bung liman, justru itu, karena saya merasa tempo salah, maka saya mengingatkannya. saya juga seringkali mengingatkan kompas, almamater saya tempat menimba ilmu jurnalistik selama delapan tahun (1987-1995), karena kompas juga pernah salah. kalau media-media ini salahnya sudah akut dan bertumpuk, ya mungkin suatu ketika kelak terpaksa ditinggalkan. meski sedih dan pahit. banyak sudah penelitian di luar negeri yang menunjukkan betapa media bisa dengan gampang tergelincir pada bias. salah satunya yang sudah cukup dikenal di indonesia adalah studi yang dilakukan oleh robert mcchesney (profesor media di sebuah universitas di amerika serikat), dalam bukunya "rich media, poor democracy". saya kutipkan saja sedikit ya resensinya di amazon.com (kalau tertarik, anda bisa googling sendiri saja lebih jauh. atau jika anda benar-benar berminat baca bukunya, bisa pinjam dari saya): "Rich Media, Poor Democracy" is the most important recent book for anyone concerned with the real world of democracy under corporate capitalism in the year 2000. In a detailed, substantive, highly-readable study, McChesney explores how corporate control of the mass media shapes and constrains news and culture, sharply limits real freedom of the press, and undermines popular self-government as a result. McChesney shows how growing corporate media concentration threatens the open system of communication and culture that is vital to democracy - rule by the majority. I know of no other book that cuts through the neo- liberal market idolatry of our times. Yet McChesney offers hope: imaginative yet concrete ways in which citizens might contest the power of the corporate media and reclaim the best of our democratic heritage. A superb book, highly recommended. "
jadi, sebagai warga, kita juga harus selalu awas dan kritis mencerna isi media. celakanya, kita masih amat tertinggal di bidang ini karena pelajar literasi media praktis tidak ada dalam kurikulum pendidikan kita. media memang penting sebagai tonggak demokrasi, terutama terkait dengan perannya sebagai watchdog. but who should watch the watchdog? kita. jika kita merasa ada yang agak janggal dalam pemberitaan sebuah media mengenai satu peristiwa, kita yang gonggongin media itu, itulah yang saya coba lakukan. kalau tidak digonggongin, media bisa menjadi alat penghancur demokrasi yang paling efektif. saya pun belum tentu sepenuhnya benar. namun saya sudah mencoba membukakan perspektif lain. andai nanti gonggongan saya macam pepatah "anjing menggonggong, kafilah berlalu", pun tak jadi soal... trims dan salam, arya gunawan 2009/9/9 liman PAP <liman_...@yahoo.com> > > > Bung Iwan dan rekan miliser, > > Apakah wartawan dan media tdk pernah bias? Tdk pny kepentingan? Apakah kita > meragukan kredibilitas Tempo? Atau seorang Dahlan Iskan hanya karena suatu > berita dan buku ? > > 'Mengkriminalkan' Tempo, bagi saya, sama dengan mengkriminalkan Kompas krn > di Indonesia sepertinya cuma 2 media ini yg paling bisa dipercaya > beritanya.. Apakah kita perlu meragukan majalah yg sudah teruji / pny track > record panjang tsb? > > Apakah Tempo bisa salah? 'to err is humane', tp dlm kasus Century, msh byk > yg perlu dibuktikan. Tdk setuju dgn suatu berita, bukan berarti berita > tersebut tdk benar. Setuju?