Artikel: Namun, keadaan ini dikhawatirkan akan memberikan dampak negatif bagi perusahaan milik negara. Sebab, dengan adanya holding ini, maka kemungkinan privatisasi BUMN akan semakin besar. Terutama setelah tidak adanya Kementerian BUMN sebagai pengawas seperti yang direncanakan.
Yenny sucipto: "Lalu ada super holding yang juga mengkhawatirkan. Ini adalah gaya privatisasi halus Nesare: privatisasi BUMN ke swasta sudah lama berlangsung. Holdingisasi ini hanyalah strategy bisnis dalam mengelola BUMN BUMN itu. Ini masalah management dan bukan politik. Kalau takut privatisasi akan kebablasan ya harus dilaksanakan dari dulu. Masalahnya privatisasi dilakukan itu karena birokrat yang menjalankan BUMN BUMN itu tidak professional dan korup. Makanya dilempar ke swasta non pemerintah dengan harapan di manage dengan baik. Jadi ada 2 masalah disini: mau mengatasi korupsi dan ngatur mental pemimpin/birokrat BUMN atau takut dijual ke swasta non pemerintah. silahkan dipilih. Yenny sucipto: Dalam jangka panjang, upaya holding ini juga dikhawatirkan dapat berdampak pada penjualan aset milik Indonesia kepada asing. Sebab, melalui holdingisasi, maka akan semakin besar potensi penjualan saham perusahaan kepada pihak asing. Nesare: yenny ini gak ngerti bisnis. Ketika BUMN menjadi perusahaan terbuka, BUMN itu sudah dijual kesemua orang termasuk asing. Tetapi untuk menyandang titel persero, saham2nya harus diatas 51% dimiliki pemerintah. ini saja jaminannya bahwa BUMN BUMN tidak jatuh ditangan asing karena pemerintah masih mayoritas pemegang sahamnya. Kalau holdingisasi tidak menjual saham2nya keluar alias tidak go public ya tetap pemiliknya adalah pemerintah Indonesia. Jadi gak ada urusan kaitan holdingisasi dengan penjualan saham ke asing. Yang benar BUMN go public yang bisa jatuh ketangan asing, sekali lagi bukan holdingisasi. Yenny sucipto: "Bahwa aset kita bisa dikuasai oleh asing. Bahkan nanti ini juga bisa jadi sapi perah," tutupnya. Nesare: ketakutan yenny ini gak beralasan. Jelas dia gak ngerti bisnis. Kalau hanya prihatin karena nasionalisme masih bagus, tetapi kalau takut krn nantinya asset diambil alih asing krn holdingisasi ya itu tidak benar. Apalagi ketakutan BUMN menjadi sapi perah itu tidak beralasan. Pemerintah Indonesia masih pemegang saham mayoritas dan pemerintah masih bisa bertindak sbg regulator dalam memikirkan kepentingan nasional. Keprihatinan/ketakutan ini salah arah kalau sasarannya adalah holdingisasi melainkan yang harus ditakuti itu adalah bagaimana mentalitas pejabat pengelola BUMN dan aparatus system politik. Artikel: holding BUMN akan dilakukan di enam sektor. Yakni, sektor jasa keuangan, sektor jalan tol, sektor energi, sektor tambang, sektor perumahan, dan yang paling baru adalah sektor pangan. Presiden Jokowi pun meminta dalam memuluskan pembentukan holding BUMN di enam sektor ini, perlu duduk bersama dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), dan juga Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Nesare: dari segi management sudah bagus dikelompokkan sesuai dengan industry. Masuknya birokrat BPK dan politikus DPR bagus dilihat dari segi ada yang memonitor jalannya BUMN. Tetapi dalam praktik takutnya kekuasaan ini malah merongrong dan mengganggu jalannya management perusahaan. Seharusnya orang2 yang memonitor (siapa saja termasuk BPK, DPR dll) duduk di jajaran board of director atau istilah diindonesia: komisaris yg tugasnya hanya memonitor jalannya BUMN dengan meeting meeting yg hanya sekali atau 2 kali sebulan. Yang saya lihat semakin banyak orang, semakin vulnerable kondisi jalannya perusahaan. Kalau mau professional, ya pemimpinnya hanya 1: CEO. Ini teorinya bisnisnya kalau percaya. Apalagi yang monitor punya political power ya mestinya CEO nya getar getir hatinya takut salah. Ini gak bagus dalam menjalankan suatu perusahaan. Nesare From: GELORA45@yahoogroups.com [mailto:GELORA45@yahoogroups.com] Sent: Monday, October 17, 2016 3:43 PM To: Yahoogroups <gelora45@yahoogroups.com> Subject: [GELORA45] Holding BUMN, Langkah Privatisasi Aset Negara? Namun, keadaan ini dikhawatirkan akan memberikan dampak negatif bagi perusahaan milik negara. Sebab, dengan adanya holding ini, maka kemungkinan privatisasi BUMN akan semakin besar. Terutama setelah tidak adanya Kementerian BUMN sebagai pengawas seperti yang direncanakan. "Lalu ada super holding yang juga mengkhawatirkan. Ini adalah gaya privatisasi halus," kata Sekjen Forum Indonesia Untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Yenny Sucipto Kantor di kantor Fitra, Jakarta, Kamis (18/8/2016). ... http://economy.okezone.com/read/2016/08/18/320/1466745/holding-bumn-langkah-privatisasi-aset-negara Kamis, 18 Agustus 2016 - 12:57 wib Holding BUMN, Langkah Privatisasi Aset Negara? <https://img.okezone.com/content/2016/08/18/320/1466745/holding-bumn-langkah-privatisasi-aset-negara-PPZsMYx7An.jpg> Ilustrasi: (Foto: Okezone) Dedy Afrianto Jurnalis JAKARTA - Pemerintah melalui Kementerian BUMN tengah mematangkan konsep holding BUMN pada berbagai sektor. Bahkan, pada tahun 2017, pemerintah yakin perusahaan BUMN akan semakin kuat dengan adanya super holding ini. PMN pun tak diajukan dalam RAPBN 2017. Namun, keadaan ini dikhawatirkan akan memberikan dampak negatif bagi perusahaan milik negara. Sebab, dengan adanya holding ini, maka kemungkinan privatisasi BUMN akan semakin besar. Terutama setelah tidak adanya Kementerian BUMN sebagai pengawas seperti yang direncanakan. "Lalu ada super holding yang juga mengkhawatirkan. Ini adalah gaya privatisasi halus," kata Sekjen Forum Indonesia Untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Yenny Sucipto Kantor di kantor Fitra, Jakarta, Kamis (18/8/2016). Dalam jangka panjang, upaya holding ini juga dikhawatirkan dapat berdampak pada penjualan aset milik Indonesia kepada asing. Sebab, melalui holdingisasi, maka akan semakin besar potensi penjualan saham perusahaan kepada pihak asing. "Bahwa aset kita bisa dikuasai oleh asing. Bahkan nanti ini juga bisa jadi sapi perah," tutupnya. Seperti diketahui, Kementerian BUMN telah mengusulkan kepada Presiden Joko Widodo, bahwa wacana holding BUMN akan dilakukan di enam sektor. Yakni, sektor jasa keuangan, sektor jalan tol, sektor energi, sektor tambang, sektor perumahan, dan yang paling baru adalah sektor pangan. Presiden Jokowi pun meminta dalam memuluskan pembentukan holding BUMN di enam sektor ini, perlu duduk bersama dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), dan juga Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). (dni)