Maaf bukan dari Kompas... ----- Original Message ----- From: <[EMAIL PROTECTED]
> Pengaduan : Salah Urus John Calvin > > Hari pertama masuk sekolah biasanya diisi dengan keriangan para siswa. Mereka > saling bertegur sapa atau sekadar bencengkerama di halaman sekolah. > Maklumlah, > cukup lama mereka tidak bertemu usai menikmati libur panjang. Namun Senin > lalu, di John Calvin International School (JCIS), kawasan Korean Town, > Pulomas, Jakarta Timur, suasananya beda. Halaman sekolah bertaraf > internasional itu terlihat senyap. Seluruh ruang kelas kosong, tanpa ada > kehadiran satu siswa pun. > > Gedung megah berlantai empat yang dijadikan tempat belajar pada saat ini > kosong melompong. Padahal, sebulan lalu, ratusan siswa dari sekolah dasar > hingga sekolah menengah umum aktif belajar di bawah naungan JCIS, sekolah > bertaraf internasional yang mengantongi sertifikasi dari Cambridge > University. "Sejak Sabtu pekan lalu, gedungnya dikosongkan, " kata Wahyudi, > buruh bangunan yang ditemui Gatra di JCIS, Senin lalu. > > Pihak pengelola sekolah menutup lembaga pendidikan yang salah satu pemegang > sahamnya adalah mantan Menteri Pendidikan Wardiman Djojonegoro itu. Penutupan > sepihak ini memicu protes para orangtua murid JCIS. Tidak terima atas > perbuatan sewenang-wenang itu, sejumlah orangtua murid melaporkan pengelola > JCIS ke Polda Metro Jaya, Kamis pekan lalu. > > Dalam surat laporan polisi Nomor LP/1803/K/VII/ 2008/SPK Unit 1, orangtua > murid melaporkan Presiden Direktur JCIS, Eko Nugroho, dengan dugaan melakukan > pelanggaran tindak pidana penipuan dan penggelapan (Pasal 378 dan Pasal 372 > KUHP). "Saya tertipu dengan janji manis JCIS yang akan memberikan pelayanan > pendidikan terbaik. Padahal, saya sudah mengeluarkan uang Rp 242 juta untuk > biaya pendidikan lima anak saya di JCIS," ujar salah satu orangtua murid, > Rizal Panggabean. > > Untuk bisa mengenyam pendidikan di JCIS, orangtua murid memang harus merogoh > kocek cukup dalam. Setiap murid dikutip biaya pendidikan US$ 3.500, iuran > sekolah selama 12 bulan sebesar US$ 200, fee tahunan US$ 250, serta uang buku > dan seragam senilai Rp 2 juta per paket. "Kalau dihitung-hitung, total > pengeluaran orangtua murid untuk satu anaknya di JCIS selama satu tahun > mencapai Rp 54,5 juta hingga Rp 79,7 juta," kata Rizal. > > Ketika dihubungi Gatra, Wardiman Djojonegoro mengaku tak tahu banyak soal > tutupnya JCIS. "Maaf, dalam soal itu, saya tak tahu-menahu, " tuturnya. "Yang > bertanggung jawab itu direktur utama (Eko Nugroho). Coba tanya ke mereka," ia > melanjutkan. > > Wardiman tidak membantah bahwa ia tercatat sebagai salah satu pemegang saham > JCIS. Namun bukan sebagai pemegang saham mayoritas. "Selama ini, saya hanya > share Rp 600 juta atau 600 lembar saham," katanya. > > Sebagai pemegang saham, Wardiman mengaku tiap bulan mendapat laporan dari > pengelola JCIS. Soal keputusan menutup sekolah? "Yang tahu banyak dan > mendetail yaitu direktur utama sebagai pengelola langsung JCIS," ujarnya. > Termasuk soal ranah hukum yang akan timbul akibat penutupan JCIS itu. > > Limbungnya JCIS sebetulnya tercium orangtua murid sejak Oktober 2007. Namun > beberapa orangtua murid yang bertanya kepada pihak pengelola tidak mendapat > kejelasan informasi. Menjelang Maret 2008, kembali berembus rumor > kebangkrutan. Ada kabar, pemegang saham belum memenuhi kewajiban menyetor > dana > operasional. Akibatnya, sebagian pengajar dan pengurus tidak mendapat gaji. > Pengelola JCIS juga belum membayar sewa gedung kepada pemiliknya, PT Korea > World Center Indonesia (KWCI). Sementara itu, perjanjian sewa-menyewa gedung > sekolah antara JCIS dan KWCI akan berakhir pada akhir Juni 2008. > > Belakangan, para orangtua yang gelisah saling mempengaruhi untuk memindahkan > anak-anak mereka ke Saint Peter's, sekolah yang masih satu grup dengan JCIS. > Alasannya, kondisi JCIS sudah tidak kondusif. > > Suhu agak mereda pada medio April, ketika salah satu dewan pendiri, Edward > Chandra, menggelar acara coffee morning dengan para orangtua murid. Pada > kesempatan itu, Edward menegaskan bahwa JCIS akan terus beroperasi. Isu bahwa > JCIS mengalami kesulitan uang juga dibantah. Dewan pendiri berjanji > menggelontorkan dana untuk biaya perbaikan sarana dan prasarana sekolah. > > Sayang, janji dewan pendiri itu tidak terbukti. Ketika dewan pendiri bertemu > dengan orangtua murid, 12 Mei dan 16 Mei 2008, tidak ada kesepakatan apa pun. > Belakangan, sejumlah petinggi JCIS justru menyarankan orangtua murid > memindahkan anak-anak mereka ke Saint Peter's. Polemik pun makin tajam. Para > orangtua yang merasa tidak puas langsung mengambil langkah hukum. Dibantu > kuasa hukum Iran Sahril Siregal, para orangtua itu mengirim somasi ke Eko > Nugroho selaku Presiden Direktur JCIS. Somasi ini dijawab dewan pendiri JCIS > melalui kuasa hukumnya, Horas Panjaitan. > > Isi jawaban somasi itu, dewan pendiri JCIS memutuskan tidak memperpanjang > sewa > gedung. Mengenai nasib siswa JCIS, dewan pendiri meminta Saint Peter's > menampung siswa JCIS dan membebaskan mereka dari uang pangkal. Menurut dewan > pendiri, pemindahan ini menguntungkan siswa JCIS karena akan mendapat > pendidikan di sekolah yang berpengalaman melaksanakan ujian dari University > of > Cambridge International Examination. > > Tawaran dewan pendiri itu ditolak mentah-mentah oleh sebagian orangtua > murid. "Memindahkan anak saya ke Saint Peter's sama saja memindahkan anak > saya > dari mulut singa ke mulut buaya," ujar Rizal. > > Tutupnya operasional JCIS dibenarkan Andre Legoh. Tapi Andre menolak tudingan > bahwa JCIS ditutup karena para pemegang sahamnya tidak menyetor dana sehingga > JCIS mengalami kesulitan keuangan. Sekolah itu ditutup lebih karena pemilik > lahan dan gedung, KWCI, tidak memenuhi kewajiban menyediakan sarana dan > prasarana gedung yang disewa JCIS. Bahkan, selama JCSI menempati gedung itu, > KWCI tidak menyediakan listrik PLN. Sehingga JCSI harus tekor untuk biaya > operasional genset. "Pada saat ini, kami meminta KWCI mengembalikan kelebihan > anggaran sewa sebesar Rp 2,3 milyar," katanya. > > Pihak KWCI membantah. Mereka balik menuding. "Sebenarnya mereka (JCIS) yang > justru masih menunggak biaya sewa sebesar Rp 10,8 milyar," kata Presiden > Direktur KWCI, Gi Man Song. Pria Korea yang fasih berbahasa Indonesia ini > mengatakan, tidak adanya suplai listrik dari PLN disebabkan aksi pencurian > listrik saat fitting out gedung JCIS pada 2006. "Akibat pencurian itu, PLN > menolak menambah pasokan daya listrik ke seluruh blok di kawasan Korean > Town," > ujarnya. > > Menurut Koordinator Koalisi Pendidikan, Lody Paat, apa pun pemicunya, yang > pasti anak didik telah menjadi korban buruknya pengelolaan lembaga > pendidikan. "Saya mendukung upaya orangtua murid yang membawa kasus ini ke > ranah hukum," Lody Paat menegaskan. > > Untuk orangtua murid, Lody menyarankan agar hati-hati memilih lembaga > pendidikan untuk anak-anak mereka. "Tidak menjamin sekolah yang mengklaim > bertaraf internasional dengan memiliki sertifikasi dari pendidikan luar > negeri > sesuai dengan promosinya. Bisa saja itu hanya trik bisnis," katanya. > > Sujud Dwi Pratisto, Deni Muliya Barus, M. Nur Cholish Zaein, dan Cavin R. > Manuputty > [Hukum, Gatra Nomor 36 Beredar Kamis, 17 Juli 2008] > > http://gatra. com/artikel. php?id=116878