Nampak jelas ada PERBEDAAN data yang digunakan, entah mana yang BENAR, ... dari 
Suara Pembaruan jelas dinyatakan 2 Tahun Pemerintah Jokowi, ekonomi meningkat, 
juga kemiskinan sedikit membaik. Untuk jelasnya klik link: 
http://www.gelora45.com/news/SP2016102010.pdf

Salam,
ChanCT


From: nesa...@yahoo.com [GELORA45] 
Sent: Saturday, October 22, 2016 12:00 AM
To: GELORA45@yahoogroups.com 
Subject: RE: [GELORA45] 2 Tahun Pemerintahan Jokowi-JK, Meningkatnya Kemiskinan 
dan Kekerasan Terhadap Rakyat




Yang saya lihat di indonesia ekonomi bergerak. Pertumbuhan ekonomi naik. Ada 
inflasi. Orang kaya tambah banyak. Orang miskin juga bertambah banyak. Walaupun 
pendapatan naik tetapi didaerah tertentu ada inflasi yang lebih tinggi melebihi 
pertumbuhan pendapatan. Ini artinya tambah miskin karena value of money 
berkurang. Sekali lagi walaupun income bertambah kalau diikuti oleh inflasi yg 
lebih tinggi, orang tambah miskin krn daya belinya berkurang.

 

Yang harus diperhatikan adalah kesenjangan kaya dan miskin. Ekonomi mah naik 
terus. Indikatornya adalah GDP.

 

Nesare

 

 

From: GELORA45@yahoogroups.com [mailto:GELORA45@yahoogroups.com] 
Sent: Friday, October 21, 2016 8:37 AM
To: Yahoogroups <temu_er...@yahoogroups.com>; DISKUSI FORUM HLD 
<diskusifo...@googlegroups.com>; GELORA_In <gelora45@yahoogroups.com>
Cc: Roeslan <roesla...@googlemail.com>; Lusi.D <lus...@rantar.de>; Daeng 
<menakjin...@t-online.de>; Gol <gogo...@gmail.com>; Mitri 
<scorpio200...@yahoo.de>; Rachmat Hadi-Soetjipto <nc-hadis...@netcologne.de>; 
Harry Singgih <harrysing...@gmail.com>; Jonathan Goeij 
<jonathango...@yahoo.com>; Ronggo A. <ronggo...@gmail.com>; Lingkar Sitompul 
<lingkarsitom...@gmail.com>; Ajeg <ajegil...@yahoo.com>; Mang Broto 
<alimoe...@hotmail.com>; Farida Ishaja <farida.ish...@gmail.com>; Marsiswo 
Dirgantoro <mdirgant...@yahoo.com>; writejo...@gmail.com; Billy Gunadi 
<billyguna...@rogers.com>
Subject: [GELORA45] 2 Tahun Pemerintahan Jokowi-JK, Meningkatnya Kemiskinan dan 
Kekerasan Terhadap Rakyat

 

sumber [Time]

Selama 2 tahun memerintah, Jokowi-JK mengklaim telah berhasil meningkatkan 
perekonomian Indonesia dan mengurangi angka kemiskinan. Pemerintah melalui 
Kantor Staf Presiden menyatakan ukuran keberhasilan pemerintah berdasar 
kenaikan angka Investasi dan pertumbuhan ekonomi.

Klaim keberhasilan pemerintah itu di bantah oleh berbagai organisasi rakyat 
melalui siaran pers nya. Aliansi Gerakan Reforma Agraria (AGRA) menyampaikan 
bahwa angka yang disampaikan pemerintah tidak sesuai dengan kenyataan bahwa 
rakyat semakin miskin. Di pedesaan penghidupan petani semakin merosot, kenaikan 
harga beras ternyata tidak sebanding dengan harga pembelian gabah petani yang 
hanya dibawah Rp. 3.700. Hal tersebut di perparah dengan semakin tingginya 
biaya produksi pertanian seperti bibit, pupuk dan obat-obatan anti hama.

Meningkatnya Jumlah Rakyat Miskin

Di era pemerintahan Jokowi, pengangguran dan kemiskinan terus meningkat. Buruh 
dan rakyat miskin perkotaan, hidup menderita akibat pendapatan yang tidak 
sebanding dengan biaya kebutuhan hidup yang terus meningkat. Begitu pula dengan 
penghidupan kaum tani di pedesaan. Data BPS per-Maret 2016, menyebutkan angka 
kemiskinan di Indonesia mencapai 28,1 juta jiwa (10,86%), dengan persebaran 
10,4 juta jiwa diperkotaan dan 17,67 juta jiwa di pedesaan. Jika mengacu pada 
upah harian buruh tani sebesar Rp. 49.000 perhari, maka sesungguhnya angka 
kemiskinan di Indonesia, jauh lebih besar dibandingkan jumlah yang ditetapkan 
pemerintah.

“Sumber utama meningkatnya kemiskinan di desa adalah monopoli tanah oleh 
perusahaan pekerbunan besar, perhutani, tambang, taman nasional maupun proyek 
infrastruktur. Selain itu monopoli sarana produksi pertanian menyebabkan harga 
pupuk, bibit dan obat-obatan meningkat” papar sekjen AGRA Mohamad Ali. Dalam 
siaran pernya AGRA juga menyampaikan bahwa perampasan tanah mengakibatkan 
jutaan petani kehilangan lahan bertani. Saat ini mayoritas petani Indonesia 
adalah petani gurem (penguasaan lahan dibawah 0,5 hektar) dan buruh tani yang 
tidak memiliki lahan. Hal serupa juga dialami oleh nelayan yang penghidupannya 
terancam oleh proyek reklamasi dan pemberlakuan zonasi perairan.

Hal senada juga disampaikan oleh Ketua Umum Front Mahasiwa Nasional (FMN) 
Rachmad Panjaitan, “Akses rakyat mendapatkan pendidikan di semua tingkatan 
masih rendah, sebanyak 7,3 juta anak usia SD tidak dapat bersekolah, 3 juta 
tidak dapat melanjutkan ke SMP. Bahkan yang dapat melanjutkan kuliah hanya 500 
ribu orang saja per tahun.” Hal ini ditenggarai oleh tingginya angka kemiskinan 
dan masih kurangnya bangunan sekolah yang tersedia. Ditengah kemiskinan yang 
semakin meningkat biaya sekolah anak setiap tahun mengalami kenaikan.

Institut for Democracy Studies (Indies) juga mensitir data BPS yang menyatakan 
bahwa kebutuhan hidup layak di Indonesia rata-rata mencapai 3,2 – 4 juta per 
kepala keluarga. Sedangkan pendapatan per kapita buruh tani Indonesia hanya 
mencapai rata-rata 1 juta rupiah per bulan. Demikian pula rata-rata kebijakan 
upah minum nasional hanya mencapai di bawah 3 juta rupiah. Kehidupan buruh 
semakin sulit dengan kebijakan penetapan upah yang tanpa didasari kebutuhan 
riil buruh melalui PP No.78 tahun 2015.

Kekerasan Terhadap Rakyat Semakin Masif

“Ditengah persoalan ekonomi rakyat yang semakin akut pemerintah justru 
memangkas anggaran untuk kebutuhan rakyat, sebaliknya pemerintah meningkatkan 
anggaran Hankam dan Polri pada APBNP 2016,” ungkap Direktur Indies Kurniawan. 
Peningkatan anggaran pertahanan dan Polri ini berbanding lurus dengan naiknya 
angka kekerasan terhadap rakyat. Angka kekerasan terhadap rakyat meningkat 
selama dua tahun pemerintahan Jokowi-JK, ironisnya banyak melibatkan aparatur 
negara baik sipil maupun militer. Mulai dari penggusuran di perkotaan, 
perampasan tanah untuk infrastruktur hingga konflik lahan di pedalaman.

Hal ini merujuk pada beberapa tindak kekerasan yang juga disertai kriminalisasi 
terhadap rakyat seperti yang terjadi di Lombok, Kubu Raya, Dadap, Dongi-dongi, 
Kampung Pulo, Tulang Bawang-Lampung, Jurang Koak Lombok dan berbagai kasus 
lainnya.

Program Jokowi sejak awal sesungguhnya tidak terlalu berbeda dengan 
pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono. Kedua rezim ini mengutamakan investasi 
asing dan utang, dengan mengusung proyek pembangunan infrastruktur. Yang 
membedakan kedua rezim ini hanya soal gestur: satunya santun dan selalu merasa 
“dizalimi”, satunya lagi digambarkan sebagai sosok sederhana dan hobi blusukan.

Amat disayangkan Jokowi yang kerap mengaku sebagai “Presiden  rakyat”  justru 
selama 2 tahun pemerintahannya kebijakannya tidak berpihak pada rakyat. Jokowi 
lebih memilih cara-cara neoliberal seperti 13 paket kebijakan yang sangat pro 
investor.

Indonesia adalah negara yang dengan sumber daya alam atau bahan mentah yang 
sangat dibutuhkan negeri industri besar. Mereka berkepentingan untuk menguasai 
bahan mentah tersebut. Maka, investasi dan pembangunan infrastruktur lebih 
banyak dilakukan untuk mendukung kepentingan penguasaan sumber daya alam hingga 
pelosok Indonesia. Konflik akan semakin panjang jika model seperti ini tetap 
dipertahankan, dan korban dari rakyat akan semakin besar. Rakyat akan tergusur, 
terusir dan menjadi gelandangan di negeri yang kaya ini.





Kirim email ke