* * *Gagasan Merdeka Itu Lahir dari Pergerakan Politik Perempuan*
* * * * Mariana Amiruddin Direktur Eksekutif Yayasan Jurnal Perempuan * * * * Bila kita bicara soal nasionalisme dan kepemimpinan bangsa, sebetulnya tidak bisa dipisahkan dari sejarah kesadaran perempuan melawan feodalisme dan kolonialisme Belanda. Kesadaran pergerakan perempuan dalam mempertahankan kemerdekaan adalah sejarah politik bangsa ini juga. Dalam kesadaran tersebut terdapat kepemimpinan yang dapat kita temukan, seperti adanya kongres, adanya organisasi perempuan, adanya agenda bersama tentang perjuangan kemerdekaan. Sayangnya sejarah konvensional hanya mencatat pergerakan laki-laki dalam melawan kolonialisme. Misal saja, dalam buku-buku sejarah jelas, diutamakan tentang Sumpah Pemuda yang lahir dari Kongres Pemuda, dan sama sekali tidak disetarakan tentang adanya Kongres Perempuan Indonesia di tahun yang sama. Kongres Perempuan yang diawasi oleh tentara Belanda itu juga membicarakan tentang kemerdekaan dan hak-hak perempuan. Beberapa peserta kongres berani berteriak Merdeka, dan pasukan Belanda nyaris membubarkan kongres yang seluruh isinya perempuan tersebut. Bicara perempuan, pergerakan dan politik kaitannya sangat jelas dengan kepemimpinan, sudah disuarakan sejak abad 20 oleh Kartini, Sri Mangoensarkoro dan Roehana Koeddoes. Keduanya telah menetapkan pentingnya kehidupan perempuan di ruang publik. Mereka mencemaskan terjadinya domestifikasi kehidupan perempuan. Bagi mereka mengurung perempuan di dalam rumah sama dengan melanggengkan pola hidup priyayi feodal-kolonial yang menjadi cikal bakal penindasan dan penjajahan umat manusia. Berikut pernyataan-pernyataan yang berkaitan dengan hal tersebut, yang setara dengan pernyataan hak-hak perempuan di luar Indoensia: * * perempuan kalau bukan sebagai pemimpin, sebagai orang yang pandai. *(Rohana Koedoes)* Perempuan (sebagai sebuah entitas) tak memiliki masa lalu, sejarah, atau agama sendiri. Mereka hidup berpencaran diantara laki-laki, lebih terikat kepada tempat tinggal pribadi, pekerjaan rumah tangga, kondisi ekonomi dan kedirian sosial menurut laki-laki tertentu ayah atau suami ketimbang kepada perempuan lain. *(Simone de Beauvoir)* *Sementara Sri Mangoensarkoro* dalam Kongres Perempuan Indonesia II mengatakan: Sekarang kita tidak maoe mendasarkan arti keperempoenan kepada arti jang kita dapat dari kaoem bapak. Ta moengkinlah kaoem bapak memeberi arti keperempoenan demikian kepada kita itoe, sebab mereka tidak loepoet dari egoisme. Arti keperempoeanan seakan-akan hanja didasarkan kepada kesenangan diri. Kita sekarang haroes mentjari dasar jang tetap oentoek memberi arti kepada keperempoenan. Dan arti tidak lain, tidak kboekan, hanjalah haroes didasarkan kepada KEMANOESIAAN. Bahkan semangat revolusioner yang mewarnai gerakan perempuan sejak dekade ke-2 abad 20 mendorong perempuan untuk menentang nilai-nilai Viktorian dan tradisi feodal priyayi: *Perempoean dipandang seperti perhiasan roemah tangga dan mendjadi kepalanja koki... memilih doedoek diam sambil makan angin.* Semangat revolusioner perempuan pada waktu itu akhirnya mengantar mereka untuk berorganisasi. Melalui keorganisasian, perempuan dapat istirahat dari tugas-tugas rumah tangganya dan mulai bicara hal-hal di luar domestik seperti masalah kemerdekaan, bahkan pertemuan-pertemuan antar perempuan berhasil membawa mereka pada persoalan dasar hak-hak perempuan, kaitannya dengan kemerdekaan dan melawan kolonialisme. Disinilah perempuan merasa pentingnya politik, terus sampai akhirnya hancur lebur di tahun 1965 yang kemudian lahirlah rezim orde baru. Di masa Orde baru tidak memungkinkan untuk meneruskan pernyataan Rohana Koeddoes dan Kartini, karena kekuatan perempuan di ruang publik kemudian dialihkan pada fungsi KEIBUAN, bahwa pendidikan perempuan agar perempuan pintar mendidik anak-anaknya, bukan untuk diri dan bangsanya atau bukan untuk memiliki pengaruh dalam kehidupan publik. Organisasi perempuan dilarang kecuali organisasi yang di bawah pemerintahan, dan tetap pada fungsi KEIBUAN. Bayangkan ini terjadi selama 32 tahun. *Gerakan Perempuan Kini dan Apa yang Harus Dilakukan* Gerakan perempuan kini memeriksa apakah sejumlah undang-undang yang mengikat negara untuk mengupayakan penghapusan diskriminasi gender, kekerasan terhadap perempuan, serta menghormati hak-hak perempuan seperti UU No. 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan CedAW, UU KDRT, dan tentang HAM. Langkah strategis melalui kebijakan ini kemudian sampai puncaknya yaitu strategi *afirmative action*, meski kemudian digagalkan oleh keputusan mahkamah konstitusi. Tantangan gerakan politik perempuan bahkan tidak hanya itu, banyak peraturan-peraturan yang lahir justru membelenggu tubuh perempuan seperti UU Pornografi dan peraturan-peraturan daerah yang menganggap tubuh perempuan sebagai sumber maksiat, serta bagaimana tayangan media melanggengkan stereotip perempuan atas tubuhnya. Kecurigaan negara yang menular ke masyarakat terhadap tubuh perempuan begitu besar, dan atas alasan moral, negara menuding perempuanlah penyebab kerusakan moral bangsa ini. Dan perjuangan perempuan yang bergulir saat ini dianggap sebagai kebablasan, negara lupa bahwa perjuangan inilah yang membuat Indonesia dapat meraih kemerdekaan dan mengedepankan kemanusiaan, melanjutkan wewejang Kartini dan Rohana Koeddoes. Selain itu, efek buruk dari kebijakan Orde Baru masih terasa sampai hari ini, melihat kualitas sumber daya perempuan yang langka untuk terjun dalam dunia organiasi dan politik. Modernisasi yang masuk dalam narasi besar bagi konsep perempuan maju hanyalah dalam pengertian KARIR (bekerja di bank, pebisnis, menjalankan perusahaan, dll), bukan dalam pengertian perjuangan politik. Itupun perempuan KARIR masih harus dibebankan oleh tudingan jangan lupa kodrat (yang dimaksud adalah dilarang meninggalkan urusan rumah tangga), dimana hal ini tidak berlaku bagi laki-laki yang lebih leluasa berkecimpung di ruang publik tanpa harus dibilang tidak bertanggungjawab pada persoalan rumah tangga dan keluarga. Perempuan yang berkecimpung dalam partai politikpun harus mengalami cobaan yang berat. Ruang untuk memperjuangkan kaum perempuan terlindas oleh kebijakan internal partai. Sehingga bila partai tidak suka anggotanya bicara soal hak perempuan, maka keterwakilan perempuan dalam partai tersebut harus berjuang berkali-kali lipat. Tantangan terakhir menjelang dilantiknya Kabinet SBY-Boediono ini adalah pengajuan dihapuskannya Kementerian Pemberdayaan Perempuan, yang akan dileburkan ke dua kementerian lainnya (Menpora dan Mendiknas), menunjukkan bahwa persoalan perempuan semakin tenggelam dalam agenda besar bangsa ini. *Apa yang Perlu Diperhatikan?*: Melanjutkan pemikiran Kartini dan Roehana Koeddoes, bicara politik dan kepemimpinan, saya masih berharap pada pelaku kebijakan, dalam hal ini adalah parlemen dan pelaksana (eksekutif) yang telah diwakili perempuan. Untuk tidak mencederai kehidupan perempuan, perlu mengajukan agenda tentang kesempatan perempuan memperoleh pendidikan (membangun intelektualitas yang berarti membangun kepemimpinan), dan perlu dipikirkan soal pemberdayaan ekonomi. Harus disadari bahwa perubahan di tingkat intelektual tidak akan berarti tanpa ada peningkatan kesejahteraan sosial dan ekonomi. Kartini dan Roehana menyadari strategi ini, mereka mengembangkan industri kerajinan ukiran kayu Jepara dan kerajinan tangan perempuan Minangkabau, serta mengorganisir proses produksi dan distribusi sampai ke luar negeri. Dalam melawan tantangan kebijakan internal partai bagi perempuan yang terlanjur duduk di parlemen, perlunya membangun (meneruskan) Kaukus Politik Perempuan di DPR. Kaukus ini dapat melampaui kepentingan partai politik, dan langkah lain atas gagalnya konsep affirmative action yang telah digugurkan oleh Mahkamah Konstitusi. Ini hal-hal yang harus menjadi ramuan politik perempuan yang terpilih di parlemen maupun eksekutif. Dibalik terpilihnya mereka sebetulnya kemungkinan atas terjadinya penentuan nasib banyak perempuan di Indonesia. [Non-text portions of this message have been removed] ------------------------------------ ===================================================== Pojok Milis Komunitas Forum Pembaca KOMPAS [FPK] : 1.Milis Komunitas FPK dibuat dan diurus oleh pembaca setia KOMPAS 2.Topik bahasan disarankan bersumber dari http://cetak.kompas.com/ , http://kompas.com/ dan http://kompasiana.com/ 3.Moderator berhak memuat,menolak dan mengedit E-mail sebelum diteruskan ke anggota 4.Moderator E-mail: agus.hamonan...@gmail.com agushamonan...@yahoo.co.id 5.Untuk bergabung: forum-pembaca-kompas-subscr...@yahoogroups.com KOMPAS LINTAS GENERASI ===================================================== Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/Forum-Pembaca-Kompas/ <*> Your email settings: Individual Email | Traditional <*> To change settings online go to: http://groups.yahoo.com/group/Forum-Pembaca-Kompas/join (Yahoo! ID required) <*> To change settings via email: mailto:forum-pembaca-kompas-dig...@yahoogroups.com mailto:forum-pembaca-kompas-fullfeatu...@yahoogroups.com <*> To unsubscribe from this group, send an email to: forum-pembaca-kompas-unsubscr...@yahoogroups.com <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/