Sebelum terlalu jauh mereka-reka soal apa yang sering dikabarkan dengan
istilah "pemecatan Tan Malaka", berikut saya turunkan penjelasan Alimin,
seorang kawan seangkatannya dan yang mengenal Tan Malaka sampai ke ulu
hatinya.

Dikutip dari Brosur Alimin: "ANALYSIS" yang diedit oleh Penerbit
Admininstrasi Madjallah „BINTANG MERAH“ - Bintaran Kulon 14
Djokjakarta, April 1947.


Halaman 15-17,

Kutipan mulai:

TENTANG ROYERAN

Tan Malaka merasa tidak senang hati bahwa ada kabar dia telah diroyeer
(dipecat-pen.L.) oleh . . . . Dari fihak Partai, waktu Partai dipimpin
oleh kawan-kawan lain dan juga setelah kembali di tangan kami, kami
tidak memperhatikan soal-soal partai lain atau soal-soal seseorang yang
tidak berhubungan dengan Partai. Kami hanya berdaya-upaya membangunkan
dan mendidik kader baru, mengumpulkan kawan-kawan yang tidak curang dan
kawan-kawan yang lurus hati dan bersama-sama kami berikhtiar mendirikan
sekolahan dan kursus-kursus bagi pemuda yang kami didik dalam ilmu
Marxisme-Leninisme, yang kemudian hari akan jadi dasarnya Partai kami,
Partainya Lenin dan Stalin. Kami tidak suka meminta dan mengundang
kawan-kawan atau anggota Partai lama kembali ke dalam Partai dengan
tidak kehendaknya sendiri. Manurut hukum Partai, anggota Partai yang
telah lama tidak bekerja bagi Partai atau telah lama dengan sengaja
menjauhkan diri dari Partai atau masuk anggota Partai lain, maka orang
atau anggota itu bukan anggota Partai lagi. Partai Komunis mempunyai
disiplin dan hukum sendiri. Partai Komunis bukan Partai borjuis dan
juga bukan Partai nasional (Front? - pen.L.) dimana anggota-anggotanya
bertindak atau berbuat dengan semau-maunya sendiri.

Pada kaca (alinea?-pen.L.) yang penghabisan penulis „Thesis“ (Tulisan
Tan Malaka – pen.L) minta dibuktikan siapa yang meroyeer dan dimana dia
berada pada waktu dia diroyeer. Lebih lanjut dikatakannya, bahwa disini
ada dua Tan Malaka. Tan Malaka palsu dan Tan Malaka sebenarnya.

P.K.I. tidak bisa meroyeer orang yang bukan anggota Partai dan Tan
Malaka bukan anggota Partai lagi. Seperti Nath Roy di India –
Ex-Komunis, yang mendirikan Partai lain di India telah diroyeer oleh
Partai – akan tetapi Roy nekat, dikatakannya: „Saya tidak mau
mengakuinya, saya orang Komunis“. Partai tidak mau mengakuinya sebagai
anggota lagi, baik Tan Malaka palsu atau Tan Malaka sebenarnya. Partai
menolak kedua-duanya, baik yang sebenarnya apalagi yang palsu.

Orang memegang keras anggapan „titel“ atau „kekuasaan penuh“ yang
katanya diberikan padanya oleh rapat Besar (Komintern?-pen.L.). Ia
appel. Oleh karena dia memegang „mandat pol“ dari organisasi Besar, dia
tidak suka diroyeer, dia minta putusan „tertinggi“. Juga waktu kami ada
di Sana (Uni Soviet – pen.L.) kami tidak mendengar apapun tentang
royeerannya oleh organisasi Besar. Sekarang organisasi Besar sudah
tidak ada lagi, jadi kalau dia menuntut  H a k i m   K o m u n i s
T i n g g i, dia harus cari sendiri dimana adanya hakim itu. Dia
menakut-nakuti dan menuntut supaya perkara itu diputuskan oleh „Hakim
Internasionale“ - sedangkan Internasionale tidak punya „Hakim“ -
Hakimnya ialah seluruh badan Partai bersama-sama. 

Partai tidak mengindahkan siapapun juga – anggota Partai „besar“, kecil,
ber-“otoritet“  atau „mandat-loos“, dihadapan Partai mereka adalah
anggota dan hanya anggota biasa. Kita sama kita dalam satu Partai –
Partai Komunis. Kami kira sangkalan yang diajukan oleh si Penulis
„Thesis“ itu lebih tepat jikalau „sangkalan“ itu disangkal dan
ditunjukkan oleh perbuatannya si penulis sendiri. Tan Malaka tidak
perlu kecil hati dan ragu-ragu dan janganlah memperhatikan omong-omong
dan perkabaran, dan jangan menduga-duga orang yang tidak salah atau
yang menyalahkan padanya dan kerjakanlah terus keyakinan sendiri.

Kutipan selesai.

Salam. Lusi.-






Am Mon, 9
Jan 2017 21:32:35 +0800 schrieb "'Chan CT' sa...@netvigator.com
[GELORA45]" <GELORA45@yahoogroups.com>:

> Kalau diperhatikan PKI didirikan tahun 1920, hanya dalam waktu 6
> tahun, apalagi dimasa itu segala hubungan lalulintas dan informasi
> masih sangat terbelakang begitu, ... patut dipertanyakan APA PKI
> betul-betul sudah siap dan cukup KUAT untuk melancarkan Pemberontakan
> terhadap Penjajah Belanda??? Dan, kalau dilihat dari kenyataan
> terjadi, PKI yang KALAH dan digebuk koloni Belanda, tidak sedikit
> kadernya dibuang ke Digul. Menandakan analisa Tan Malaka ada
> BETULNYA! Jangan lakukan pemberontakan dulu, konsolidasi kekuataan
> dan barisan pendukung pemberontakan dibanyak tempat di Nusantara ini
> dulu!
> 
> Bukankah kita harus pandai dan dengan tepat melihat kekuatan diri
> sendiri dan kekuatan musuh! Pada saat kita lemah musuh jauh lebih
> kuat, yaa jangan buru-buru muncul melancarkan pemberontakan! Kalau
> tubuh kita masih kurus-ceking harus menghadapi lawan yang bertubuh
> besar-kekar, yaa jangan mau beradu digelanggang manapun! Konsolidasi
> dulu kekuatan tubuh sebaik-baiknya, carilah gelanggang yang
> menguntungkan kita untuk melawan musuh yg bertubuh besar-kekar
> itu, ... Apalagi kalau tidak ada pimpinan-pimpinan yang ahli militer,
> dan pandai menentukan strategi-taktik perjuangan, kalau melancarkan
> pemberontakan tanpa ada jenderal-jenderal ulung dengan
> pasukan-perajurit yg kuat, ... bagaimana bisa mau menang? Itu namanya
> bermain-main api, yaa diri sendiri yang terluka terbakar! Rakyat jadi
> korban saja, ...
> 
> 
> Salam,
> ChanCT
> 
> 
> From: kh djie dji...@gmail.com [GELORA45] 
> Sent: Monday, January 9, 2017 9:00 AM
> To: Gelora45 
> Subject: Re: [GELORA45] Dari Maklumat, Penculikan, sampai Pembunuhan
> 
>   
> 
> Rupanya memang ada analisa dari Tan Malaka tentang kesalahan
> pembrontakan PKI tahun 1926. Tidak tahu apa dia membuat analisanya
> untuk mencegah pembrontakan itu, yang pasti gagal, dan diberikan pada
> Alimin atau analisa itu dibuatnya sesudah terjadinya pembrontakan
> itu ? Belum seminggu setelah peristiwa 30 September 1965, terbit
> majallah Liberty yang belakangan dikuasai Murba, dengan analisanya
> sebab sebab kegagalan 30 September. Yang saya masih ingat sedikit :
> Bahwa itu adalah Putsch, bukan gerakan massa, tidak sesuai dengan
> teori Marxis-leninis tentang pembrontakan, yang didahului dengann
> pemogokan besar2an di mana2, perlawanan kaum tani, ekonomi yang buruk
> sekali sehingga orang terpaksa membrontak. Rupanya diambil dari
> analisa kegagalan pembrontakan 1926, maka bisa begitu cepat
> keluarnya ??
> 
> 2017-01-09 1:30 GMT+01:00 Sunny <am...@tele2.se>:
> 
>   Tan Malaka hadir pada komintern di Moscow bersama Sneevliet, Ho Chi
> Minh kalau tak  salah  di majalah  South East Asian Studies, terbitan
> tahun 1970-an. 
> 
>   From: mailto:GELORA45@yahoogroups.com 
>   Sent: Sunday, January 8, 2017 2:36 PM
>   To: Gelora45 
>   Subject: Re: [GELORA45] Dari Maklumat, Penculikan, sampai Pembunuhan
> 
>     
> 
>   Kalau menurut di bawah ini, dipecat :
>   
> http://historia.id/modern/dukung-demokrasi-terpimpin-sukarno-tan-malaka-jadi-pahlawan-nasional
> 
>   Tan Malaka dipecat dari PKI karena menentang pemberontakan PKI
> 1926/1927. Dia kemudian mendirikan Pari (Partai Republik Indonesia)
> di Bangkok pada Juni 1927. Setelah kembali ke Indonesia, dia
> mendirikan Partai Murba pada 7 November 1948, pasca-Peristiwa Madiun
> 1948. (Baca: Akhir Tragis Republik Komunis)
> 
>   2017-01-08 12:29 GMT+01:00 'Lusi D.' lus...@rantar.de [GELORA45]
> <GELORA45@yahoogroups.com>:
> 
>       
>     Walaupun terlambat perlu saya kemukakan, kalau menurut kejadian
>     sejarahnya Tan Malaka tidak didepak dari PKI, melainkan dia
> sebagai pimpinan utama PKI tidak membangun PKI kembali dan membentuk
> partai baru yang dinamakan PARI singkatan Partai Republik Indonesia.
> Kalau menurut kesaksian Alimin bahkan untuk membangun PARI itu Tan
> Malaka menggunakan uang milik Komintern. Faktual, apa yang bung Chan
> kemukakan itu tidak bisa dibuktikan keabsahannya. Karena itu tidak
> bisa dikemukakan "didepak keluar dari PKI" seperti yang bung
> kemukakan itu.
> 
>     Bung Chan pernah membaca tulisan Tan Malaka ttg teori Aslia Tan
> Malaka? Untuk menambah pengetahuan ttg Tan Malaka baik sekali
> dipelajari teorinya itu dan sekaligus secara tidak langsung bisa kita
> ikuti bagaimana sejarah perkembangan berfikir dan pengetahuan para
>     founding-mother and -father kita waktu itu untuk menyimpulkan
> wilayah Indonesia sekarang ini.
> 
>     Pendapat lainnya saya kira itu hasil pemikiran dan dayatangkap
>     masing-masing ttg pengalaman langsung perjuangan Soemarsono ikut
>     dalam membangun Nasion Indonesia sesuai dengan metode berfikir
> dan sikap maupun pendiriannya.
> 
>     Salam. Lusi.-
> 
>     Am Sun, 11 Dec 2016 09:38:11 +0800 schrieb "Chan CT"
>     <sa...@netvigator.com>:
> 
>     > Terimakasih, bung Lusi! Satu kutipan tulisan Soemarsono saat
>     > terjadi penculikan 3 Juli 1946 itu, ... dan dari kutipan itu
>     > sangat jelas menyatakan, bahwa letkol. Soeharto yang terlibat
>     > penculikan 3 Juli 1946 itu adalah jenderal Soeharto yang
>     > kemudian menjadi Presiden RI ke-2! Dan, ... juga JELAS letkol.
>     > Soeharto ketika itu “KAWAN KITA”, bersama-sama Pramudji,
>     > Soemarsono di Pemuda Pathook, grupnya PESINDO dari Partai
>     > Sosialis ketika itu!
>     > 
>     > Jadi, ... kenyataan memang membuktikan sejal jaman Rev. Agustus
>     > itu, Soeharto sudah tergolong KIRI, ... yang berpihak pada
>     > gerakan komunis! Yang menjadi PERTANYAAN, sejak kapan Soeharto
>     > berubah pandangan/pendirian menjadi ANTI-KOMUNIS, penghianat?
>     > Atau Soeharto itu JUSTRU seorang bermuka-dua yang diselundup
>     > masukkan dalam PKI!!! Benar sementara suara dibawah, bahwa DN
>     > Aidit TERTIPU Soeharto, ...! Satu KESALAHAN-FATAL, yang membuat
>     > PKI, yang selama itu menjadi kebanggaan Aidit telah menjadi
>     > partai komunis terbesar setelah PKT dan PKUS, digebuk
>     > hancur-luluh oleh jenderal Soeharto tidak lebih dari 8 jam saja!
>     > 
>     > Tapi, setelah membaca kutipan dibawah ini saya juga timbul
>     > pertanyaan, seandainya saja Soemarsono disaat itu sudah ada
>     > hubungan dekat dengan letkol. Soeharto, seperti dinyatakan
>     > dalam kalimat: “Di luar perhitungan mereka, ternyata Amir
>     > Sjarifuddin lolos dari penculikan itu dan kebetulan saya juga
>     > segera datang ke Istana dan ikut mengatur pasukan yang menjaga
>     > Istana bersama Letkol Suharto yang waktu itu menjabat Komandan
>     > Resimen di Yogya.” , kenapa pertanyaan pertama yang diajukan
>     > saat bertemu Soeharto: “Dik Harto terlibat ndak?” “Ndak mas,
>     > ndak mas.”
>     > 
>     > “Bener ndak?”
>     > 
>     > “Ndak.”
>     > 
>     > “Ha, ya sudah kalau tidak, sekarang pasukannya dislokasinya
>     > 
>     > di mana?” Nah kemudian dia kasih tahu.
>     > 
>     > “Ha sekarang coba, pasukannya itu digerakkan untuk membantu
>     > melindungi Istana.”, itulah yang saya katakan pada dia.
>     > 
>     > 
>     > 
>     > Seperti nampak Soemarsono ketika itu, sudah menaruh curiga pada
>     > letkol Soeharto? Bukankah lebih masuk akal, kalau pertanyaan
>     > pertama adalah bagaimana pengaturan keamanan Presiden Soekarno?
>     > Begitulah pernyataan penegasan, Soemarsono ketika itu TIDAK
>     > mengetahui letkol. Soeharto terlibat dalam penculikan 3 Juli
>     > 1946, “Di kemudian hari baru saya tahu bahwa Suharto sebenarnya
>     > terlibat dalam Peristiwa 3 Juli 1946 itu. Dari buku
>     > Otobiografi-nya yang sudah diterbitkan itu baru diketahui,
>     > bahwa Suharto ternyata ada hubungan dengan komandan divisi yang
>     > waktu itu terlibat, yaitu Sudarsono.” 
>     > 
>     > Lalu, ... Amir ke Istana menemui Bung Karno, tapi bisa
>     > mengatakan kenapa bung Karno diam saja? Darimana bung Karno
>     > bisa mengetahui hari itu terjadi penculikan??? Amir cuma
>     > mengatakan: “Saya lari ke Istana, tapi lihat itu. Presiden
>     > bukan bertindak untuk menolong, tapi malah kehilangan
>     > akal.” ...“ Yaa, itulah kenyataannya, kehilangan akalnya apa
>     > bagaimana. Itu kenyataan pada waktu itu Bung Karno kayak begitu
>     > dan itu kesaksian saya. Jadi waktu Amir diculik, Bung Karno
>     > mencari sesuatu yang gaib.” Demikian kata Soemarsono
>     > selanjutnya. Tentu kita semua tidak bisa mengetahui bagaimana
>     > kejadian apalagi menelusuri percakapan yang terjadi ketika itu
>     > sesungguhnya, ... namun, apa yang dinyatakan Soemarsono sebagai
>     > saksi hidup kejadian ketika itu, ... juga menimbulkan tanda
>     > tanya yang masih sulit terjawab dengan persengketaan POLITIK
>     > yang terjadi ketika itu. Banyak hal yang mesti diteliti lebih
>     > lanjut, bagaimana jalan pikiran dan garis POLITIK
>     > kelompok-kelompok yang bertarung ketika itu sesungguhnya, tanpa
>     > berkeras menganggap dirinya sendiri yang PALING BENAR! 
>     > 
>     > Jelas ketika itu terjadi beda pendapat yang sangat sengit
>     > termasuk didalam barisan KIRI, yang sampai sekarang tetap
>     > menyudutkan Tan Malaka sebagai pengikut Tratsky dan diepak
>     > keluar dari PKI, lalu membentuk MURBA. Dan rupanya Tan Malaka
>     > juga terlibat dalam kudeta 3 Juli 1946 itu, ... lalu menentukan
>     > dimana salahnya dan bagaimana yang BENAR dan lebih baik
>     > dijalankan sesuai dengan situasi yang dihadapi ketika itu???
>     > 
>     > 
>     > Salam,
>     > ChanCT
>     > 
>     > 
>     > -----原始郵件----- 
>     > From: 'Lusi D.' lus...@rantar.de [GELORA45] 
>     > Sent: Saturday, December 10, 2016 11:39 PM 
>     > 
>     > 
>     > 
>     > Para sahabat.
>     > Yang pertama kali melakukan budaya kudeta dalam sejarah Nasion
>     > Indonesia adalah klik Tan Malaka. Di kalangan kaum
>     > marxis-leninis terkenal sekali doktrin bahwa bagi kaum
>     > revolusioner sekali-kali tidak dibenarkan melakukan kudeta.
>     > Kudeta bertentangan dengan ajaran tentang revolusi.
>     > 
>     > Sebagai bahan studi sejarah, berikut ini saya turunkan kutipan
>     > buku Revolusi Agustus - Hasta Mitra hlm.64-70, dari salah
>     > seorang saksi langsung dalam Peristiwa 3 Juli 1946, Pak
>     > Soemarsono, dengan kedudukan waktu itu sebagai seorang Mayor
>     > Jendral, memberi perintah bersejarah langsung kepada letkol.
>     > Soeharto untuk melucuti pasukan Divisi Sudarsono yang sedang
>     > terlibat melakukan kudeta terhadap Presiden Soekarno di
>     > Yogyakarta pada tgl. 3 Yuli 1946. Saya kirimkan juga dlm format
>     > pdf.
>     > 
>     > 
>     > Kutipan mulai:
>     > 
>     > 5. Ambisi Tan Malaka dan Kudeta 3 Juli 1946
>     > 
>     > Walaupun Bung Karno sudah menjadi Presiden RI Tan Malaka masih
>     > terus berambisi ingin menjadi Presiden Republik Indonesia. Lalu
>     > caranya bagaimana? Ambisi Tan Malaka ini ada hubungannya dengan
>     > Soekarno dan termasuk juga dengan Hatta, tapi hubungannya yang
>     > menonjol itu dengan Soekarno. Sebenarnya ketika itu Soekarno
>     > masih suka diliputi rasa takut-takut, ngeri bagaimana kalau
>     > tertangkap oleh Sekutu. Sebab dia masih bisa dituduh sebagai
>     > kolaborator Jepang dan bisa diadili sebagai penjahat perang.
>     > Karena syak wasangkanya Soekarno itu, dia selalu ditakut-takuti
>     > oleh orang-orangnya Tan Malaka, antara lain oleh Soekarni,
>     > Chaerul Saleh dengan maksud supaya Soekarno siap bila suatu
>     > ketika Inggris atau Sekutu menangkap Soekarno, sambil
>     > mengajukaan pertanyaan:
>     > 
>     > “Kalau Bung Karno ketangkap lalu siapa yang menggantikan Bung
>     > Karno?”
>     > 
>     > Akhirnya mereka mengemukakan Tan Malaka yang akan menggantinya
>     > dan mereka tahu bahwa Soekarno kenal Tan Malaka ini. Orang yang
>     > pernah termasuk lingkaran pimpinan PKI, dia juga bukan
>     > sembarang orang. Akhirnya Soekarno minta bertemu dengan Tan
>     > Malaka dan pertemuan itu terjadi beberapa kali, yang terakhir
>     > kali pertemuan di rumah Dokter Suharto, dokter pribadi Bung
>     > Karno di Kramat, Jakarta. Bung Karno dan Tan Malaka datang ke
>     > situ dan tercapai satu persetujuan yang ditulis sendiri oleh
>     > Bung Karno yang intinya: ”Bila Bung Karno menemui halangan,
>     > tidak bisa melanjutkan tugasnya sebagai Presiden, maka
>     > kedudukan itu diserahkan kepada Tan Malaka.”. 
>     > 
>     > Dengan demikian Tan Malaka punya dokumen mandat. Kalau
>     > seandainya Tan Malaka benar jadi Presiden, Tan Malaka bisa
>     > mengatakan “Ini Soekarno menyerahkan jabatan kepresidenan
>     > kepada saya!”, jadi syah. Malah kalau testamen ini dibandingkan
>     > dengan kejadian G30S seperti Supersemar itu sebenarnya tidak
>     > syah, karena dengan Supersemar itu Suharto yang mengoper
>     > wewenang Bung Karno. Itulah sebabnya Suharto tidak berani
>     > mempublikasi Supersemar-nya, karena Soekarno hanya memberikan
>     > kuasa pengamanan saja kepada Suharto. Jadi bukan wewenang
>     > kepresidenan yang diserahkan, bukan menyerahkan supaya Suharto
>     > yang jadi presiden.
>     > 
>     > Karena Tan Malaka itu akalnya banyak akhirnya dia dapat surat
>     > kuasa dari Bung Karno itu. Itu benar saya lihat suratnya. Kalau
>     > Bung Karno berhalangan, maksudnya kalau Sekutu datang dan Bung
>     > Karno ditangkap, ‘kan kepresidenan jadi vacum, nah majulah itu
>     > Tan Malaka. Jadi menurut surat itu jelasnya apabila Bung Karno
>     > berhalangan. Tapi waktu kejadian Peristiwa 3 Juli 1946 itu Bung
>     > Karno tidak ada halangan apa-apa, kok Bung Karno dituntut oleh
>     > pengikut Tan Malaka supaya Tan Malaka dijadikan Presiden.
>     > 
>     > Untuk melaksanakannya dibikinlah suatu rekayasa dengan terlebih
>     > dahulu menculik Sutan Sjahrir, jadi Perdana Menterinya diculik.
>     > Lalu Amir Sjarifuddin, Menteri Pertahanan juga diculik, tapi
>     > bisa digagalkan. Kemudian mereka menggerebek Istana. Tetapi
>     > dalam waktu singkat setelah terjadi peristiwa penculikan itu
>     > saya berada di Istana Presiden di Yogya bersama Letkol Suharto
>     > yang waktu itu menjabat Komandan Resimen di Yogya. Orang-orang
>     > Tan Malaka itu menuntut pelaksanaan supaya Tan Malaka menjadi
>     > presiden. Padahal isi dalam surat itu pengertiannya yang benar,
>     > itu kalau Presiden berhalangan dan itupun maksudnya kalau Bung
>     > Karno ditangkap oleh Sekutu. Waktu itu tidak terjadi apa-apa
>     > yang menimpa Bung Karno, tapi dia dituntut supaya menyerahkan
>     > kepresidenannya kepada Tan Malaka dan kalau Bung Karno
>     > menyerahkan kekuasaan seperti yang memang benar ditulis pada
>     > testamennya itu, menyerahkan kepresidenannya, ya Tan Malaka
>     > yang menjadi Presiden pada 3 Juli 1946 itu dan waktu itu
>     > calon-calon menteri Tan Malaka sudah berdatangan di Istana.
>     > 
>     > Di luar perhitungan mereka, ternyata Amir Sjarifuddin lolos dari
>     > penculikan itu dan kebetulan saya juga segera datang ke Istana
>     > dan ikut mengatur pasukan yang menjaga Istana bersama Letkol
>     > Suharto yang waktu itu menjabat Komandan Resimen di Yogya. 
>     > 
>     > Saya kebetulan sedang menghadiri konferensi di Yogya dan juga
>     > ada pertemuan Pesindo waktu itu. Saya memang sering ke
>     > Yogya,Perjuangan Sesudah Jepang karena ada kalanya
>     > menyelesaikan urusan-urusan yang memang saya musti kerjakan di
>     > Yogya. Dan saat-saat terakhir karena sering ada pertemuan
>     > dengan Panglima Besar Sudirman, dengan Djokosujono atau
>     > pertemuan Dewan Pertahanan Negara, jadi saya lebih banyak
>     > berada di Yogya.
>     > 
>     > Jadi hari itu tanggal 3 Juli 1946, Menteri Pertahanan Amir
>     > Sjarifuddin diculik. Peristiwa penculikan itu baru kami ketahui
>     > kemudian. Maksud penculikannya tidak tahu, juga dia mau dibawa
>     > ke mana. Dalam peristiwa penculikan itu Amir Sjarifuddin, di
>     > luar perhitungan mereka, sempat merebut senjata si penculik
>     > itu, dengan sigap dia todongkan senjata itu ke sopir yang
>     > menculik dan Amir Sjarifuddin memerintahkan - kiri - kanan -
>     > kiri - akhirnya masuk Istana. Kejadian ini saya ketahui
>     > kemudian dari cerita Amir Sjarifuddin sendiri.
>     > 
>     > Kembali pada kejadiannya. Sementara proses penculikan itu
>     > berlangsung, kami dari tempat penginapan pagi hari mendengar
>     > tembakan, kemudian melihat keluar, ini kok suara tembakan
>     > jurusannya ke arah tempat tinggal Amir di sana. Kita memang
>     > jadi waspada waktu itu dan rupanya memang tempat Amir itu
>     > diserang. Dia itu Menteri Pertahanan diserang oleh Kompi Jusuf
>     > dari Divisi Sudarsono di Yogya dan pasukan pengawal Menteri
>     > Pertahanan mempertahankan. Jadi itulah pasal terjadinya
>     > tembak-menembak itu, karena itu kami rombongan Pesindo, semua
>     > berangkat ke sana. Waktu pengawal di rumah Amir itu diserang,
>     > saya ikut bertempur juga di situ dan itu saya ikut secara
>     > perorangan saja, wong kami tidak membawa pasukan, ikut
>     > bertempur di situ untuk menghalau serangan terhadap Amir itu.
>     > Tapi rupanya Amir bisa lolos, dan penyerangnya kabur semua.
>     > Akhirnya pertempuran ini tidak diteruskan, lalu mereda begitu
>     > saja, pasukan mereka buyar dan lari. Dan kita tidak
>     > memperhatikan itu lagi. Kemudian kami mendengar bahwa Amir
>     > sudah dibawa pergi oleh suatu truk, jadi kami terus ikut pergi
>     > juga mencari ke jurusan mana truk itu pergi. Akhirnya kami
>     > mendengar bahwa Amir itu tilpun dari kepresidenan, dari Istana,
>     > artinya dia ada di Istana. Karena Amir Sjarifuddin sudah berada
>     > di Istana, lalu kami pagi itu terus menuju ke Istana dan
>     > kira-kira setengah enam pagi begitu saya sudah di Istana
>     > Presiden dan berjumpa Amir Sjarifuddin. Jadi yang pertama kali
>     > ketemu Amir di Istana ya rombongan kami, bukan saya saja, tapi
>     > teman-teman Pesindo juga yang masuk di Istana, Amir kelihatan
>     > masih gusar sekali. Di Istana saya juga berjumpa dengan Bung
>     > Karno. Saya ada di Istana, dan Amir juga.
>     > 
>     > Ini cerita the naked truth suasana pagi waktu itu. Amir masih
>     > pakai sarung dan baju piyama, dia bilang: “Coba lihat!” Yang
>     > dimaksudkan adalah Bung Karno. Waktu itu saya masuk ke ruangan,
>     > Bung Karno duduk bersila di kursinya, ada keris di depannya.
>     > Amir cuma mengatakan: “Saya lari ke Istana, tapi lihat itu.
>     > Presiden bukan bertindak untuk menolong, tapi malah kehilangan
>     > akal.” Maksudnya Amir, Soekarno ini kan Presiden, mustinya kan
>     > kalau dia pemimpin dia musti cari bantuan untuk menolongnya,
>     > tapi hij had niks gedaan (Dia tidak melakukan apa-apa). Yaa,
>     > itulah kenyataannya, kehilangan akalnya apa bagaimana. Itu
>     > kenyataan pada waktu itu Bung Karno kayak begitu dan itu
>     > kesaksian saya. Jadi waktu Amir diculik, Bung Karno mencari
>     > sesuatu yang gaib. 
>     > 
>     > Waktu itu semua yang berada di Istana belum tahu kalau itu suatu
>     > peristiwa kup. Dari Amir pun tidak ada ucapan kup begitu. Dari
>     > Amir pun tidak ada ucapan kup begitu, Dia tidak tahu, tapi dia
>     > cuma menunjukkan kepada kami mengapa dia tidak dapat
>     > pertolongan dari Soekarno. Kami juga tidak tahu apakah akan ada
>     > serangan pada Istana. Karena yang menjaga Istana waktu itu
>     > terdiri dari anak-anak dari Surabaya, kalau ndak salah waktu
>     > itu komandannya itu Ririhema namanya, karena saya sudah biasa
>     > dengan anak-anak Surabaya ini, jadi yang saya kerjakan waktu
>     > itu yah pokoknya mengatur persiapan membela Istana itu,
>     > kalau-kalau ada serangan seperti di rumah Amir tadi. Dan
>     > akhirnya itu saya ikut mengatur pertahanan, mengatur
>     > kesiapsiagaan pasukan anak-anak Surabaya itu. Lalu ada yang
>     > menyampaikan nama Suharto pada saya. Kalau tidak salah yang
>     > bilang itu Pramudji, sama-sama dari Yogya:
>     > 
>     > “Harto itu komandan resimen di Yogya, Harto itu kawan kita.”
>     > Karena dia termasuk dari golongan Pemuda Pathook itu, jadi
>     > mustinya dia juga bersama Sjahrir dan Sjahrir kan termasuk yang
>     > diculik juga waktu itu. Pramudji ini, dulu dia dari golongan
>     > Pemuda Pathook juga. Kemudian dia bersama saya di Surabaya
>     > menjadi salah satu komandan resimen. Kecuali itu Pramudji juga
>     > di Pesindo, sekarang sudah meninggal. Karena yang tahu
>     > tilpunnya juga Pramudji lalu saya bilang:
>     > 
>     > “Panggil Harto saja!” Jadi Suharto dipanggil oleh Pramudji.
>     > 
>     > Ketika itu dia masih overste, letnan kolonel, sebagai komandan
>     > Resimen di Yogya. Itulah saat saya mengenal Suharto untuk yang
>     > pertama kali dan bertatap muka dengan dia. Suharto cepat datang
>     > dari markasnya. Kalau tidak salah markasnya di Wiyoro, ada juga
>     > ditulis di buku Otobiografi-nya Suharto. Karena waktu itu
>     > Suharto dianggap berpihak pada kita juga, artinya dia musti
>     > membela Presiden. Dia punya satu resimen dan sudah tentu
>     > membesarkan hati kita. Tapi kita juga belum tahu kalau komandan
>     > Divisi Sudarsono ada di belakang penculikan ini. Jadi kita
>     > belum tahu kalau mereka merancang untuk kup itu.
>     > 
>     > Tentang Sudirman sikapnya tidak jelas. Memang Sudirman sering
>     > dikatakan tidak jelas begitu. Bahkan kita belum tahu kalau
>     > komandan divisi itu terlibat juga. Baru belakangan kita tahu,
>     > oo, ini mau kup. Ada Komandan Divisi Sudarsono, lalu mendengar
>     > juga kalau Panglima Besar Sudirman itu ada kemungkinan bisa
>     > bersama mereka. Karena itu kejadian ini peristiwa besar,
>     > makanya kita namakan kup. Kalau cuma serangan kepada Amir saja
>     > ya sudah, tapi ini termasuk rancangan besar Divisi Sudarsono,
>     > lalu ada juga kekuatiran kita kalau Sudirman juga ikut. Jadi
>     > perasaan kita, wah kekuatan kita kecil kalau menghadapi itu,
>     > sebab mereka memang besar-besaran, karena mau kup. Mau kup kan
>     > musti kekuatannya besar.
>     > 
>     > Ketika itu suasana kup sedang menguasai semua yang berada di
>     > Istana. Jadi pada waktu itu suasana setiap orang bisa
>     > tembak-menembak, bertempur satu sama lainnya. Saya tanya
>     > mula-mula pada Harto setelah saya tahu dia dari Pemuda Pathook,
>     > dari Partai Sosialis. Saya juga dari Partai Sosialis waktu itu.
>     > Dan hubungannya Suharto dekat dengan Dayino, Dayino itu
>     > godfather-nya Pemuda Pathook. Waktu Suharto ini sampai di
>     > Istana pertama kali yang saya tanyakan pada dia:
>     > 
>     > “Dik Harto terlibat ndak?”
>     > “Ndak mas, ndak mas.”
>     > “Bener ndak?”
>     > “Ndak.”
>     > “Ha, ya sudah kalau tidak, sekarang pasukannya dislokasinya
>     > di mana?” Nah kemudian dia kasih tahu.
>     > “Ha sekarang coba, pasukannya itu digerakkan untuk membantu
>     > melindungi Istana.”, itulah yang saya katakan pada dia.
>     > 
>     > Di Istana waktu itu sudah ada Mr. Mohamad Yamin. Pada waktu
>     > Peristiwa 3 Juli 1946 di Yogya itu dia berada di Istana Yogya.
>     > Saya ketemu dengan Chaerul Saleh, dia juga ada di Istana. Saya
>     > bersama Chaerul di Jakarta juga satu kelompok waktu gerakan
>     > pemuda proklamasi, hanya saya sudah berkedudukan di Surabaya,
>     > tapi kita terus nyambung. Chaerul Saleh pada waktu itu sempat
>     > mengatakan:
>     > 
>     > “Yah, kali ini kau menang Son, tapi lain kali, saya tangkep
>     > kau!”
>     > 
>     > “Yah, boleh aja. He, he.”
>     > 
>     > Dan saya akhirnya menangkapi calon-calon menterinya Tan Malaka
>     > yang sudah berada di Istana itu.
>     > 
>     > Karena kejadian di Istana itu, saya lalu mendatangkan pasukan
>     > dari Front Surabaya, termasuk pasukan dan komandannya
>     > Soengkono. Saya suruh tarik pasukan dari Kolonel Soengkono ini,
>     > akibat kejadian di Yogya itu. Hubungan saya dengan Soengkono
>     > itu ada sejarahnya ketika pertempuran di Surabaya, waktu itu
>     > saya memimpin pertempuran menghadapi pasukannya Mallaby –
>     > Inggris.
>     > 
>     > Sudah saya jelaskan di atas, waktu itu saya tidak tahu apakah
>     > Suharto ini terlibat atau tidak, saya tidak tahu. Di kemudian
>     > hari baru saya tahu bahwa Suharto sebenarnya terlibat dalam
>     > Peristiwa 3 Juli 1946 itu. Dari buku Otobiografi-nya yang sudah
>     > diterbitkan itu baru diketahui, bahwa Suharto ternyata ada
>     > hubungan dengan komandan divisi yang waktu itu terlibat, yaitu
>     > Sudarsono. Di dalam Divisi Sudarsono itu ada Kompi Jusuf, kompi
>     > yang menculik Amir. Kecuali itu Suharto sebagai Komandan
>     > Resimen di Yogya juga dekat dengan Panglima Sudirman, dengan
>     > Sudarsono, Komandan Divisi yang terlibat dan ikut menggerakkan
>     > pasukannya untuk mendukung gerakan Tan Malaka 3 Juli 1946 ini.
>     > Jadi pada waktu Peristiwa 3 Juli 1946 itu Suharto sudah mencari
>     > jalan untuk mau ikut berkuasa, karena waktu itu juga Panglima
>     > Besar Sudirman dalam keadaan bimbang, apakah memihak Bung Karno
>     > atau memihak Tan Malaka.
>     > 
>     > Kutipan selesai.
>     > 
>     > Salam akhir minggu.
>     > Lusi.- 
>     > 
>     > --------------------
>     > 
>     > 
>     > 
>     > 
>     > 
>     > Am Fri, 9 Dec 2016 09:11:41 +0800
>     > schrieb "'Chan CT' sa...@netvigator.com [GELORA45]"
>     > <GELORA45@yahoogroups.com>:
>     >   
>     > > Dari Maklumat, Penculikan, sampai Pembunuhan
>     > > 
>     > > 7 Desember 2016
>     > > 
>     > > http://koransulindo.com/dari-maklumat-penculikan-sampai-pembunuhan/ 
>     > > 
>     > > Pelantikan Kabinet Sjahrir
>     > > 
>     > > Koran Sulindo – Istilah makar atau kudeta kembali menjadi
>     > > populer belakangan ini di Tanah Air. Dalam buku Political
>     > > Order in Changing Societies (1968), Samuel P. Huntington
>     > > memilah kudeta menjadi tiga: kudeta sempalan, kudeta wali,
>     > > dan kudeta veto.
>     > > 
>     > > 
>     > > 
>     > > Kudeta sempalan dilakukan oleh sekelompok bersenjata yang
>     > > dapat terdiri dari militer atau tentara yang tidak puas
>     > > dengan kebijakan pemerintahan tradisional saat itu. Kemudian,
>     > > mereka melakukan gerakan yang bertujuan menggulingkan
>     > > pemerintah tradisional dan kemudian menciptakan elite
>     > > birokrasi baru.
>     > > 
>     > > 
>     > > 
>     > > Sementara itu, kudeta wali dilakukan sekelompok orang dengan
>     > > mengumumkan diri sebagai perwalian guna meningkatkan
>     > > ketertiban umum, efisiensi, dan mengakhiri korupsi tapi pada
>     > > kenyataan tidak akan ada perubahan yang mendasar pada
>     > > struktur kekuasaan umumnya. Para pemimpin kudeta akan
>     > > menggambarkan diri dan tindakan mereka bersifat sementara dan
>     > > akan menyesuaikan dengan kebutuhan.
>     > > 
>     > > 
>     > > 
>     > > Yang ketiga adalah kudeta veto. Kudeta ini dilakukan melalui
>     > > partisipasi dan mobilisasi sosial sekelompok massa rakyat
>     > > dalam melakukan penekanan skala besar berbasis luas pada
>     > > oposisi sipil.
>     > > 
>     > > 
>     > > 
>     > > Dalam perjalanan sejarah Indonesia, berbagai percobaan makar
>     > > terhadap pemerintahan yang sah pernah terjadi. Tercatat
>     > > percobaan makar atau kudeta pertama kali terjadi bahkan
>     > > ketika negara ini baru setahun berdiri, yakni pada 3 Juli
>     > > 1946. Ketika itu, Mayor Jendral R.P. Sudarsono, pelaku utama
>     > > penculikan Perdana Menteri Sjahrir yang sehaluan dengan
>     > > kelompok Persatuan Perjuangan, menghadap Soekarno bersama
>     > > beberapa rekannya dan menyodorkan empat maklumat untuk
>     > > ditandatangani presiden.
>     > > 
>     > > 
>     > > 
>     > > Pertama: Presiden memberhentikan Kabinet Sjahrir II. Kedua:
>     > > Presiden menyerahkan pemimpin politik, sosial, dan ekonomi
>     > > kepada Dewan Pimpinan Politik. Ketiga: Presiden mengangkat 10
>     > > anggota Dewan Pimpinan Politik yang diketuai Tan Malaka dan
>     > > beranggotakan Muhammad Yamin, Ahmad Subarjo, Dokter Boentaran
>     > > Martoatmodjo, Mr. R. S. Budhyarto Martoatmodjo, Sukarni,
>     > > Chaerul Saleh, Sudiro, Gatot, dan Iwa Kusuma Sumantri.
>     > > Keempat: Presiden mengangkat 13 menteri negara yang
>     > > nama-namanya dicantumkan dalam maklumat tersebut.
>     > > 
>     > > 
>     > > 
>     > > Presiden Soekarno, pihak pemerintah yang sudah jauh hari siap
>     > > menghadapi pihak Soedarsono, tidak menerima maklumat tersebut
>     > > dan memerintahkan penangkapan para pengantar maklumat.
>     > > Akhirnya, percobaan pemebrontakan itu pun gagal karena
>     > > partai-partai seperti Masyumi, PNI, dan PBI yang diharapkan
>     > > mengerahkan mendukung dengan massa ke jalan-jalan untuk
>     > > berpawai tidak menjalankan hal tersebut.
>     > > 
>     > > 
>     > > 
>     > > Pihak militer pun tidak memberikan dukungan. Terbukti dengan
>     > > munculnya Soeharto yang ditugaskan langsung oleh Presiden
>     > > Soekarno untuk menangkap Soedarsono dan yang terlibat dari
>     > > pihak tentara dan polisi.
>     > > 
>     > > 
>     > > 
>     > > Pada akhirnya, Sjahrir berhasil dibebaskan dan Tan Malaka
>     > > beserta kelompoknya masuk jeruji besi di Penjara Wirogunan,
>     > > Yogyakarta. Sementara itu, 14 orang yang diduga terlibat
>     > > dalam upaya kudeta diajukan ke Mahkamah Tentara Agung. Tujuh
>     > > orang dibebaskan, 5 orang dihukum 2 sampai 3 tahun, sedangkan
>     > > R.P. Sudarsono dan Muhammad Yamin dijatuhi hukuman selama 4
>     > > tahun penjara. Dua tahun kemudian, pada 17 Agustus 1948,
>     > > seluruh tahanan Peristiwa 3 Juli 1946 dibebaskan melalui
>     > > pemberian grasi presiden.
>     > > 
>     > > 
>     > > 
>     > > Latar belakang peristiwa pemberontakan itu berawal dari,
>     > > perbedaan pemikiran yang frontal antara Perdana Menteri
>     > > Soetan Sjahrir dengan kelompok oposisi Persatuan Perjuangan
>     > > yang dipimpin Tan Malaka. Terjadi insiden penculikan hingga
>     > > upaya kudeta Kabinet Sjahrir II pada medio 1946. Pemicunya
>     > > adalah ketidakpuasan pihak oposisi terhadap politik diplomasi
>     > > yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia terhadap Belanda.
>     > > Kelompok ini menginginkan pengakuan kedaulatan penuh,
>     > > sedangkan kabinet yang berkuasa hanya menuntut pengakuan
>     > > kedaulatan atas Jawa dan Madura.
>     > > 
>     > > 
>     > > 
>     > > Ide penculikan Sjahrir berawal dari A.K Joesoef, Kepala
>     > > Tentara Pendjagaan Kota (Jogjakarta), karena Sjahrir dianggap
>     > > telah merugikan bangsa dengan hasil perundingannya. Karena
>     > > Sjahrir pada waktu itu sedang ada di Solo, yang berarti di
>     > > luar wilayah kekuasaan Joesoef, dia meminta surat perintah
>     > > kepada Soedarsono, Komandan Batalyon 63 dan juga disetujui
>     > > Panglima Divisi IV Kolonel Sutarto, yang merupakan tangan
>     > > kanan Jendral Soedirman. Akhirnya, dari Soedarsono, ide itu
>     > > merembet sampai ke penasihat- penasihat politik Soedirman dan
>     > > sampai pada Yamin. Berbekal surat itulah A.K. Joesoef tak
>     > > menemui halangan berarti dari Kepolisian Solo untuk melakukan
>     > > penangkapan terhadap Sjahrir.
>     > > 
>     > > Kudeta Militer 17 Oktober 1952
>     > > 
>     > > Peristiwa 17 Oktober 1952 berakar dari pertentangan
>     > > sipil-militer pascakemerdekaan. Pada masa Kabinet Wilopo,
>     > > pemimpin TNI berniat mereorganisasi dan merasionalisasi
>     > > militer untuk menanggalkan mentalitas tentara gerilya menjadi
>     > > tentara profesional. Proses ini akan diikuti pemberhentian
>     > > hampir 40% personel TNI sebagai konsekuensi dari pemangkasan
>     > > anggaran.
>     > > 
>     > > Para pemimpin militer, seperti KSAD Kolonel AH Nasution dan
>     > > Kepala Staf Angkatan Perang Kolonel TB Simatupang,
>     > > mengusulkan untuk mendatangkan Misi Militer Belanda (MMB)
>     > > yang ditugaskan membantu dalam segi teknis—bukan
>     > > doktrin—untuk menyediakan kader bagi lembaga-lembaga
>     > > pendidikan militer. Hanya saja, ide ini ditentang keras
>     > > golongan lain di dalam Angkatan Darat. Kolonel Bambang Supeno
>     > > melaporkan ketidaksukaannya terhadap rencana itu kepada
>     > > Presiden Soekarno secara langsung tanpa mengindahkan alur
>     > > komando.
>     > > 
>     > > Sejak pukul 04.00 WIB, militer mengamankan tempat-tempat
>     > > strategis: kantor RRI, gedung DPRS-MPRS, dan stasiun-stasiun
>     > > kereta api. Pukul 08.00 WIB, kerumuman massa menjalar. Mereka
>     > > diangkut dari pabrik-pabrik di luar kota, sisanya dari
>     > > Jakarta yang dikoordinasi jagoan-jagoan Betawi. Tentara
>     > > mengorganisasi demonstrasi itu dengan dukungan tank dan
>     > > artileri, bergerak ke istana presiden, menuntut pembubaran
>     > > parlemen.
>     > > 
>     > > Soekarno mencoba menengahi, bahkan cenderung tak setuju dengan
>     > > usulan Nasution-Simatupang. Musyawarah ketiganya, yang juga
>     > > dihadiri Menteri Pertahanan Hamengkubuwono IX, tak berjalan
>     > > mulus. “Pembicaraan itu meningkat panas dan hampir berkembang
>     > > menjadi adu teriak antara Sukarno dan Simatupang,” tulis John
>     > > D. Legge dalam buku Sukarno: Sebuah Biografi Politik.
>     > > 
>     > > Nasution kemudian memecat Bambang Supeno. Parlemen mengecam
>     > > tindakan tersebut dan mengeluarkan mosi untuk menghentikan
>     > > MMB, karena dianggap pro-Barat dan menyudutkan golongan
>     > > personel eks- Pembela Tanah Air, seperti Bambang Supeno.
>     > > 
>     > > Mosi dari Manai Sophiaan yang disetujui parlemen memaksa
>     > > militer untuk menurut. Namun, pihak Angkatan Darat menganggap
>     > > itu sebagai usaha ikut campur kalangan sipil dalam urusan
>     > > militer.
>     > > 
>     > > Tak lama kemudian, militer melancarkan operasi penangkapan
>     > > terhadap enam anggota parlemen. Manai Sophiaan nyaris diculik
>     > > di kediamannya, sementara sekelompok perwira loyalis Soekarno
>     > > di Jawa Timur berhasil kabur karena tim penyergap pimpinan
>     > > Mayor Kemal Idris salah menggrebek rumah.
>     > > 
>     > > Dini hari, 17 Oktober 1952, para panglima berkumpul di kantor
>     > > Staf Umum Angkatan Darat. Mereka saling melempar ide gerakan
>     > > dengan kepala panas, sampai disela oleh Simatupang. “Setop.
>     > > Ini sudah berbau kup. Kritik oke, tetapi jangan kup,”
>     > > demikian dikatakan Simatupang, sebagaimana dikutip dari
>     > > biografi A.E. Kawilarang, Untuk Sang Merah Putih, yang
>     > > ditulis Ramadhan K.H.
>     > > 
>     > > Jakarta pun dipenuhi suara-suara protes. Kepala Intel Biro
>     > > Informasi Perang Zulkifli Lubis sebelumnya sudah menghubungi
>     > > ajudan Soekarno tentang pengerahan massa tersebut. Bahkan,
>     > > Kolonel Moestopo yang mengorganisasi demonstrasi itu sudah
>     > > diminta membatalkan niatnya. Namun, demonstrasi tetap
>     > > terjadi. Puncaknya: moncong meriam diarahkan ke istana atas
>     > > arahan Kemal Idris.
>     > > 
>     > > Sementara itu, di dalam istana, Soekarno dan para panglima
>     > > yang dipimpin Nasution berunding. Nasution menuntut parlemen
>     > > dibubarkan. Soekarno menolak dengan marah. “Mataku terbakar
>     > > karena marah. Engkau benar dalam tuntutanmu, akan tetapi
>     > > salah di dalam caranya. Sukarno tidak akan sekali-kali
>     > > menyerah karena paksaan. Tidak kepada seluruh tentara Belanda
>     > > dan tidak kepada satu batalyon Tentara Nasional Indonesia!”
>     > > kata Bung Karno, sebagaimana tertera dalam otobiografinya,
>     > > Penyambung Lidah Rakyat, sebagaimana diceritakan kepada Cindy
>     > > Adams.
>     > > 
>     > > Bung Karno lalu keluar dan menenangkan massa. Setelah
>     > > menasihati mereka akan pentingnya parlemen sebagai sarana
>     > > demokrasi, layaknya seorang ayah kepada anaknya, tensi massa
>     > > mulai menurun. Massa malah menerikkan yel-yel “Hidup Bung
>     > > Karno!” dan kemudian bubar teratur.
>     > > 
>     > > Nasution menamakan gerakan itu sebagai “separo kudeta”. Dan,
>     > > gerakan itu gagal total. Tak lama kemudian, Nasution dicopot
>     > > sebagai KSAD, digantikan Bambang Sugeng, kawan dekat Bambang
>     > > Supeno. Namun, Soekarno kelak mengangkat kembali Nasution
>     > > dengan alasan “menjaga persatuan.”
>     > > 
>     > > Kudeta 30 September 1965
>     > > 
>     > > Kudeta paling terkenal dalam sejarah Indonesia adalah Gerakan
>     > > 30 September, yang sebagian orang menyebutnya sebagai
>     > > G30S/PKI. Pelaku utama pemberontakan, yang dilancarkan sejak
>     > > 30 September 1965 malam, adalah Letnan Kolonel Untung, salah
>     > > satu komandan batalyon pasukan pengawal Presiden Soekarno,
>     > > Cakrabirawa. Dalam gerakan ini, sejumlah perwira diculik dan
>     > > dibunuh.
>     > > 
>     > > Untung akhirnya tertangkap dan segera dihukum mati. Setelah
>     > > Surat Perintah 11 Maret (Supersemar) diberikan kepada
>     > > Soeharto, kekuasaan Soekarno semakin lemah dan Soeharto
>     > > semakin kuat dan populer. Tak sampai dua tahun setelah kudeta
>     > > ini, Soekarno dilengserkan dari kursi kepresidenan. Majelis
>     > > Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) yang dulu mendukung
>     > > Soekarno sebagai Presiden Seumur Hidup justru menolak pidato
>     > > pertanggungjawabannya, Nawaksara. Kemudian, MPRS yang
>     > > dipimpin Abdul Haris Nasution mengangkat Letnan Jenderal
>     > > Soeharto sebagai Pejabat Presiden Republik Indonesia pada
>     > > 1967. [NYT]
>     > > 
>     > >   
>     > 
>     > 
>     > <lus...@rantar.de> ------------------------------------
>     > 
>     > Berita dan Tulisan yang disiarkan GELORA45-Group, sekadar untuk
>     > diketahui dan sebagai bahan pertimbangan kawan-kawan, tidak
>     > berarti pasti mewakili pendapat dan pendirian GELORA45.
>     > ------------------------------------
>     > 
>     > Yahoo Groups Links
>     > 
>     > 
>     >   
> 
> 
> 
> 
> 
> 

  • Re: [GELORA... 'Lusi D.' lus...@rantar.de [GELORA45]
    • Re: [G... 'Chan CT' sa...@netvigator.com [GELORA45]
      • Re... 'Lusi D.' lus...@rantar.de [GELORA45]
        • ... Tatiana Lukman jetaimemuc...@yahoo.com [GELORA45]
          • ... 'arif.hars...@t-online.de' arif.hars...@t-online.de [GELORA45]
        • ... kh djie dji...@gmail.com [GELORA45]
          • ... 'Sunny' am...@tele2.se [GELORA45]
            • ... kh djie dji...@gmail.com [GELORA45]
              • ... 'Sunny' am...@tele2.se [GELORA45]
              • ... 'Chan CT' sa...@netvigator.com [GELORA45]
              • ... 'Lusi D.' lus...@rantar.de [GELORA45]
              • ... 'Chan CT' sa...@netvigator.com [GELORA45]
        • ... 'Chan CT' sa...@netvigator.com [GELORA45]
    • Re: [G... ajeg ajegil...@yahoo.com [GELORA45]

Kirim email ke