Assalaamu ‘alaikum, adikku... Untuk kesekian
kalinya, surat kakakmu nyembul di sela tumpukan
kertas-kertasmu. Nyelip di antara buku, kitab,
majalah, tabloid, koran, dan seabrek kliping-
klipingmu. Aku nggak kaget bila risalahku ini kau
tempatkan di rak nomor 13 dan mendapat giliran baca
yang ke-13 pula. Aku ngerti, pesan- pesanku yang
asal-tulis semacam ini nggak pantas kauistimewakan...
O ya, mumpung inget aku mo tanya. Bacaan apa sih yang
tertata paling rapi di rak nomor satumu sekarang?
Bolehkah kuintip? Dikit aja?

Adikku... aku nggak usah ngintip deh. Aku kuatir kau
ngerasa privasimu terganggu, lalu kau jadi males
bersaudara denganku. Risiko ini terlalu berat. Jadi,
gantinya, kudoaian aja ya: Moga-moga tiap kali kau
ngerasa gembira, kau noleh ke surat-surat dari-Nya.
Semoga tiap kali kau ngerasa sedih, kau berpaling ke
bacaan yang sama. Mudah-mudahan, entah suka entah duka
kaurasa, selalu kaubaca surat-surat spesialmu itu
dengan lidah basahmu dan bibir mungilmu serta dengan
hati beningmu. Yach, semoga dalam tidurmu pun kau
tetap sering bermimpi ‘surat-suratan' dengan Dia, Sang
Pencipta. Aamiiin.... Eh, kalimat- kalimat indah yang
kau muliakan di deretan terdepan rak nomor satu itu
masih surat-surat-Nya ‘kan? Bukan rajutan kata-kata si
dia yang tiada hari tanpa ngerayu kamu ‘kan?

Ups... Beginilah kakakmu, Dik. Udah bawaan ‘kali, suka
nanya-nanya. Bukan aku mo nginterogasi kamu lho. Buat
apa? Bukankah yang sungguh- sungguh mampu memeriksa
kita masing-masing secara cermat itu malaikat Munkar
dan Nakir di ‘malam pertama' alam kubur kita kelak?

Astaghfirullaah... mikirin alam kubur ngebikin aku
bergidik. Bukan takut ama segala macam hantu yang kata
orang sama dengan syetan. Masak sih, kita lebih takut
ama iblis ketimbang ama Tuhan?... Aku sih lebih ngeri
gimana ngadepin pertanyaan sepasang malaikat penanya.
Semalam aku sampe kurang nyenyak tidur, ngimpiin satu
jenis aja pertanyaan mereka. (Belum lagi jenis
pertanyaan lain. Aduuuh...)

Pertanyaan pertama meluncur dari mereka: “Bacaan apa
yang paling kausukai, hai manusia yang sendirian di
liang lahat!”

“Al-Qur'an!”

Begitu jawabku, Dik... dengan sikap polos seolah-olah
sedang ta'aruf dengan si dia yang kutaksir. Tapi,
sesuaikah jawabanku dengan kenyataan?... Sepasang
makhluk gaib di alam kubur itu kelak nggak bakalan
dapat kubohongi. Di ‘kantong baju' Munkar-Nakir itu
tersimpan film video, rekaman seluruh aspek
kehidupanku di dunia ini, lahir dan batin. Tiada lagi
rahasia hati.

Mulut kita pun tidak lagi bisa kita perintahkan untuk
berdusta. Jika kita hobi ngebaca trend kemajuan zaman,
bacaan porno, berita kriminalitas, olahraga, tabloid
gosip, atau pun bacaan lain dengan tingkat keasyikan
yang mengungguli kekhusyukan kita dalam menelaah
surat-surat-Nya, maka jangan-jangan jawaban yang akan
terlontar dari mulut kita kelak akan sesuai dengan
hobi kita itu, Dik.

“Untuk apa kaubaca Al-Qur'an, hai manusia yang hobi
baca-baca?” tanya Munkar-Nakir hentikan lamunanku...
Wah, makin sukar aja, ya, pertanyaannya.

Lalu aku menjawab ... hmmm ... Sori, Dik. Aku lupa.
(Jangan-jangan udah mulai pikun nih.) Yang kuingat,
seusai itu Munkar-Nakir berkata keras, setengah
membentak:

“Hai manusia! Kami mau tahu bagaimana engkau membaca
Al-Qur'an. Bacalah!”

Dengan rada gemeter aku gerakin lidah dan bibir:
“A'uudzu billaahi minasy syaithaanir rajiim.
Bismillaahir rahmaanir rahiim. ....”

“Bacalah!” sela Munkar-Nakir.

“Lho lho lho... Bukankah aku sedang membaca Al-Qur'an?
Kenapa tetap disuruh baca? Ada apa nih? Ngajak
bercanda, ya?”

“Tidak! Bacalah dengan nama-nama Tuhanmu! Pantulkanlah
sifat-sifat Tuhanmu selaku wakil-Nya di dunia.
Pantulkanlah di setiap degup jantungmu, setiap tetes
keringatmu, setiap embus napasmu... lebih- lebih saat
dan usai kaubaca surat-Nya! Kau tahu, Dia itu Sang
Pengasih. Lantas, seberapa kasih dirimu kepada
makhluk-Nya? Dia itu Sang Penyayang. Tapi, seberapa
sayang dirimu kepada makhluk-Nya? Dia itu Sang
Kreator; seberapa kreatif engkau mewakili Dia di
dunia? ...,” tukas Munkar-Nakir.

Kyaaa... dapet soal kok ya sulit-sulit. Mati aku!
(Loh... kok mati lagi? Di alam barzah, kita udah
game-over ‘kan?)

Tiba-tiba suara menggelegar menusuk lubang telingaku:
“BACALAH! Artikelku dimuat lagi di EraMuslim!”
(Haaah?!) Rupanya sebuah teriakan asing bernada riang
bangunkan aku dari mimpi yang aneh. Yang lebih aneh,
suara asing ini ternyata keluar dari mulutku sendiri!

Akhirnya, tiada lagi kata-kata yang kulontarkan selain
memuji Sang Pencipta kehidupan. “Alhamdu lillaahil
ladzii ahyaanaa ba'da maa amaatanaa wa ilaihin
nusyuur. (Segala puji bagi Allah yang menghidupkan aku
setelah mematikan aku, dan kepada-Nya lah tempat
kembali.)” (HR Bukhari)***


Want to be your own boss? Learn how on Yahoo! Small Business. __._,_.___

selamat datang di web baru FoSSEI
http://www.fossei.org





SPONSORED LINKS
Online social science degree Social science course Social science degree
Social science education Bachelor of social science Social science major


YAHOO! GROUPS LINKS




__,_._,___

Kirim email ke