http://sp.beritasatu.com/home/penambang-liar-kembali-serbu-gunung-botak/118105
Penambang Liar Kembali Serbu Gunung Botak Selasa, 24 Januari 2017 | 12:07 Penambang Liar Kembali Serbu Gunung Botak [SP/Fana Suparman] Berita Terkait Polri Diminta Terapkan 4 UU Jerat Pelaku Penambang Ilegal Ditangkap,Puluhan Penambang Emas Liar di Jambi [BURU] Para penambang liar kembali menyerbu pertambangan emas yang berada di Gunung Botak, Pulau Buru, Maluku. Mereka mendirikan tenda-tenda di puncak Gunung Botak. Kembali maraknya aktivitas penambang liar ini tidak terlepas dari ditariknya petugas keamanan yang sebelumnya menjaga wilayah ini pada Jumat (6/1) dinihari lalu. Kehadiran para penambang liar ini dikhawatirkan kembali memicu gesekan dengan antarmasyarakat seperti yang terjadi beberapa kali seperti sebelum area pertambangan ditutup atas perintah Presiden Joko Widodo saat berkunjung ke Waeapo pada 2015 lalu. Djafar Wael, Kepala Adat Petuanan Kayeli mengatakan, seluruh masyarakat adat telah mendukung penuh kebijakan pemerintah untuk menutup area tambang emas dan menunjuk PT Buana Pratama Sejahtera untuk menata dan memulihkan lingkungan wilayah Gunung Botak yang rusak akibat zat-zat kimia berbahaya yang digunakan para penambang ilegal. Untuk itu, Djafar meminta aparat keamanan menangkap dan memproses hukum pihak-pihak yang memprovokasi masyarakat dan para penambang ilegal untuk memasuki area pertambangan yang telah ditutup. "Masyarakat adat semua sudah mendukung perusahaan yang sudah membantu. Tepatnya seperti itu. Saya tekankan, siapa yang buat ini ditangkap lah," kata Djafar saat ditemui di area Gunung Botak, Pulau Buru, Maluku, Senin (23/1). Pernyataan Djafar bukan tanpa alasan. Pada hari ini, terdapat sejumlah orang yang ingin menerobos masuk ke area tambang. Pihak-pihak ini mengklaim telah mengantongi izin, bahkan menyebut nama pejabat di pemerintah pusat. Namun, upaya ini berhasil dihadang masyarakat adat. Djafar khawatir situasi ini akan terus memanas dan berujung konflik sosial seperti yang terjadi pada 2012 lalu. "Setelah ada penarikan (anggota keamanan) sudah empat kali (peristiwa penambang ilegal mencoba masuk ke area tambang). Sebelumnya selama ada petugas memang ada penambang-penambang liar yang mencoba kembali masuk, tapi karena ada petugas keamanan bisa dibendung. Sekarang tanpa adanya petugas keamanan, masyarakat adat berhadapan langsung dengan penambang-penambang liar itu. Dikhawatirkan ada konflik," katanya. Helen Heumasse, Kasie Pengawasan Konservasi Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Maluku menuturkan, puluhan anggota kepolisian, TNI, dan Satpol PP yang menjaga kawasan ini ditarik mendadak pada Rabu (6/1) dinihari lalu. Pemprov Maluku, kata Helen telah melayangkan surat kepada pihak kepolisian untuk kembali mengamankan kawasan ini. Namun, hingga saat ini belum ada tindak lanjut dari permintaan tersebut. Tanpa adanya petugas keamanan, Helen mengaku pihaknya merasa tidak aman untuk mengamankan dan menyisir serta menertibkan para penambang liar. Akibatnya, saat ini setidaknya terdapat sekitar 2.000 penambang liar yang kembali beraktivitas di Gunung Botak. "Anak-anak kami dan Satpol PP tidak aman, dan nyaman ada di wilayah ini. Pertambangan liar di atas (Gunung Botak) cukup anarkis. Sampai saat ini belum ada lagi (petugas yang berjaga). Yang beroperasi (menjaga kawasan) hanya orang adat," katanya. Helen menegaskan, saat ini, hanya PT BPS yang memiliki izin berdasar SK Gubernur Maluku nomor 383 tahun 2016 tertanggal 23 November 2016 untuk memanfaatkan hasil penataan dan pemulihan lingkungan pada lokasi bekas pertambangan emas tanpa izin Gunung Botak dan Gogorea. UU nomor 23 tahun 2014 tentang Pemda disebutkan perizinan untuk pertambangan dikeluarkan oleh pemerintah provinsi. PT BPS pun tak memiliki persoalan dengan masyarakat adat. Hal ini karena masyarakat adat telah sepakat mendirikan koperasi-koperasi yang dibina oleh PT BPS. Untuk itu, Helen membantah adanya pihak-pihak yang mengklaim telah mengantongi izin atau mengatasnamakan masyarakat adat. "(Pihak) yang tadi (mencoba masuk ke area tambang) tidak punya dasar apapun. Dulu memang pihak ini mengatasnamakan PT CCP yang bekerja untuk normalisasi Sungai Anahoni tahun 2015, tapi sejak 10 Desember 2015 pekerjaan itu sudah selesai dan 2016 sudah tidak ada tender untuk pekerjaan itu lagi. Mereka mengatasnamakan orang adat, padahal untuk kepentingan sendiri," tegasnya. Diketahui, emas di Gunung Botak ditemukan pertama kali pada 2011. Sejak itu, ribuan hingga puluhan ribu orang dari berbagai daerah di Indonesia mengadu nasib dengan menjadi penambang ilegal. Akibatnya, konflik antara masyarakat berulang kali terjadi. Tak hanya itu, zat kimia berbahaya seperti sianida dan merkuri yang digunakan penambang ilegal telah merusak lingkungan sekitar Gunung Botak. Pencemaran lingkungan yang parah ini dilaporkan kepada Presiden Joko Widodo saat menghadiri panen raya di Waepo pada 2015 lalu. Saat itu, Presiden memerintahkan Polda Maluku dan Kodam Pattimura untuk menutup dan menghentikan aktivitas penambangan ilegal. Selain itu, Presiden juga memerintahkan agar lingkungan Gunung Botak ditata dan dipulihkan. [F-5]