ya, saya sangat tidak setuju juga jika meneg PP digabungkan dengan menpora

Dengan kondisi berdiri sendiri sekarang pun belum semua isu perempuan bisa 
mereka cover.Salah satu di antaranya adalah perempuan penyandang cacat. Sampai 
saat ini meneg PP belum memiliki kebijakan strategis dalam pemberdayaan 
perempuan penyandang cacat. Nah, apa jadinya jika digabungkan dengan Menpora, 
maka isu penyandang cacat di sektor gender akan semakin dikecilkan.

Salam hangat
Aria.

  ----- Original Message ----- 
  From: Mariana Amiruddin 
  To: jurnalperemp...@yahoogroups.com 
  Cc: kajianwan...@yahoogroups.com ; Forum-Pembaca-Kompas 
  Sent: Friday, September 04, 2009 12:07 AM
  Subject: [Forum-Pembaca-KOMPAS] Re: Mempertahankan Kementerian Pemberdayaan 
Perempuan di Indonesia


    Terimakasih atas tulisan ini mbak Gadis, akan disampaikan pada konferensi
  pers besok.

  Mar

  2009/9/3 Gadis Arivia <g.ga...@gmail.com>

  >
  >
  > *MEMPERKUAT KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN, MEMAJUKAN MARTABAT
  > INDONESIA
  > .*
  > * *
  > *Oleh: Gadis Arivia*
  > * *
  > Pandangan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia tentang perlunya meniadakan
  > Kementerian Pemberdayaan Perempuan atau menggabungkannya dengan Kementerian
  > Olah Raga atau Pendidikan (Kompas, 2 September 2009), sungguh membuat gusar
  > sebagian besar organisasi perempuan di Indonesia.
  >
  > Pernyataan yang diwakili oleh Siti Zuhro tidak berdasarkan argumen
  > filosofis
  > pentingnya keberadaan Kementeriaan Pemberdayaan Perempuan akan tetapi lebih
  > pada argumentasi pragmatis dengan cara berpikir yang sangat instan.
  >
  > Secara historis, pembentukkan Meneg PP merupakan perjuangan yang cukup lama
  > di Indonesia meskipun penuh kritik karena banyak kelemahan pada kementerian
  > ini di masa lampau. Di mulai pada tahun 1978 dengan adanya penetapan PBB
  > sebagai International Decade for Women (1975-1985), dibentuklah status
  > kementerian yunior dengan nama Menteri Peranan Wanita yang lebih banyak
  > berlatar belakang Kowani. Pada tahun 1983, status kementerian ini naik
  > menjadi status Kabinet, namun tetap dipandang lemah karena tidak memiliki
  > Departemen sehingga masih tergantung pada Departemen Kesehatan dan
  > Pendidikan. Pada akhirnya, setelah Reformasi, perubahan nama ditetapkan
  > menjadi Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan karena situasi
  > Reformasi menghendaki keaktifan dan penghormatan pada hak-hak perempuan.
  >
  > Kini, Meneg PP menjadi kementerian yang penting karena terbukti dapat
  > memainkan peran memajukan kualitas hidup manusia yang termarjinal dan
  > meningkatkan tingkat kesejahteraan manusia Indonesia. Kementerian ini juga
  > diperluas dengan mandat melindungi dan menjamin hak-hak anak Indonesia.
  >
  > Selama sebelas tahun masa Reformasi tidak dapat dipungkiri bahwa perempuan
  > Indonesia termasuk kelompok masyarakat yang sangat aktif memerangi
  > kemiskinan, buta huruf, memperjuangkan hak-hak minoritas dan keadilan.
  > Kemajuan perempuan Indonesia baru saja dimulai, masih banyak pekerjaan yang
  > hendak dilakukan terutama memperluas dan memperkuat Kementerian
  > Pemberdayaan
  > Perempuan guna mengejar program MDG (Millenium Development Goal) dimana
  > status perempuan banyak ditentukan.
  >
  > Tentu banyak kelemahan dari Meneg PP saat ini, seperti banyaknya
  > pernyataan-pernyataan yang merugikan perempuan serta kebijakan-kebijakan
  > yang tidak sensitif gender. Namun, kelemahan tersebut lebih bertumpu pada
  > soal leadership dan bukan keberaadaan kementerian tersebut. Jadi,
  > penyeruan untuk melenyapkan Meneg PP merupakan kesalahan besar.
  >
  > Seperti yang dikatakan oleh Sekjen PBB, Ban Ki-moon, "bila perempuan
  > benar-benar berdaya dan berpartisipasi, maka, semua masyarakat merasakan
  > keuntungannya, oleh sebab itu, setiap negara harus memastikan kemajuan dan
  > perlindungan hak-hak perempuan".
  >
  > *Wajah Kemisikinan Perempuan Indonesia*
  >
  > Mengapa PBB sangat menuntut negara untuk menegakkan hak-hak perempuan?
  > Sebab bagaimanapun statistik menunjukkan perempuan masih tertinggal di
  > semua
  > bidang. Padahal, perempuan di dunia ini berjumlah setengah dari populasi
  > dunia, dengan demikian, kualitas kehidupan perempuan akan mempengaruhi
  > kualitas keseluruhan populasi dunia. Sama halnya di tingkat nasional,
  > perempuan di Indonesia menjunjung setengah dari langit bumi Indonesia,
  > sehingga, kualitas hidup setiap generasi ditentukan oleh kualitas hidup
  > perempuan.
  >
  > Berbeda dari negara-negara maju, statistik menunjukkan bahwa perempuan di
  > negara-negara berkembang masih membutuhkan dukungan untuk mencapai kualitas
  > hidup yang layak dan baik. Hal ini tercermin dari laporan UNDP tahun
  > 2007/2008 yang menempatkan tingkat HDI (Human Development Index) Indonesia
  > masih dalam keadaan yang memprihatinkan yakni 0.728 atau ranking 107 dari
  > 177 negara. Indeks HDI negara Indonesia di bawah Palestina, panjang hidup
  > manusia Indonesia masih di bawah Sri Langka, tingkat pendidikan masih di
  > bawah Albania, tingkat kemiskinan di bawah Nikaragua dan GDP per kapita
  > masih di bawah Jamaica.
  >
  > Bila ranking HDI negara Indonesia masih rendah maka ranking GDI (Gender
  > Development Index) negara Indonesia juga memprihatinkan. GDI mengukur
  > bagaimana kualitas hidup perempuan dan dijadikan acuan untuk menentukan
  > maju
  > tidaknya kualitas hidup perempuan di suatu negara. Sayangnya, Indonesia
  > masih perlu mengejar berbagai ketertinggalan. Ranking GDI Indonesia adalah
  > 0.721 atau masuk ranking ke 79 dari 156 negara atau di bawah negara
  > Honduras
  > dan Brunei Darussalam.
  >
  > Sangatlah jelas dari ranking GDI, perempuan Indonesia masih tertinggal di
  > berbagai bidang seperti pendidikan, ekonomi, kesehatan dan representasi
  > politik dan pemerintahan. Perempuan Indonesia lebih miskin dan memiliki
  > tingkat buta huruf yang lebih tinggi dari laki-laki Indonesia.
  >
  > *Pertumbuhan yang Inklusif*
  >
  > Melalui pidatonya di depan Sidang Paripurna Khusus Dewan Perwakilan Daerah
  > Republik Indonesia di Ruang Rapat Paripurna Gedung Nusantara MPR/DPR/DPD
  > RI,
  > Jakarta Pusat, Rabu (19/8), presiden Susilo Bambang Yudhoyono, secara tegas
  > menyerukan pentingnya pertumbuhan ekonomi yang inklusif. Ia mengatakan
  > bahwa negara harus memastikan tidak ada kelompok masyarakat yang
  > tertinggal. Ia menguraikan sebuah paradigma "pembangunan untuk semua".
  >
  > Bagi saya, bila presiden Yudhoyono sungguh-sungguh mengerti konsep tersebut
  > maka ia lebih mengutamakan kemajuan kualitas manusia yang termarjinal.
  > Sudah sangat jelas, perempuan termasuk yang termarjinal dalam pertumbuhan
  > ekonomi di Indonesia apalagi pertumbuhan yang inklusif yang mementingkan
  > pertumbuhan pendidikan, kesehatan dan program-program pelayanan lainnya.
  >
  > Hanya saja, benarkah presiden Yudhoyono akan membuktikan secara nyata
  > keberpihakannya pada kaum marjinal seperti perempuan? Bagaimanapun studi
  > Bank Dunia (2001) telah menunjukkan bahwa negara-negara yang memiliki
  > tingkat GDI tinggi akan memiliki tingkat ekonomi yang sejahtera dan
  > perdamaian yang stabil juga sistim hukum yang mapan. Jadi, korelasi antara
  > penjaminan hak-hak perempuan yang berperan besar dalam pertumbuhan yang
  > inklusif dan kesejahteraan dan perdamaian masyarakat sangat berkait erat.
  >
  > Pemerintahan Yudhoyono telah memikirkan program-program pertumbuhan yang
  > inklusif seperti Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri
  > dengan memberdayakan masyarakat langsung pada tingkat kecamatan dan desa,
  > sebuah program yang juga memperhatikan pemberdayaan perempuan dan
  > pelaksanaan transparansi dan akuntabilitas. Namun ada pula program-program
  > yang tidak menumbuhkan pemberdayaan masyarakat seperti program BLT (Bantuan
  > Langsung Tunai) yang tidak bersifat inklusif.
  >
  > Pertumbuhan ekonomi yang inklusif tidak dapat dipisahkan dari kebutuhan dan
  > peran serta masyarakat yang termarjinal. Bila dikatakan perempuan Indonesia
  > masih masuk dalam kategori termiskin, maka, program ekonomi inklusif harus
  > memasukan suara perempuan, suara yang dapat diwakili oleh Kementerian
  > Pemberdayaan Perempuan, sebuah kementerian yang seharunya merepresentasikan
  > kepentingan perempuan Indonesia.
  >
  > [Non-text portions of this message have been removed]


  

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke