Malam ini saya terkejut melihat iklan layanan masyarakat di televisi yang disajikan oleh Departemen Koperasi.
Iklan yang menampilkan beberapa mantan menteri koperasi ini ditutup dengan penampilan menteri koperasi Surya Dharma Ali yang mengatakan "lanjutkan koperasi" disertai penekanan pada kata "lanjutkan" persis seperti pada iklan salah seorang capres. Saya tidak mempunyai masalah dengan iklan partai politik atau calon presiden, selama itu dikeluarkan oleh partai atau capres yang bersangkutan, atau bahkan oleh organisasi pendukungnya. Yang sangat mengusik hati saya adalah kenyataan bahwa iklan ini disajikan oleh suatu departemen, yang berarti didanai dari anggaran departemen tersebut, yang juga berarti menggunakan uang pajak yang saya bayarkan setiap bulan. Beberapa jam sebelumnya, saya juga menyaksikan program Wimar Live dengan bintang tamu menteri keuangan Sri Mulyani. Program ini secara terang benderang membela SBY dan menyerang JK maupun Megawati. Tidak masalah bagi saya, karena bisa saja ini adalah program yang memang dibuat oleh tim kampanye. Dalam konteks pemerintahan yang bersih, Sri Mulyani mengatakan bahwa jaman sudah berubah dan pemerintah tidak bisa lagi seenaknya membelanjakan uang karena banyaknya organisasi dan mata yang memantau, termasuk pembayar pajak. Dengan menggunakan ucapan sang menteri keuangan tersebut, saya sebagai pembayar pajak ingin menyampaikan rasa KEBERATAN bila uang pajak saya digunakan untuk membiayai berbagai iklan layanan masyarakat dari departemen dan kementrian. Iklan departemen koperasi ini bukan lah iklan yang pertama. Sebelumnya sudah ada iklan serupa dari departemen pendidikan nasional, departemen kesehatan, departemen pertanian, termasuk PNPM Mandiri. Secara prinsip, ada dua hal yang dilanggar oleh iklan-iklan tersebut: 1. Departemen atau kementrian adalah alat pemerintah untuk menjalankan kebijakan-kebijakan. Tugas mereka adalah melayani masyarakat dengan bekerja, bukan menghibur masyarakat dengan iklan yang tidak lucu. Iklan layanan masyarakat lazimnya disajikan oleh perusahaan swasta untuk memperlihatkan komitmennya pada masyarakat. Suatu kementrian atau departemen bisa membuat iklan untuk menyampaikan suatu pesan penting yang perlu diketahui oleh seluruh masyarakat. Misalnya: departemen kesehatan membuat iklan mengenai flu babi - apa itu flu babi, bagaimana mencegahnya serta bagaimana mengatasinya. Yang ada sekarang malah iklan yang lebih banyak memperlihatkan wajah sang menteri dan sangat dangkal dalam hal substansi pesan. Seorang menteri bisa "memamerkan" keberhasilannya melalui cara-cara lain yang tidak berbiaya tinggi. Apalagi di setiap departemen selalu ada kelompok wartawan yang rajin mengikuti kegiatan sang menteri. 2. Dalam hal penggunaan uang, saya melihat ada ketimpangan. Misalnya, berapa milyar uang yang dibelanjakan untuk memasang iklan sekolah gratis dari departemen pendidikan? Sementara itu kita terus membaca berita tentang sekolah yang atapnya roboh, tentang guru yang nyambi sebagai tukang ojek, dll. Berapa milyar uang yang dikeluarkan untuk memasang iklan departemen kesehatan dan membiayai program Bincang Bareng Bu Menkes? Sementara itu kita terus membaca berita mengenai kekurangan obat bagi orang dengan HIV/AIDS ataupun gizi buruk. Semua iklan departemen dan kementrian ini mulai marak pada masa-masa kampanye, dimulai pada masa kampanya pemilu legislatif yang baru lalu. Saya tidak mau berburuk sangka dengan mengatakan bahwa iklan-iklan ini dilakukan atas "pesanan" salah seorang capres, tetapi sebagai pembayar pajak sekali lagi saya ingin mengatakan bahwa saya sangat keberatan bila uang pajak saya digunakan untuk membiayai iklan-iklan semacam itu. /louisa [Non-text portions of this message have been removed]