............ merokok di pesantren itu sangat biasa, merokoknya juga bareng2 sama Pak KYAI..
Bung Awang, 'dilakukan bareng-bareng Pak Kiai' tidak lantas membuat kebiasaan merokok berubah menjadi kebiasaan baik yang perlu dipertahankan to? :) Pak Kiai toh juga manusia (bdk.diskusi FPK ttg Benedictus XVI dan seruannya ttg homoseksualitas..), tidak bisa kata- sikapnya diikuti mentah-mentah.. Mas Fuad, saya juga pernah mendapatkan forward gambar-gambar perempuan sebagai 'media' promosi rokok di Eropa itu. Prihatin juga. Terlalu jauh mungkin kalau bicara moral terkait dengan rokok. Lha wong mengupayakan yang lebih baik untuk diri sendiri tidak mampu, bagaimana industri rokok dan perokok (yang jadi korbannya) mau diminta untuk mengupayakan yang lebih baik untuk sesama-lingkungan? Negara jelas absen dalam perlindungan hak warganya atas kesehatan, absen dalam melindungi warganya ---terutama anak-anak dan generasi muda- -- dari ancaman bahaya rokok. Saya baru saja ketemu dengan teman-teman di Jabodetabek yang juga ramai bicara tentang fatwa MUI ttg haramnya rokok. Mereka cerita ttg anak- anak SMP yang biasa nongkrong menjelang dan sesudah sekolah, sambil tenggelam dalam keasyikan merokok... Mengenaskan... Tanpa fatwa haram pun (Indonesia yang religius tidak perlu fatwa bukan?), orang bernalar bening tidak akan merokok. Lha janin ---saya pernah dengar, ia makhluk yang paling fitri (?)---saja tidak menoleransi asap rokok untuk mengoptimalkan pertumbuhannya... Bisakah dimaknai merokok tidak sejalan dengan fitrah manusia? Jadi panjang.... Yang jelas, riset-studi menunjukkan merokok berkontribusi pada kerusakan kesehatan, ia juga memiskinkan... Kurang alasan apalagi untuk mengendalikan produksi-peredaran-konsumsinya? Negara yang punya kewenangan untuk itu. salam, Wiji