Sekedar mau berbagi catatan. Bagi mereka yg berminat untuk menelusuri sejarah 
pemikiran ekonomi, tulisan ini mungkin akan membantu. Tulisan ini diambil dari 
berbagai literaure. Kalau ada yg kurang tepat silahkan diperbaiki. Semoga 
bermanfaa.
                                         
                     ------------------------Catatan  Mafia 
Gombak------------------
PEMIKIRAN EKONOMI ABU YUSUF


Ilmu ekonomi modern yang saat ini berkembang pesat di Barat, adalah  merupakan 
kelanjutan perkembangan ilmu ekonomi dari masa ke masa, mulai  zaman pra 
sejarah 
sampai zaman modern saat ini, tanpa terputus sama  sekali. Semua peradaban yang 
pernah eksis dalam sejarah kehidupan  manusia turut andil dalam proses evolusi 
ilmu ekonomi. Ada suatu masa di  mana peradaban Islam berada pada puncak 
kejayaannya dan berkontribusi  besar dalam pengembangan science termasuk di 
dalamnya ilmu ekonomi,  namun masa kejayaan ini berusaha ditutup rapat oleh 
para 
Ilmuan Barat  dan Eropa yang menurut Schumpeter dalam economic analysisnya 
disebut  sebagai Great Gap. 


Salah satu ilmuan Muslim yang berkontribusi besar dalam pemikiran  ekonomi 
adalah Abu Yusuf. Sebenarnya banyak teori ekonomi dan konsep  keuangan publik 
yang lahir dari buah pikirannya, sebelum teori dan  konsep tersebut secara 
masive berkembang di alam pikiran Ilmuan Barat.  Besar dugaan bahwa Ilmuan 
Barat 
banyak mengutip secara sembunyi-sembunyi  pemikiran Abu Yusuf dalam berbagai 
persoalan ekonomi tanpa  mengikutsertakan sumber referensinya.

Tulisan ini berusaha menelusuri pokok-pokok pemikiran Abu Yusuf tentang  konsep 
ekonomi. Abu Yusuf yang nama lengkapnya adalah Ya’qub ibn Ibrahim  ibn Sa’ad 
ibn 
Husaen al-Anshory adalah seorang Ulama yang memiliki  keilmuan yang luas dalam 
berbagai pesoalan kehidupan. Ia lahir di Kufah  pada tahun 113 H (731 M) dan 
meninggal dunia di Bagdad pada tahun 182 H  (798 H). Pemikiran-pemikirannya 
dituangkan dalam berbagai karyanya,  kitab al-Kharaj mungkin adalah karyanya 
yang paling fenomenal sepanjang  sejarah. Karena keluasan dan kedalaman 
ilmunya, 
Khalifah Dinasti  Abbasiyah, Harun ar-Rasyid, mengangkat Abu Yusuf sebagai 
ketua 
Mahkamah  Agung (Qadhi al-Qudhah). Beliau juga terkenal sebagai salah satu 
murid  
dan pengikut Abu Hanifah pendiri Mazhab Hanafi.

Pendekatan dan metode pemikiran yang digunakan oleh Abu Yusuf adalah  dengan 
mengkombinasikan dalil naqliah dengan dalil aqliah, paparan  pemikiran 
ekonominya menggunakan perangkat analis qiyas dengan  mengedepankan konsep 
al-mashlahah al-‘ammah (kemaslahatan umum),  sehingga buah pemikirannya 
dianggap 
lebih relevan dan fleksibel dengan  kondisi yang ada. 


Setidaknya ada dua hal yang menjadi kontribusi besar Abu Yusuf dalam  
perkembangan ilmu ekonomi, yakni pemikirannya tentang konsep keuangan  publik 
(perpajakan) dan mekanisme pasar (hukum supply-demand).  Pembahasan tentang 
kedua konsep dasar tersebut bisa ditemukan dalam  bukunya, kitab al-Kharaj. 
Kitab al-Kharaj sebenarnya menjadi buku  panduan dalam kebijakan pengelolaan 
keuangan publik. Kitab ini lebih  bersifat birokratif karena ditulis sebagai 
respon atas pertanyaan  khalifah Harun al-Rasyid seputar keuangan negara yang 
berhubungan dengan  permasalahan pajak, administrasi pendapatan dan pengeluaran 
negara yang  didasarkan pada ketentuan agama (shariah Islam) demi menciptakan  
kesejahteraan dan keadilan masyarakat dan mencegah terjadinya kedzaliman  dan 
penindasan.

Yang menjadi prinsip dasar pemikiran Abu Yusuf tentang ekonomi adalah  bahwa 
semua kekayaan yang dikumpulkan dan dikelola oleh khalifah adalah  amanah dari 
Allah yang akan dimintai pertanggungjawaban. Semua kebijakan  negara harus 
mengedepankan aspek kepentingan rakyat seluas-luasnya.

Dalam konsep keuangan publik, penerimaan negara menurut Abu Yusuf dapat  
diklasifikasin dalam tiga kategori utama, yaitu (1) Ghanimah, (2)  Shadakah, 
(3) 
harta fay yang didalamnya termasuk jizyah, ‘usyur dan  kharaj.  Ghanimah adalah 
harta orang kafir yang dikuasai oleh kaum  Muslim melalui peperangan. 
Penerimaan 
negara ini sifatnya tidak rutin  sehingga digolongkan sebagai pemasukan tidak 
tetap. Teknis  pendistribusiannya sesuai dengan panduan dalam al-Qur’an Surat 
al-Anfal  ayat 41. 


Zakat, menurut Abu Yusuf menjadi sumber keuangan negara. Diantara objek  zakat 
yang menjadi perhatiannya adalah zakat pertanian dan zakat dari  hasil barang 
tambang. Penentuan persentase zakat pertanian didasarkan  pertimbangan pada 
jenis tanah dan irigasinya. Tanah yang tidak  membutuhkan tenaga yang banyak 
dalam irigasinya, jumlah zakatnya 10  persen, sementara 5 persen jika tanah 
memerlukan kerja keras untuk  menyediakan air dan irigasinya. Dalam penentuan 
jumlah persentasi ini  selain merujuk pada nash, Abu Yusuf nampaknya sangat 
mengedepankan aspek  keadilannya.

Sumber pendapatan negara lainnya menurut Abu Yusuf adalah harta fay.  Jenis 
harta ini termasuk didalamnya jizyah; pajak yang ditarik dari  penduduk non 
Muslim di negara muslim sebagai biaya perlindungan, Usyr;  pajak harta 
perdagangan yang dipungut dari kaum Muslim maupun  non-Muslim, dan Kharaj; 
pajak 
tanah yang dipungut dari non Muslim. Jenis  yang terakhir ini menjadi sumber 
pendapatan utama negara islam  sepanjang pemerintahan khilafah Islam. 


Dalama pandangan Abu Yusuf, fungsi utama penguasa adalah mewujudkan dan  
menjamin terciptanya kesejahteraan rakyatnya. Alokasi anggaran keuangan  negara 
harus didistribusikan pada pengadaan barang-barang publik demi  terwujudnya 
kesejahteraan umum. Konsep tentang barang publik (public  goods) sudah 
dikemukan 
oleh Abu Yusuf jauh sebelum konsep ini muncul  dalam teori konvensional tentang 
keuangan publik. Negara harus membangun  fasilitas infrastruktur seperti 
penggalian kanal, pembersihan  kanal-kanal umum yang biayanya diambil dari 
anggaran negara. Beliau juga  berpendapat bahwa fasilitas yang hanya 
menguntungkan pihak tertentu  maka biaya pengadaan dan pemeliharaannya 
dibebankan kelompok tersebut. 


“jika proyek seperti itu menghasilkan perkembangan dan peningkatan dalam  
kharaj, anda harus memerintahkan penggalian kanal-kanal ini. Semua  biaya harus 
ditanggung oleh keuangan negara. Jangan menarik biaya itu  dari rakyat dari 
wilayah tersebut karena mereka yang seharusnya  ditingkatkan, bukan 
dihancurkan.” (kutipan dari Adiwarman, 2009) 


Abu Yusuf memahami betul bahwa pengadaan barang-barang publik akan  
berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi. Fasilitas umum akan meningkatkan  
produktivitas masyarakat. Jika tingkat produksi meningkat maka  pendapatan 
negara dari sektor pajak pun akan mengalami peningkatan. 


Dalam konsep perpajakan, Abu Yusuf lebih mengunggulkan sistem pajak  
proporsional (muqasamah) dibandingkan sistem pajak tetap (misahah).  Misahah 
adalah metode penghitungan kharaj yang didasarkan pada  pengukuran tanah tanpa 
mempertimbangakan unsur kesuburan tanah, irigasi  dan jenis tanaman. Sedangkan 
metode muqasamah, tingkat pajak didasarkan  pada ratio tertentu dari total 
produksi yang dihasilkan. Beliau menilai  sistem pajak proporsional (muqasamah) 
lebih adil dan tidak memberatkan  bagi para petani sedangkan sitem pajak tetap 
(misahah) tidak memiliki  ketentuan apakah harus ditarik dalam jumlah uang atau 
barang.  Konsekuensinya, ketika terjadi fluktuasi harga bahan makanan, antara  
perbendaharaan negara dengan para petani akan saling memberikan pengaruh  
negatif.

Dalam penentuan tingkat pajak harus mempertimbangkan jenis tanah,  irigasi dan 
jenis tanamannya demi memastikan terjadinya keadilan dalam  pemungutan pajak.

Abu Yusuf juga menekankan pentingnya menunjuk administrator pajak yang  amanah 
dan tidak koruptif. Mereka harus bekerja secara professional dan  ia 
menganjurkan gaji mereka diambil dari bait mal dan bukan dari  pembayar kharaj 
langsung. Ini dilakukan demi menghindari terjadinya  tindakan penyuapan, 
korupsi 
dan kongkalikon dengan pihak wajib pajak.  Bahkan beliau menyarankan diadakan 
penyelidikan terhadap perilaku para  pemungut pajak. 


Konsep ekonomi Abu Yusuf lainnya adalah tentang mekanisme pasar. Ia  bependapat 
bahwa naik turunnya harga suatu barang tidak selamanya  ditentukan oleh hukum 
permintaan dan penawaran. Ada kalanya makanan  berlimpah, tetapi tetap mahal 
dan 
adakalanya makanan sangat terbatas  tetapi murah. Lebih lanjut beliau 
mengatakan, (Ghazanfar, 2003) 


“Tidak ada batasan tertentu tentang murah dan mahal yang dapat  dipastikan. Hal 
tersebut ada yang mengaturnya. Prinsipnya tidak bisa  diketahui. Murah bukan 
karena melimpahnya makanan, demikian juga mahal  tidak karena kelangkaan 
makanan. Murah dan mahal merupakan kehendak  Allah.”

Untuk menjamin terciptanya harga pasar yang adil maka penguasa harus  
membersihkan pasar dari unsur penimbunan, monopoli dan korupsi.  Hasilnya, 
harga 
yang terbentuk betul-betul murni dari kekuatan  permintaan dan penawaran.

Gombak, 30 April 2010

http://www.facebook.com/#!/notes/ali-rama/pemikiran-ekonomi-abu-yusuf/402048274425


Ali Rama
Master Student in Economics
International Islamic University Malaysia
+60126832319


      

Kirim email ke