Amankah ORI?
Cyrillus Harinowo
ORI menjadi kosakata yang ramai dibicarakan beberapa minggu terakhir ini. Jika pada masa kemerdekaan Indonesia ORI dikenal sebagai Oeang Republik Indonesia, mata uang negara kita, maka ORI zaman modern adalah singkatan dari Obligasi Negara Ritel Indonesia.
ORI merupakan surat utang pemerintah yang dijual kepada individu atau perseorangan warga Indonesia sehingga berbeda dengan Surat Utang Negara (SUN) yang lebih ditujukan untuk institusi seperti perbankan, korporasi, maupun investor besar lainnya.
Karena ORI ditujukan untuk nasabah individual, maka besarannya pun juga disesuaikan dengan kemampuan para investor individual, yaitu dengan nilai per unitnya sebesar Rp 1 juta.
Dengan nilai sebesar itu, diharapkan akan semakin banyak pembeli surat utang dari pemerintah sehingga dapat memperluas basis investor bagi surat utang negara tersebut.
Amankah ORI
Mengingat ORI dijual kepada masyarakat luas, tidak mengherankan jika timbul banyak pertanyaan di masyarakat mengenai keamanan surat utang itu.
Secara ringkas, ORI merupakan suatu instrumen investasi yang aman bagi masyarakat. Pemerintah mengeluarkan ORI untuk lebih mengembangkan pasar surat utang dalam negeri dari pemerintah sehingga ketergantungan utang dari luar negeri akan semakin dapat dikurangi.
Keuangan pemerintah kita dewasa ini sebetulnya justru berada pada posisi yang cukup bagus. Defisit APBN kita hanya berkutat pada sekitar satu persen dari PDB, jauh di bawah rasio defisit negara-negara maju di seluruh dunia.
Sementara itu, rasio utang pemerintah terhadap PDB sudah berada di bawah 50 persen dan terus menurun dengan cepat. Rasio utang saat ini bahkan sudah berada di bawah AS, Jepang, India, maupun negara-negara maju di Eropa. Demikian juga rasionya terhadap penerimaan pemerintah juga terus menurun.
Ini semua terjadi karena selama lima tahun terakhir pemerintah berhasil menahan total utang sekitar Rp 1.300 triliun, sementara PDB nominal dan penerimaan pemerintah terus mengalami peningkatan yang cukup signifikan.
Tidak mengherankan jika Standard& Poor serta Fitch IBCA baru-baru ini menaikkan rating dari surat utang Pemerintah RI. Secara hukum, pembayaran kupon bunga dan pembayaran kembali pokok utang itu juga dijamin oleh Undang-Undang Surat Utang Negara Nomor 24 Tahun 2002.
Inilah sebabnya, tidak hanya investor dalam negeri, tetapi juga investor asing pun banyak sekali yang berbondong-bondong membeli surat utang Pemerintah RI karena mereka percaya Pemerintah RI tidak akan ingkar janji dan tidak akan bangkrut.
Berbeda dengan reksadana yang berbasis Surat Utang Negara, risiko kerugian karena penurunan harga ORI juga dapat dihilangkan, yaitu jika investor tetap memegang ORI itu sampai jatuh tempo.
Selama jangka waktu ORI, setiap bulan investor akan menerima kupon bunga secara tetap, sedangkan pada waktu jatuh tempo seluruh utang pokok ORI akan dibayar pemerintah. Bahkan, jika suku bunga bank menurun, harga ORI (dan SUN) akan mengalami kenaikan. Pada saat itulah jika investor mau menjual maka akan diperoleh keuntungan (capital gain).
Dengan demikian, anggota masyarakat yang pernah kecewa dengan reksadana yang berbasis SUN tidak perlu khawatir dengan pengalaman buruk mereka.
Kepemilikan investasi sering harus dilepaskan jika investor membutuhkan uang kas. Dalam keadaan demikian, pertanyaannya adalah apakah mudah untuk menjual kembali ORI itu.
Pemerintah menyadari hal itu. Karena itu, ORI tersebut juga diperdagangkan di bursa maupun di luar bursa. Istilahnya, ORI ini memiliki likuiditas yang tinggi.
Adakah kelemahannya?
Merupakan hal yang harus disadari sejak awal bahwa ORI berbeda dengan tabungan dan deposito dalam hal perpajakan. Tabungan dan deposito dikenai pajak final sebesar 20 persen dari bunga yang diterima. Dengan demikian, penerimaan bunganya tidak perlu dilaporkan dalam SPT ke kantor pajak.
Sementara itu, pajak ORI belum final. Ini berarti penerimaan bunga harus dilaporkan dalam SPT dan dikenai pajak penghasilan yang bisa mencapai 35 persen. Ini berarti, jika bunga ORI satu tahun sebesar 12,05 persen, penerimaan bunga setelah pajak akan menjadi sekitar 7,8 persen.
Sementara itu, suku bunga deposito sebesar 12 persen saat ini (jika sama dengan suku bunga penjaminan) akan menghasilkan penerimaan bunga bersih sebesar 9,6 persen. Karena itu, ORI baru akan menarik jika suku bunga deposito menurun dan mencapai tingkat di bawah 9,75 persen.
Bagi orang yang tidak mau pusing (dan takut dikejar pajak), deposito masih tetap memiliki daya tarik lebih besar dibanding dengan ORI. Bahkan, meski penerimaan bunga bersih sama antara ORI dan deposito, yaitu jika bunga deposito mencapai 9,75 persen, maka insentif untuk membeli ORI masih amat kecil karena keharusan melaporkan penerimaan bunga ORI dalam SPT itu. Karena itu, pemerintah perlu memerhatikan finalitas pajak ORI jika instrumen itu ingin memiliki daya tarik.
Apa pun kesimpulannya, rasanya kita perlu menyambut upaya pemerintah untuk memasarkan ORI. Kita yakin pemerintah memiliki sensitivitas yang tinggi untuk memperbaiki apa yang menjadi kelemahan instrumen ini dalam rangka tercapainya pasar utang yang lebih berkembang di negeri kita.
Cyrillus Harinowo Pengamat Ekonomi


Want to be your own boss? Learn how on Yahoo! Small Business. __._,_.___

selamat datang di web baru FoSSEI
http://www.fossei.org





SPONSORED LINKS
Online social science degree Social science course Social science degree
Social science education Bachelor of social science


YAHOO! GROUPS LINKS




__,_._,___

Kirim email ke