http://koran.kompas.com/read/xml/2009/07/13/04494354/600..peneliti..pilih.bekerja.di.luar.negeri



Bandung, Kompas - Sekitar 600 ilmuwan potensial Indonesia saat ini memilih 
bekerja di perguruan tinggi dan lembaga riset asing di luar negeri. Di luar 
negeri para ilmuwan penerima beasiswa program doktor ini umumnya tampil 
berprestasi.

"Mereka ini ialah orang-orang Indonesia, dulunya para dosen yang menerima 
beasiswa program doktor, tetapi lantas memilih tetap bekerja di luar," ujar 
Direktur Kelembagaan Direktorat Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan 
Nasional Hendarman di sela-sela peluncuran kelas internasional Institut 
Manajemen Telkom, Sabtu (11/7) di Bandung, Jawa Barat.

Para ilmuwan ini tersebar di berbagai negara. Namun, kebanyakan berada di 
Jepang dan Jerman. Ia mencontohkan, Khoirul Anwar, alumnus Elektro Institut 
Teknologi Bandung dan pemilik paten sistem telekomunikasi 4G berbasis OFDM 
(Orthogonal Frequency Division Multiplexing) adalah seorang WNI yang kini 
bekerja di Nara Institute of Science and Technology, Jepang.

"Ada juga ilmuwan kita di luar yang berhasil memiliki hingga 10 paten. 
Indonesia juga punya salah satu profesor paling muda asal Medan yang kini 
bekerja di Amerika Serikat dan ia mendapatkan dana penelitian yang sangat 
besar. Ilmuwan kita sesungguhnya hebat-hebat," kata Hendarman.

Menurutnya, negara tidak bisa menyalahkan mereka yang memilih bekerja di luar 
negeri demi mengembangkan kariernya. "Ada banyak alasan mereka memilih ke luar. 
Bisa itu karena kebebasan akademiknya, fasilitas yang lebih canggih, ataupun 
demi alasan jaminan kesejahteraan," ujarnya.

Di jurnal masih rendah

Di sisi lain, kontribusi peneliti di lembaga riset dan perguruan tinggi 
Indonesia dalam jurnal-jurnal internasional justru masih sangat rendah. Hanya 
0,87 artikel ilmiah per sejuta penduduk Indonesia. Bandingkan dengan negara 
tetangga, Malaysia, yang sebesar 21,30 atau India yang mencapai 12,00.

"Untuk itu, ke depan, Pak Menteri dan Dirjen (Pendidikan Tinggi) meminta 
peneliti prominent yang ada di luar negeri juga melakukan riset bareng. 
Setidaknya, nama perguruan tinggi asal mereka turut ditulis di penelitian yang 
dikerjakan," katanya. Ini penting untuk meningkatkan citations index di dalam 
rangka pemeringkatan universitas kelas dunia.

Secara terpisah, Wakil Rektor Senior Bidang Sumber Daya ITB, Carmadi Machub 
mengatakan, dari 1.020 dosen ITB, sekitar 5 persen di antaranya berperilaku 
kurang disiplin. Mereka jarang mengajar dan kerap mencari proyek tambahan di 
luar negeri.

"Ini sempat dipersoalkan dan diusulkan agar mereka ini diberhentikan sebagai 
pegawai negeri sipil. Ada yang izin pergi ke luar (negeri), tetapi tidak 
kembali," ujarnya. Diakuinya, dosen-dosen semacam ini sulit ditindak.

Namun, ia meyakini, perilaku dosen seperti ini akan semakin berkurang seiring 
adanya program sertifikasi dosen yang bisa berimplikasi pada tambahan tunjangan 
profesi satu kali gaji pokok. Bahkan, khusus guru besar, tunjangannya itu bisa 
mencapai tiga kali lipat. (jon)

Kirim email ke