Antara Kasus Century dan Lapindo

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan dugaan rekayasa dan
pelanggaran undang- undang atau peraturan terkait aliran dana kepada
Bank Century. Berdasarkan laporan BPK itu, anggota Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR) semakin kuat untuk menggunakan hak angket guna menyelidiki
skandal Bank Century.


Apresiasi tentu saja harus kita tujukan kepada BPK dan juga anggota
DPR yang gigih membongkar skandal yang merugikan rakyat termasuk kasus
Bank Century. Namun, sayangnya kegigihan yang sama tidak ditunjukan
anggota DPR dalam upaya membongkar kasus Lapindo. Padahal menurut
laporan pemeriksaan BPK mengungkapkan semburan lumpur di Sidoarjo
terkait dengan aktivitas pengeboran.

Tidak seperti hasil pemeriksaan BPK terkait kasus Bank Century, 
pemeriksaan BPK terkait kasus lumpur Lapindo justru ditanggapi dingin
oleh para wakil rakyat di DPR. Bahkan para politisi itu diam saja saat
Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Timur menghentikan kasus pidana Lapindo
secara sepihak dengan alasan tidak ada bukti.
Kenapa ada perbedaan sikap anggota DPR terhadap hasil pemeriksaan
BPK terkait kasus lumpur Lapindo dibandingkan kasus Bank Century?

Pertama, tidak seperti dalam kasus Bank Century, pihak-pihak yang
terkait dengan kasus lumpur di Sidoarjo kemungkinan memiliki posisi
tawar politik yang tinggi, baik di parlemen maupun di eksekutif. Hal
itu mengakibatkan para wakil rakyat itu menanggapi dengan dingin hasil
pemeriksaan BPK terkait dengan kasus Lapindo.

Bahkan anggota DPR juga tetap dingin ketika dokumen rahasia Medco
terkait kasus Lapindo tersebar di publik. Dan anggota DPR tetap diam
seribu bahasa ketika Polda Jawa Timur mengeluarkan Surat Perintah
Penghentian Penyidikan (SP3) kasus Lapindo.

Kedua, anggota DPR yang terhormat merasa tidak ikut berkepentingan
dengan tenggelamnya ribuan rumah dan sawah warga Porong akibat semburan
lumpur.Toh, itu bukan asset miliknya. Anggota DPR juga merasa tidak
berkepentingan dengan udara dan air tanah yang tercemar di Porong
akibat dari semburan lumpur itu. Toh, itu jauh dari rumahnya.

Tak dapat dipungkiri kasus Bank Century yang menyangkut kepentingan
masyarakat menengah ke atas, minimal secara ekonomi lebih di atas
korban lumpur, yang dekat dengan kelas sosial anggota DPR. Sementara
kasus lumpur Lapindo sebaliknya. Nasib sial kembali menimpa warga kelas
menengah ke bawah di negeri ini. Tidak ada satupun yang berani membela
kepentingannya bahkan para wakil rakyat pun enggan membelanya.
Lantas apa yang sebaiknya dilakukan oleh anggota DPR? Apakah
sebaiknya anggota DPR menghentikan saja angket soal skandal Bank
Century?

Tidak! DPR tetap harus menggunakan hak angketnya untuk membongkar
skandal Bank Century, namun DPR juga harus menggunakan pula hak
politiknya untuk membongkar kasus lumpur Lapindo. Mungkinkah DPR berani
membongkar kasus lumpur Lapindo? Entahlah….

Sumber:http://politik.kompasiana.com/2009/11/24/antara-kasus-century-dan-lapindo/



      

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke