Belajar dari Irwin
 
Steve Irwin bukan raja, bukan presiden, dan bukan pula kepala negara atau pemenang Nobel. Dia hanya seorang pencinta binatang yang antusias.
Dengan antusiasme anak-anak yang ditampilkannya ketika berbicara tentang binatang, dia mempesona semua orang di mana saja. Pada saat Presiden Amerika Serikat berkunjung ke Australia, Irwin termasuk yang diundang bersama kaum terhormat lainnya untuk bertemu dengan tamu negara tersebut.
Dengan cara yang sederhana-itu tadi, dengan antusiasme anak kecil-Irwin mengajak kita lebih jauh mengenal kehidupan binatang. Dunia dapat menyaksikan aksinya bercengkerama dengan berbagai macam hewan buas lewat siaran televisi jaringan Animal Planet, yang konon ditonton oleh lebih dari 100 juta orang. Program tersebut juga cukup populer di Indonesia.
Hati siapa yang tak terharu tatkala melihat Irwin menangis sambil memeluk bangkai gajah yang mati karena terlalu dieksploitasi di Thailand? Bagaimana kita tidak tersenyum menyaksikan wajahnya yang girang bukan main ketika berhasil melepas ular kembali ke habitatnya di sungai?
Irwin memperlakukan ular dan buaya seperti teman akrabnya. Tak henti-hentinya dia memuji-muji mereka itu sebagai "Indah, luar biasa."
Terkadang miris juga menyaksikan aksinya yang sering sangat menyerempet bahaya-atau terlalu PD (percaya diri), kata orang Jakarta. Tetapi begitulah Irwin.
Warga Australia ini adalah seorang konversionis sejati. Tanpa bicara dengan istilah ilmiah yang rumit dan berat, tanpa menguliahi orang sehingga terkesan sok tahu, Irwin menyadarkan kita semua tentang pentingnya memelihara lingkungan yang ramah bagi kelangsungan hidup seluruh ciptaan Tuhan.
Dia adalah contoh manusia yang bertanggung jawab sebagai penghuni planet ini untuk turut memelihara lingkungan hidup lewat rasa cintanya kepada binatang buas.
Kepergiannya yang mendadak-Irwin meninggal dunia pada Senin lalu karena tertusuk duri ikan pari dalam pembuatan film dokumenter Ocean's Deadliest di pantai timur laut Australia-membuat banyak orang terkejut dan sedih. Kisah hidupnya muncul di hampir semua media di seluruh dunia.
Ini menunjukkan betapa orang menaruh perhatian besar terhadap lingkungan dan apa yang diperjuangkan Steve Irwin, 44, selama hidupnya yang singkat itu.
Momen kematian Irwin rasanya tak salah dipakai untuk sekali lagi menyoroti kondisi lingkungan hidup di Indonesia. Alam Indonesia sesungguhnya ramah, tetapi dia juga bisa sangat kejam ketika sudah rusak.
Lihat apa yang terjadi dalam kasus luapan lumpur panas Lapindo Brantas Inc di Sidoarjo, Jawa Timur. Ribuan orang harus mengungsi, kehilangan tempat tinggal, kehilangan mata pen-caharian, dan masih panjang lagi dampak buruk ikutannya.
Sedikitnya enam desa sudah terendam lumpur. Warga bukan saja kehilangan kesempatan menikmati kehidupan yang tenang. Mereka kehilangan segalanya.
Kerusakan lingkungan bukan hanya terjadi di sekitar lokasi luapan lumpur itu, tetapi juga akan sampai jauh ke sungai dan laut yang bakal jadi tempat buangannya.
Bangsa kita-entah dia pejabat tinggi atau rakyat biasa, entah dia pengusaha minyak sawit di Sumatra atau konglomerat minyak di Jakarta-perlu belajar agar hati-hati menghadapi alam atau merasakan ganjarannya jika tak peduli.


Want to be your own boss? Learn how on Yahoo! Small Business. __._,_.___

selamat datang di web baru FoSSEI
http://www.fossei.org

=========================================

http://inminds.co.uk/boycott-brands.html

http://inminds.co.uk/boycott-israel.html






SPONSORED LINKS
Social science book Social science course Social science degree
Social science education Social science class

Your email settings: Individual Email|Traditional
Change settings via the Web (Yahoo! ID required)
Change settings via email: Switch delivery to Daily Digest | Switch to Fully Featured
Visit Your Group | Yahoo! Groups Terms of Use | Unsubscribe

__,_._,___

Reply via email to