Saya sudah baca sketsanya Pak Iwan, dan sebagai pembaca saya mengucapkan terima kasih kepada anda yang telah bersusah payah berusaha melakukan verifikasi ini.
Namun, saya masih menunggu sketsa IX yang mungkin akan menunjukkan fakta2 tambahan, karena saya merasa beberapa kesimpulan yang anda buat terlalu prematur tanpa disertai fakta yang cukup. Contohnya saya baca di surat kabar bahwa tim verifikasi 99% yakin kematian David karena dibunuh (dan sketsa VIII juga menunjukkan keyakinan penuh atas dugaan ini). Tapi kalau saya baca dari artikelnya, masih banyak ruang untuk meragukan kesimpulan David dibunuh, dan belum ada hard evidence atau bukti nyata yang benar2 membuktikan David dibunuh. Yang banyak malahan pembentukan opini melalui cerita proses pencarian fakta itu sendiri (contohnya tikus di Boat Quay, pertemuan di taman umum supaya kalau ada apa2 publik bisa melihat, dll.). Bahkan ada beberapa fakta yang mungkin belum sempat anda verifikasi. Contohnya: 1. Anda dan tim mempermasalahkan pihak kepolisian yang menyampaikan hasil visum ke NTU, bukan ke keluarga. Mengapa? Jawaban tergampang tentunya dugaan adanya konspirasi. Tapi apakah anda juga melakukan wawancara kepada pihak kepolisian, atau pihak lain terkait tentang masalah ini? Ada artikel di channelnewsasia yang berisi jawaban resmi dari pihak kepolisian: "When contacted, a police spokesman told TODAY the family had authorised the university to collect the report on April 2. It was sent to the family in Indonesia the following morning." (TODAY adalah nama sebuah surat kabar di Singapura, Channel News Asia mengutip pernyataan dari surat kabar itu). http://www.channelnewsasia.com/stories/singaporelocalnews/print/421437/1/.html Saya tidak tau siapa yang benar atau salah, tapi mungkin bisa dijadikan poin lain untuk diverifikasi, daripada menggunakan prasangka. 2. Adanya banyak luka di tubuh David. Ini tentunya cukup aneh. Pembunuhan kah? Atau perkelahian / pergumulan? Mana saja luka yang muncul akibat pisau, dan mana sajakah luka yang muncul karena jatuh? Kalaupun pembunuhan, apakah itu berencana, dilakukan dengan diam2? Melihat usaha anda yang gigih untuk memverifikasi bukti2 lain, seharusnya anda juga melakukan hal yang sama untuk mengungkapkan fakta ini, atau paling tidak sudah mulai memikirkannya. Atau apakah anda bermaksud menyerahkan ini semua kepada pihak kepolisian nantinya? Kalau iya, tentunya penyelidikan belum selesai dan belum saatnya memberikan kesimpulan bahwa David dibunuh. 3. Prof Chan Kap Luk tidak mau menemui keluarga. Apakah ini dapat dijadikan kesimpulan bahwa dia terlibat pembunuhan? Saya merasa agak kurang adil. Coba bayangkan apabila beredar spekulasi bahwa anda membunuh David terus tiba2 ada rombongan dari wartawan dan pihak keluarga yang berdiri di pintu rumah anda, menyatakan ingin bertemu untuk verifikasi. Mungkin ada orang yang secara mental sangat kuat dan langsung akan menemui rombongan, tapi mungkin dia tidak. Tapi sulit untuk langsung menyimpulkan bahwa dia menutupi sesuatu. 4. Di luar sketsa tersebut, "fakta2" lain seperti David pemalu, periang, tidak pernah pegang pisau, saya rasa sulit dijadikan bukti. Itu sangan subyektif. Bisa dijadikan petunjuk, tapi tetap bukanlah bukti. Terakhir, apakah anda punya motif cadangan seandainya tugas akhir David secara OBYEKTIF tidak terbukti sebagai karya yang luar biasa, yang bisa menyebabkan dia sampai dibunuh? Bagaimanapun, usaha Pak Iwan untuk melakukan verifikasi patut dihargai, walaupun obyektifitas tetap harus dijaga. Jadi saya masih menunggu sketsa selanjutnya dengan harapan adanya tambahan bukti untuk mendukung pernyataan 99% David dibunuh. Tapi kalau tujuan anda hanyalah untuk meningkatkan perhatian publik, tujuan anda sepertinya sudah tercapai. Terima kasih. Adi ________________________________ From: iwan piliang <iwan.pili...@yahoo.com> To: Forum-Pembaca-Kompas@yahoogroups.com Sent: Tuesday, 14 April 2009 11:40:28 Subject: Re: [Forum-Pembaca-KOMPAS] Re: Sketsa VII Kematian David: Bernilai Ekonomi Mengulur-alur Salam, Bapak-Bapak, daripada berdebat kusir, dengan rendah hati saya mengajak Anda semua membaca Sketsa VIII. iwan piliang