Di jaman Kertanegara dinasti mongol yang ketika itu menguasai China
mau menyerbu Singosari karena gagal membujuk Kertanegara untuk
menandatangani penaklukan Singosari kedalam dinasti mongol.
Kini "serbuan" itu benar-benar terjadi lagi ketika Singosari sudah
masuk Indonesia dan ketika China sudah terbebas dari kekuasaan bangsa
mongol. Tidak serupa tapi hakekatnya sama. Indonesia harus siap dengan
tanda-tangan FTA dengan segala konsekuensinya. Memang banyak pemimpin
yang belajar sejarah tapi tidak termotivasi dengan peristiwa sejarah
dimasa lalu untuk berbuat sesuatu yang lebih baik demi menjaga
peristiwa buruk dimasa lalu tidak menimpa kita dan para generasi
dibelakang kita. Kita malah asyik menggali lubang kubur untuk diri
sendiri dan keturunan dengan perbuatan dan karya-karya hidup yang
menyengsarakan masyarakat.
SH

On 12/13/09, Agus Hamonangan <agushamonan...@yahoo.co.id> wrote:
> Oleh Aris Yunanto
>
> http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/12/11/05053524/januari.2010.china.serbu.indonesia
>
>
>
> Mulai 1 Januari 2010, Indonesia akan "diserbu" China. Pernyataan ini bukan
> rumor, tetapi benar-benar akan terjadi jika Indonesia tidak mempersiapkan
> diri.
>
> Serbuan China ke Indonesia bukan berbentuk invasi militer, tetapi berwujud
> barang dan jasa kebutuhan masyarakat Indonesia sehari-hari. Asalnya, sejak
> Indonesia ikut program ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA) antara
> negara-negara ASEAN dan China.
>
> Siapkah Indonesia?
>
> Menghadapi "invasi" China itu, apakah Indonesia sudah siap? Dilihat dari
> indikator perekonomian Indonesia beberapa waktu terakhir, memang terlihat
> ada kecenderungan meningkat dibanding awal dekade lalu. Namun, itu belum
> cukup sebagai perisai. Bahkan, krisis finansial global tahun 2008 masih juga
> menyisakan kelesuan ekonomi dunia yang juga berpengaruh terhadap
> perekonomian dalam negeri.
>
> Sektor industri manufaktur di Indonesia yang pernah menjadi tumpuan
> pembangunan perekonomian, selain sebagai penyerap tenaga kerja terbesar dan
> penyumbang devisa lewat kinerja ekspornya, kini terbilang menurun.
> Sebagaimana dicatat Biro Pusat Statistik (BPS), hingga Agustus 2009 ekspor
> manufaktur Indonesia merosot hampir 25 persen dari total 60,831 miliar
> dollar AS menjadi 45,632 miliar dollar AS.
>
> Penurunan ini juga menurunkan total ekspor nonmigas sebesar 18,31 persen.
> Bahkan, dalam perhitungannya, Depperin juga memperkirakan penurunan nilai
> ekspor 12 industri manufaktur unggulan, seperti industri pengolahan kelapa
> sawit mentah (CPO), besi baja, otomotif, elektronika, pengolahan karet, pulp
> dan kertas, serta industri peralatan listrik sebesar 7,33 persen sepanjang
> tahun 2009.
>
> Sementara realisasi impor Indonesia dari China selama semester pertama 2009
> angkanya tidak kalah menakjubkan. Impor elektronika dari China sudah
> mencapai 30 persen atau senilai 300 juta dollar AS, 37 persen dari 57 juta
> dollar AS tekstil dan produk tekstil (TPT), 60 persen mainan anak-anak dari
> total 17 juta dollar AS, 14 juta dollar AS atau 50 persen produk alas kaki,
> belum lagi dalam bentuk produk makanan dan minuman.
>
> Selama ini, penetrasi perdagangan China ke negara-negara lain tidak lepas
> dari kemampuan produksi domestik, selain adanya penerapan subsidi ekspor
> (tax rebate) 13 persen-17 persen oleh Pemerintah China sendiri.
>
> Pada sisi lain, Indonesia masih dihadapkan pada lemahnya penguasaan
> teknologi, masih rendahnya kualitas SDM, tingginya tingkat suku bunga
> perbankan, dan disorganisasi struktur yang kian menyebabkan daya saing
> produk Indonesia, khususnya manufaktur, kian menurun.
>
> Dalam World Competitiveness Yearbook 2006-2008, daya saing Indonesia turun
> ke peringkat 51 dari 55 negara. Sementara dari World Economic Forum, daya
> saing Indonesia menduduki peringkat ke-54, di bawah negara-negara lain dalam
> kawasan Asia Tenggara seperti Singapura, Malaysia, dan Thailand.
>
> Mengantisipasi "invasi"
>
> "Invasi" China tentu tidak akan membuat Indonesia kiamat. Untuk mengurangi
> dampaknya, pola industrialisasi dan perdagangan produk industri atau
> manufaktur harus didasarkan pemenuhan kebutuhan domestik. Harus ada upaya
> nyata pemerintah membendung produk China dengan menambah investasi dari
> dalam dan luar negeri. Efisiensi produksi juga harus digenjot agar harga
> jual dapat berkompetisi dengan produk China yang akan masuk Indonesia tanpa
> bea mulai Januari 2010.
>
> Pada hakikatnya, FTA akan bermanfaat bagi suatu negara karena memberi
> efisiensi biaya perpindahan barang melalui proses integrasi jalur ekonomi
> negara dalam suatu kawasan. Namun, FTA mempunyai prasyarat tersedianya
> infrastruktur cukup. Berbagai upaya pemerintah sejak Infrastructure Summit I
> dan II sampai Invesment Summit awal Desember 2009 belum memberi hasil
> memuaskan. Infrastruktur masih menjadi wacana. Krisis listrik menjadi salah
> satu cermin belum menariknya Indonesia sebagai tempat menanamkan investasi
> di bidang infrastruktur. Juga biaya tinggi dalam tata niaga produk industri
> manufaktur Indonesia karena infrastruktur nasional yang buruk belum bisa
> dikurangi.
>
> Pemenang Nobel 2008 Joseph Stiglitz mengatakan, acuan utama pembukaan
> perdagangan bebas adalah kesiapan industri domestik. Dengan daya saing
> Indonesia yang masih rendah, bahkan di bawah negara-negara tetangga di
> ASEAN, tentu akan menjadi bumerang jika Indonesia ikut ACFTA yang segera
> diberlakukan. Akan amat bijaksana jika dalam kondisi sulit bersaing seperti
> ini, Indonesia membatasi masuknya produk asing dengan berusaha memenuhi
> kebutuhan sendiri lebih dulu.
>
> Kemandirian ekonomi suatu negara tidak lepas dari perencanaan yang baik
> terhadap kemampuan produksi domestik guna pemenuhan pasar domestik selain
> produksi keperluan ekspor berbahan baku lokal. Jika ini terjadi, pemanfaatan
> potensi lokal untuk domestik dan ekspor dapat optimal dan memberi manfaat
> perekonomian maksimal.
>
> Aris Yunanto Pengajar FEUI dan Peneliti pada PSIE Institute
>
>

Kirim email ke