memilih ke masyarakat.
>
> Tahun 1978 Lembaga Kesadaran Berkonstitusi (LKB) didirikan atas
> inisiatif AH Nasution dan pelindung Bung Hatta. Bang Ali bergabung.
> Ikut bergabung Pak Hoegeng, Marsilam Simanjuntak, Yudilherry, dan
> saya. Tujuannya, menanamkan kesadaran berkonstitusi kepada masyarakat
> dan memantau penyelenggaraan negara.
>
> Dua pidato Presiden Soeharto, 28 Maret 1980 di Pekanbaru pada Rapim
> ABRI dan 17 April 1980 di Cijantung pada HUT ke-28 Koshanda, dininai
> LKB membahayakan kehidupan bangsa dan negara. Sebanyak 50 warga
> negara, termasuk Bang Ali, menggugat melalui "Pernyataan Keprihatinan"
> pada 5 Mei 1980, yang dikenal sebagai "Petisi 50". Tanggal 13 Mei 1980
> terjadi dialog dengan pimpinan DPR soal Pernyataan Keprihatinan
> tersebut. Namun, penguasa memberlakukan hukuman "Kematian Perdata"
> kepada para penanda tangan.
>
> Perjuangan Petisi 50 berlanjut, dipandu oleh Kelompok Kerja, di mana
> Bang Ali salah satu anggota yang diposisikan sebagai primus
> interpares. Seluruh kemampuan Bang Ali, termasuk fasilitas dan dana
> pribadi, diberikan tanpa pamrih untuk perjuangan Petisi 50. Pertemuan
> mingguan di Jalan Borobudur selama 20 tahun, dihadiri sekitar 30 orang
> dengan suguhan makan siang. Sering ada diskusi dan seminar, dihadiri
> oleh lebih dari 100 orang. Sekretariat di Ratu Plaza disediakan Bang
> Ali, yang penggunaannya diatur oleh Saudara Affanulhakim.
>
> Ketika banyak kalangan sibuk memburu kekuasaan, Bang Ali tetap
> konsisten mengayomi Petisi 50 sebagai gerakan moral. Sebagai
> nasionalis dan negarawan, Bang Ali memusatkan orientasinya kepada
> upaya menyelamatkan bangsa.
>
> Humanis berhati lembut
>
> Karier militernya lengkap. Mencapai pangkat letnan jenderal, yang
> menurut dia jenjang tertinggi di Marinir. Operasi militer menghadapi
> Permesta di Minahasa dirampungkan dua minggu kendati dijadwalkan dua
> bulan. Prajurit bujangan yang tercantol gadis Kawanua diupayakan Bang
> Ali agar dinikahkan secara resmi.
>
> Bang Ali memiliki hati kemanusiaan yang lembut. Komitmennya kepada
> kebenaran dan keadilan serta kepentingan umum dan sikap disiplinnya
> membuatnya bersikap tegas dan keras terhadap apa pun dan siapa pun.
> Namun, dia spontan meminta maaf jika merasa salah, keliru, atau
> menyakiti hati seseorang. Kalau keluar kota, sopirnya diajak makan
> bersama pada satu meja.
>
> Rekan seperjuangan yang sakit dijenguk. Yang dipenjara, termasuk
> aktivis mahasiswa, dikunjungi. Yang meninggal selalu diupayakan untuk
> melayat. Yang kesulitan dibantunya. Tahun lalu Bang Ali mengajak saya
> menjenguk Ibu Trimurti yang sakit. Desember 2006, dia menjenguk saya
> di RS Carolus, padahal kondisi kesehatannya mulai merosot. Tahun 2004
> Bang Ali ke pernikahan anak saya di Katedral. Bahkan, tahun 2006, Bang
> Ali mengikuti upacara pernikahan anak saya di Gereja Salvator
> Petamburan sampai usai. Natal 2005 dan 2006 dalam kondisi kesehatan
> yang tak memadai, Bang Ali datang menemui kami sekeluarga.
>
> Berjuang sampai ajal menjemput
>
> Perjuangan Bang Ali yang disebutnya "amar makruf nahi mungkar" tidak
> pernah surut kendati kesehatannya merosot. Membaca berbagai media
> massa tak ditinggalkan. Bagian penting ditandai dengan spidol merah.
> "Saya harus mengikuti perkembangan bangsa dan masyarakat," katanya
> jika diingatkan agar lebih banyak istirahat. Seminggu sekali saya
> bertemu untuk membicarakan bersama. Kadang-kadang kami membicarakan
> sembari Bang Ali berbaring di tempat tidur. Ketidakpuasan Bang Ali
> dinyatakan, "Bagaimana dengan nasib bangsa dan rakyat. Kasihan rakyat,
> selalu menderita dan menjadi korban."
>
> April 2008 ketika saya menemuinya, beliau berpesan kepada Mia
> Ustawati, sekretaris pribadi yang setia mendampingi, agar mengatur
> setiap dua minggu kami bertemu. Ternyata itu pertemuan terakhir.
> Minggu terakhir April 2008 Bang Ali dirawat di RS Pondok Indah,
> dilanjutkan di Singapura, di mana 20 Mei 2008 Bang Ali kembali ke Sang
> Khalik.
>
> Masyarakat sangat mencintainya, sama seperti Bang Ali mencintai
> mereka. Banyak sekali orang melayat di Jalan Borobudur, tempat jenazah
> Bang Ali dibaringkan, dan mengantarkan ke Tanah Kusir, tempat
> peristirahatan terakhir, dalam satu liang lahat bersama istrinya, Ibu
> Nani, yang meninggal tahun 1986. Lebih dari 3.000 orang menghadiri
> tahlilan malam ke-7, 27 Mei 2008 di rumah almarhum.
>
> Selamat jalan Bang Ali. Jasa-jasamu telah terpatri di hati masyarakat.
> Bagimu pasti ada tempat mulia di sisi Tuhan Yang Maha Esa.
>
> Chris Siner Key Timu Sekretaris Kelompok Kerja Petisi 50
>
>  
>


[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke