res : “ Meski pengawasan diperketat korupsi tetap dilakukan”, jadi tidak keliru 
bila dinyatakan korupsi telah mendarah daging dalam sistem kenegaraan NKRI. 
Banyangkan saja kalau kementrian agama adalah sarang penyamun, paling tidak dua 
menteri agama masuk penjara karena korupsi. Uang jemah haji dikorupsi, bukan 
itu saja malah pencetakan kitab Al Quran pun dikorupsi, jadi korupsi adalah 
tradisi terpelihara baik dan subur di zaman neo-Mojopahit sekarang. Kalau 
institusi negara yang boleh dibilang melekat dengan langit biru dipegang 
penyamun, maka NKRI adalah negara yang lapuk. Kelapukan ini mau tetap 
dipertahankan dengan dokrtrin “bela negara”. Bela negara? Hehehehe

http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/hukum/17/01/29/oki6e9365-mk-kasus-korupsi-terjadi-meski-pengawasan-diperketat


Ahad , 29 January 2017, 02:10 WIB

MK: Kasus Korupsi Terjadi Meski Pengawasan Diperketat

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Angga Indrawan



Republika/ Wihdan Hidayat Ketua Mahkamah Konstitusi Arief Hidayat menjawab 
pertanyaan wartawan saat konferensi pers mengenai penetapan tersangka kepada 
hakim konstitusi Patrialis Akbar di Mahkamah Konstisuti Jakarta, Jumat (27/1)


REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Arief Hidayat 
menyatakan pengawasan seketat apapun tidak bisa mencegah hakim MK untuk berbuat 
korupsi. Sebab, sebetulnya semua bergantung pada moralitas hakim itu sendiri 
dan bagaimana cara hakim menjaga diri.

"Kasus ini bisa terjadi pada ketua MK siapa saja. Kalau diawasi siapapun, 
pengawasan internal dan eksternal, pasti itu bisa terjadi," tutur Arief, Jumat 
(28/1).

Selain itu, persoalan draf putusan uji materi terhadap UU nomor 41 tahun 2014 
yang berada di tangan Kamaludin, perantara suap antara Basuki Hariman dan 
Patrialis, pun sulit diawasi. Inilah yang kemudian menurut Arief, moralitas dan 
integritas amat menentukan hakim bisa terjerat korupsi ataupun tidak. 

"Kalau dia (hakim) bawa draft putusan yang akan dibacakan itu ke mana-mana, 
kita juga tidak bisa. Tuhan-lah yang paling tahu dan mengawasi," lanjut dia.

Arief mengatakan, tidak ada yang bisa mengawasi perilaku hakim MK. Sebab, 
terjadi atau tidaknya OTT KPK terhadap Patrialis amat bergantung pada 
integritas dan moralitasnya. Apalagi, tiap hakim MK terlibat dalam pengambilan 
keputusan dan tentu mengetahui hasil putusan tersebut. 

"Masing-masing hakim terlibat dalam pengambilan keputusan, dan itu dia tahu 
arah putusan ke arah mana. Bisa bocor karena yang terlibat dalam RPH itu ya 
hakim itu sendiri, bukan tergantung pada pengawas dan jg pimpinannya," ujar dia.

Padahal, lanjut Arief, tiap Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH), selalu pula 
diingatkan bahwa masing-masing dari hakim diawasi ketat oleh KPK. Ponsel hakim 
pun disadap karena memang dipersilakan untuk melakukan pengawasan. 

"Dalam RPH-RPH, kita selalu ingatkan, kita itu handphone-nya disadap. KPK 
silakan sadap. Sebetulnya pembicaraan seperti itu hakim harus hati-hati. 
Makanya bergantung pribadi hakim. Integritas, moralitas, dan pengendalian 
dirinya," ujar dia. 
Ketua Mahkamah Konstitusi Arief Hidayat menjawab pertanyaan wartawan saat 
konferensi pers mengenai penetapan tersangka kepada hakim konstitusi Patrialis 
Akbar di Mahkamah Konstisuti Jakarta, Jumat (27/1)

Kirim email ke