Republika, Jumat, 13 Oktober 2006

Denmark Menolak Meminta Maaf

Indonesia meminta Denmark lebih korektif.

JAKARTA -- Tahun lalu, ketika media Denmark, Jyllands Posten memuat 12 kartun yang melecehkan Nabi Muhammad, pemerintah Denmark mengaku tak bisa menindak karena itu merupakan kebebasan berekspresi. Kali ini, alasan serupa disampaikan Denmark menanggapi protes lomba kartun Nabi yang digelar anggota muda Partai Rakyat Denmark (Denmark People Party, DPP).

Alasan-alasan itu disampaikan Duta Besar Denmark untuk Indonesia, Niels Erik Andersen, saat bertemu dengan Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Din Syamsuddin. Kamis (12/10) kemarin, Din dan Andersen bertemu di Kantor PP Muhammadiyah, Menteng, Jakarta Pusat, untuk membicarakan soal kartun penghinaan itu.

''Kartun itu tidak mencerminkan pandangan rakyat Denmark. Saya tidak bisa meminta maaf karena pemerintah tidak bisa campur tangan pada apa yang dilakukan oleh individu-individu. Mereka bertanggung jawab atas apa yang mereka lakukan,'' kata Din --mengutip pernyataan Andersen-- kepada wartawan.

Meski demikian, Andersen mengatakan pemerintah Denmark tetap akan bertanggung jawab. ''Perlu mengadakan dialog antara masyarakat Indonesia dengan masyarakat Denmark. Jadi ini sebagai bentuk tanggungjawab,'' kata Andersen seperti dikutip Din.

Tapi Din mengaku tak bisa menerima alasan Andersen. Apalagi, sebelumnya, media di Denmark juga memelopori pembuatan kartun penghinaan itu. Karena itu, Din mengatakan para ahli hukum Indonesia perlu mengambil sikap untuk membawa masalah tersebut ke Mahkamah Internasional. Sebab penghinaan itu meresahkan publik di dunia.

Din juga memandang terus berulangnya pelecehan merupakan buntut dari penerapan HAM yang liberal. Akibatnya, kebebasan diagung-agungkan, tak peduli apakah kebebasan itu menafikan pihak lain. Menurut Din, pengagungan HAM secara ekstrem itu berbeda dengan ajaran Islam. ''Islam mengajarkan hak asasi, juga kewajiban asasi,'' kata Din.

Menurut Din, tidak bisa dibayangkan kalau kebebasan HAM mutlak dilaksanakan. Akibatnya masing-masing kelompok masyarakat akan berbuat seenaknya saling melecehkan satu sama lain.''Kalau sudah seperti ini yang muncul kemudian hanya konflik. Bahkan akan memicu perang dunia,'' tegas Din Syamsuddin.

Menanggapi tiadanya iktikad Denmark meminta maaf, Juru Bicara Departemen Luar Negeri (Deplu), Desra Percaya, mengatakan pemerintah Indonesia memang tidak terlalu berharap. ''Yang lebih kami harapkan adalah langkah korektif. Dalam hal ini pemerintah Denmark tergerak untuk melakukan langkah antisipasi agar hal yang sama tak terulang kembali,'' katanya di Jakarta, Kamis (12/10).

Menurut Desra, kasus kartun ini terjadi sampai dua kali, padahal merupakan hal yang sensitif. Terulangnya kejadian itu, kata Desra, bisa dianggap sebagai kesengajaan dan merupakan tanda adanya islamfobia.

Langkah korektif itu, kata Desra, telah dimintakan pemerintah Indonesia lewat nota protes pada Selasa (10/10). Menteri Luar Negeri, Hassan Wirajuda, juga telah menelepon menteri luar negeri Denmark untuk menyampaikan penyesalan atas pelecehan itu.

(uba/fer )
********************************************************
Mailing List FUPM-EJIP ~ Milistnya Pekerja Muslim dan DKM Di kawasan EJIP
********************************************************
Ingin berpartisipasi dalam da'wah Islam ? Kunjungi situs SAMARADA :
http://www.usahamulia.net

Untuk bergabung dalam Milist ini kirim e-mail ke :
[EMAIL PROTECTED]

********************************************************

Kirim email ke