Hukum Meriwayatkan
Hadits-Hadits Dhaif Untuk Fadhailul A'mal, Targhib dan Tarhib Oleh Cyber Muslim Salafy
Senin, 29 Maret
2004, http://www.salafyoon.net/mod.php?mod=publisher&op=viewarticle&artid=163 Sebagian dari kaum muslimin
menyangka bahwa masalah mengamalkan hadits-hadits dhai'if untuk fadhaa-ilul
a'mal atau targhib dan tarhib tidak ada khilaf lagi -tentang bolehnya- diantara
para ulama. Inilah persangkaan
yang jahil. Padahal, kenyataannya justru kebalikannya, yakni
telah terjadi khilaf diantara para ulama sebagaimana diterangkan secara luas di
dalam kitab-kitab mushthalah. Dan menurut madzhab Imam Malik,
Syafi'i, Ahmad bin Hambal, Yahya bin Ma'in, Abdurrahman
bin Mahdi, Bukhari, Muslim, Ibnu Abdil Bar, Ibnu
Hazm dan para imam ahli hadits lainnya, mereka
semua tidak membolehkan beramal dengan hadits dha'if secara mutlaq meskipun
untuk fadhaa-ilul a'mal. Tidak syak lagi inilah madzhab yang haq.
Karena tidak ada hujjah kecuali dari hadits-hadits yang telah tsabit dari
Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam. Cukuplah perkataan Imam Syafi'i
rahimahullahu ta'ala: Apabila telah shah sesuatu hadits,
maka itulah madzhabku. Adapun yang dimaksud oleh sebagian
ulama bahwa boleh beramal dengan hadits-hadits dhai'if untuk fadhaa-ilil amal
atau tarhib dan targhib ialah apabila telah datang nash yang shahih secara
tafshil yang menetapkan (itsbat) tentang sesuatu amal, baik wajib, sunat, haram
atau makruh, kemudian datang hadits-hadits dhai'if (yang ringan dha'ifnya) yang
menerangkan tentang keutamaannya (fadhaa-ilul a'mal) atau tarhib dan targhibnya
dengan syarat hadits-hadits tersebut tidak sangat dha'if atau maudhu' (palsu)
maka inilah yang dimaksud oleh sebagian ulama: boleh beramal dengan
hadits-hadits dha'if untuk fadhaa-ilul a'mal atau targhib dan tarhib. Akan
tetapi para ulama yang membolehkan tersebut telah membuat beberapa persyaratan
yang sangat berat dan ketat. Syarat pertama: hadits tersebut khusus
untuk fadhaa-ilul a'mal atau targhib dan tarhib, tidak boleh untuk akidah atau
ahkaam atau tafsir Qur-an. Jadi seseorang yang akan membawakan hadits-hadits
dha'if terlebih dahulu harus mengetahui mana hadits dha'if yang masuk bagian
fadhaail dan mana hadits dha'if yang masuk bagian akidah atau
ahkaam. Syarat kedua: hadits tersebut tidak
sangat dha'if apalagi hadits-hadits maudhu', bathil, mungkar dan hadits-hadits
yang tidak ada asalnya. Untuk membawakannya seseorang harus dapat membedakan
derajat hadits-hadits tersebut. Dan ini tidak dapat dilakukan kecuali oleh
orang-orang yang ahli dalam hadits. Syarat ketiga: hadits tersebut tidak boleh
diyakini sebagai sabda Nabi shalallahu 'alaihi wasallam. Syarat keempat: hadits tersebut harus
mempunyai dasar yang umum dari hadits shahih. Syarat kelima: hadits tersebut tidak boleh
dimasyhurkan (diangkat ke permukaan sehingga dikenal umat). Imam Ibnu
Hajar rahimahullahu ta'ala mengatakan bahwa apabila hadits-hadits dhai'if
itu dimasyhurkan niscaya akan terkena ancaman berdusta atas nama Nabi shalallahu
'alaihi wasallam. Syarat keenam: wajib memberikan bayan
(penjelasan) bahwa hadits tersebut dha'if saat menyampaikan atau
membawakannya. Syarat ketujuh: dalam membawakannya tidak
boleh menggunakan lafadz-lafadz jazm (yang menetapkan), seperti: 'Nabi
shalallahu 'alaihi wasallam telah bersabda' atau 'mengerjakan sesuatu' atau
'memerintahkan dan melarang' dan lain-lain yang menunjukkan ketetapan atau
kepastian bahwa Nabi shalallahu 'alaihi wasallam benar-benar bersabda demikian.
Tetapi wajib menggunakan lafadz tamridh (yaitu lafadz yang tidak menunjukkan
sebagai suatu ketetapan). Seperti: 'Telah diriwayatkan dari Nabi Shalallahu
'alaihi wasallam' dan yang serupa dengannya dari lafadz tamridh sebagaimana
telah dijelaskan oleh Imam Nawawi dalam muqodimah kitabnya al majmu'syarah
muhadzdzab (1/107) dan para ulama lainnya. Jadi demikianlah, kita hendaklah
tidak memudah-mudahkan meriwayatkan suatu hadits sampai kita yakin betul bahwa
hadits tersebut benar-benar shahih dan apabila kita hendak membawakan hadits
dha'if untuk fadhaa'ilul a'mal maka perhatikan syarat-syarat yang telah
ditetapkan oleh para ulama kita seperti telah disebutkan di atas. Wallahu
a'lam. Rujukan: Majalah As-Sunnah No.03/Th.I
Rajab 1413H, hal. 5-9. |
******************************************************** Mailing List FUPM-EJIP ~ Milistnya Pekerja Muslim dan DKM Di kawasan EJIP ******************************************************** Ingin berpartisipasi dalam da'wah Islam ? Kunjungi situs SAMARADA : http://www.usahamulia.net
Untuk bergabung dalam Milist ini kirim e-mail ke : [EMAIL PROTECTED] ********************************************************