ADAKAH ISLAM MODERAT Soal:
Apa dan bagaimana Islam itu? Dari mana kategorisasi ‘moderat’, ‘ekstrem’, ‘radikal’ atau ‘fundamentalis’ itu? Benarkah ‘Islam moderat’ itu ada atau hanya sekadar istilah yang digunakan oleh Barat untuk kepentingan mereka? Jawab: Islam adalah agama (ad-dîn) yang diturunkan oleh Allah Swt. kepada Nabi Muhammad saw. untuk mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya, diri dan sesamanya. Dengan demikian, Islam bukan hanya mengatur masalah akidah, ibadah dan akhlak; Islam juga mengatur masalah ekonomi, pemerintahan, sosial, pendidikan, peradilan dan sanksi hukum serta politik luar negeri. Inilah yang dimaksud dengan Islâm kâffah, sebagaimana yang dinyatakan oleh Allah Swt.: يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلاَ تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ Hai orang-orang yang beriman, masuklah kalian ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kalian mengikuti langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagi kalian. (QS al-Baqarah [2]: 208). Karena itu, Islam adalah agama yang lengkap dan sempurna; Islam tidak lagi membutuhkan agama atau ajaran lain. Ini ditegaskan oleh Allah Swt.: الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ اْلإِسْلَامَ دِينًا Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kalian agama kalian, telah Kucukupkan bagi kalian nikmat-Ku, dan telah Kuridhai Islam sebagai agama kalian. (QS al-Maidah [5]: 3). Bahkan, jika ada yang merasa perlu untuk mengambil dari agama atau ajaran lain, dengan tegas Allah menolaknya, dan apa yang diambilnya itu tidak akan pernah diterima oleh-Nya: وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ اْلإِسْلاَمِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي اْلآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ Siapa saja yang mencari agama selain Islam, sekali-kali tidak akan diterima (agama itu) darinya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi. (QS Ali Imran [3]: 85). Karena itu, tetap harus dibedakan Islam sebagai agama dan ajaran, dengan pemeluknya. Sebagai agama dan ajaran, Islam tidak pernah berubah. Islam sudah lengkap dan sempurna. Hanya saja, pemahaman pemeluknya terhadap Islam itulah yang berbeda-beda; ada yang lengkap dan tidak; ada yang memahami Islam dari satu aspek, sementara aspek yang lain ditinggalkan. Misalnya, Islam hanya dipahami dengan tasâmuh (toleransi)-nya saja, sementara ajaran Islam yang lain, yang justru melarang tasâmuh tidak dipakai. Dari sini, seolah-olah Islam hanya mengajarkan tasâmuh sehingga Islam terkesan permissif. Padahal kenyataannya ada yang boleh di-tasâmuh, dan ada yang tidak. Jadi, tetap harus dipilah antara Islam dan orangnya. Orang yang membawa Islam, atau kadang disebut sebagai pemikir Islam pun, tetap tidak bisa dianggap sebagai Islam itu sendiri. Imam as-Syafi’i mengatakan: Apapun pandangan yang pernah aku kemukakan, atau usul apapun yang pernah aku bangun, sementara di situ ada sesuatu yang bersumber dari Rasulullah berbeda dengan apa yang aku kemukakan, maka pandangan yang benar adalah yang bersumber dari Rasulullah. Itulah yang menjadi pandanganku.1 Artinya, pandangan apapun dari seorang pemikir Islam harus tetap merujuk dan bersumber pada sumber otoritatif, yaitu al-Quran, as-Sunnah, Ijmak Sahabat dan Qiyas. Itu baru bisa dikatakan pemikiran atau paham keislaman. Jika tidak, sehebat apapun orang itu, jika pandangannya bertentangan dengan sumber tersebut, hatta sekaliber Imam as-Syafi’i sekalipun, maka tidak boleh diambil. Demikianlah sebagaimana yang ditegaskan sendiri oleh as-Syafi’i di atas. Dari sini jelas, bahwa Islam itu bersumber dari wahyu, atau apa yang dinyatakan oleh wahyu, yang nyata telah lengkap dan sempurna. Mengenai kategorisasi Islam—’moderat’, ‘liberal’, ‘ekstrem’, ‘radikal’, ‘fundamentalis’, dan sebagainya—meminjam istilah Jalaluddin Rahmat,2 itu adalah mapping (pemetaan), yang berfungsi untuk memudahkan peneliti dalam memahami Islam. Memang, kategorisasi seperti ini merupakan bagian dari pemetaan yang dilakukan untuk memilah-milah Islam berdasarkan kecenderungan orangnya. Dari aspek ini saja sudah keliru karena Islam dilihat dari orangnya, bukan dari Islamnya itu sendiri. Tentu ini bukan dari orang Islam. Orang Islam tidak mempunyai kepentingan untuk melakukan itu. Pemilahan atau pemetaan itu dilakukan oleh orang yang berada di luar Islam, dalam rangka mendekati orang Islam untuk kepentingan mereka. Lalu apa kepentingan mereka? Jelas, devide et impera; belah bambu; satu diinjak, yang lain dirangkul. Tujuan akhirnya, agar orang Islam bisa dijinakkan, dan dikuasai oleh penjajah. Inilah strategi yang juga diakui sendiri oleh George Tenet, mantan Direktur CIA; bahkan merupakan rekomendasi terakhir Donald Rumsfeld sebelum lengser. Dia menegaskan, bahwa umat Islam tidak bisa dikalahkan oleh orang luar, kecuali oleh orang Islam sendiri. Nah, kalau demikian, benarkah Islam moderat itu ada? Tentu tidak ada. Alasannya, karena Islam hanya satu, yaitu agama (ad-dîn) yang diturunkan oleh Allah Swt. kepada Nabi Muhammad saw. untuk mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya, diri dan sesamanya. Mengenai kategorisasi moderat atau yang lain, itu hanyalah mapping, yang didasarkan pada ciri (sifat) orang yang mengambil Islam. Dikatakan ‘moderat’, jika dia bisa bersikap terbuka (inklusif), tidak ekslusif, serta bisa mengkompromikan Islam dan Barat. Disebut ‘radikal’, ‘fundamentalis’ atau ‘ekstrem’ kalau tidak bersikap terbuka (eksklusif), tidak inklusif, dan tidak mau mengkompromikan Islam dengan Barat. Jika dikembalikan pada Islam dan Barat, jelas masing-masing merupakan dua peradaban yang berbeda, dengan karakter dan sumber yang jelas tidak sama. Meski demikian, tidak berarti Islam menutup diri dari produk Barat. Jelas tidak. Alasannya, karena Islam telah memilah: mana peradaban (hadhârah), mana produk material (madaniyyah) yang tidak terpengaruh dengan hadharah; mana sains (‘ulûm) dan teknologi, mana tsaqâfah? Dalam konteks peradaban (hadhârah) dan tsaqâfah, jelas Islam sangat eksklusif. Sebab, bangunan peradaban dan tsaqâfah Islam jelas-jelas berbeda dengan bangunan peradaban dan tsaqâfah Barat. Ini berbeda dengan produk material (madaniyyah) yang tidak terpengaruh dengan hadharah serta sains (‘ulum) dan teknologi, yang bersifat universal, terbuka dan inklusif. Karena itu, Islam pun bisa mengadopsi madaniyyah serta sains (‘ulûm) dan teknologi dari mana pun, sekalipun bukan dari Islam; baik Barat maupun Timur. Pada titik inilah, Nabi saw. mengingatkan kita: إِذَا أَمَرْتُكُمْ فِيْ أَمْرِ دِيْنِكُمْ فَخُذُوْهُ، وَإِذَا أَمَرْتُكُمْ فِيْ أَمْرِ دُنْيَاكُمْ فَإِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ Jika aku memerintah kalian dalam urusan agama kalian maka ambillah; jika aku memerintah kalian dalam urusan dunia kalian maka aku hanyalah manusia seperti kalian. (HR Muslim). Wallâhu a’lam. [] Catatan Kaki 1 Lihat, Dr. Ahmad as-Syarbashi, al-Aimmah al-Arba’ah, Dar al-Jil, Beirut, Lebanon, t.t. hal. 132. 2 Dikemukakan Jalaludin Rahmat dalam diskusi yang diadakan oleh JIL, di Utan Kayu, dengan Muhammad Ismail Yusanto, Zulkifli Mansyah, dan aktivis perempuan.
******************************************************** Mailing List FUPM-EJIP ~ Milistnya Pekerja Muslim dan DKM Di kawasan EJIP ******************************************************** Ingin berpartisipasi dalam da'wah Islam ? Kunjungi situs SAMARADA : http://www.usahamulia.net Untuk bergabung dalam Milist ini kirim e-mail ke : [EMAIL PROTECTED] ********************************************************