http://suarapapua.com/2017/01/25/tewasnya-edison-matuan-bukti-kekerasan-aparat-masih-subur-papua/


Tewasnya Edison Matuan, Bukti Kekerasan Aparat Masih Subur di Papua
Penulis Arnold Belau  -Januari 25, 2017 075


Edison Matuan (21) Korban yang diduga meninggal karena dianiaya polisi di 
Wamena. (Elisa Sekenyap - SP)JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Penganiayaan hingga 
meninggal dunia yang menimpa Edison Matuan di Wamena, Jayawijaya, Papua, Kamis 
(12/1/2017), merupakan bukti tindak kekerasan dan pelanggaran Hak Asasi Manusia 
masih subur di Tanah Papua.

Penegasan ini dikemukakan Jaringan Advokasi Penegak Hukum dan HAM Pegunungan 
Tengah bersama Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) Jakarta dalam 
siaran pers di Jakarta, 16 Januari 2017 lalu.

Theo Hesegem, ketua Jaringan Advokasi Penegak Hukum dan HAM Pegunungan Tengah, 
mengungkapkan kronologi kejadian, Edison menjadi korban kekerasan aparat 
setelah dianiaya berkali-kali oleh lima anggota Polres Jayawijaya hingga 
meninggal dunia.

Dari kejadian itu, ia menilai aparat penegak hukum tak bisa menghentikan budaya 
kekerasan oleh aparat keamanan terhadap masyarakat sipil Papua.

Kata Theo, ini bukti tiadanya langkah tegas dari Presiden dalam menghentikan 
segala tindak kekerasan dan bentuk pelanggaran HAM di Tanah Papua.

“Jaringan Advokasi Penegak Hukum dan HAM Pegunungan Tengah dan ELSAM Jakarta 
mendesak Presiden Joko Widodo untuk segera memerintahkan Kapolri untuk segera 
memanggil Kapolda Papua untuk memastikan dilakukannya pemberhentian secara 
tidak hormat terhadap anggota Polresta Jayawijaya yang terlibat melakukan 
penganiayaan terhadap Edison Matuan,” demikian bunyi pertama tuntutannya.

Kapolri juga harus segera melakukan proses hukum (pidana) terhadap anggota 
Polresta Jayawijaya yang terlibat melakukan penganiayaan terhadap Edison 
Matuan. Selain itu, Menkopolhukham diminta untuk memfasilitasi dilakukannya 
mekanisme pemulihan bagi keluarga korban kekerasan dan pelanggaran HAM di 
Wamena.

“Kami mendesak pimpinan lembaga-lembaga negara terkait seperti Komnas HAM, 
Kompolnas agar bersinergi sesuai fungsi masing-masing dalam penanganan kasus 
kekerasan ini.”

Tuntutan kelima, segera mengambil langkah-langkah dan kebijakan konkrit untuk 
menghentikan segala bentuk kekerasan dan pelanggaran HAM yang terjadi di Papua 
maupun Papua Barat.

Selain mendesak segera melakukan evaluasi terhadap keberadaan korps keamanan di 
Papua dan Papua Barat, dua LSM ini juga minta Kapolda Papua dan Papua Barat 
agar menginstruksikan kepada seluruh jajarannya di wilayah hukum Papua dan 
Papua Barat untuk taat pada code of conductKepolisian Republik Indonesia, tak 
terkecuali dalam mengemban tugasnya wajib menghormati nilai-nilai hak asasi 
manusia tiap orang Papua.



Kekerasan Tragis

Edison Matuan awalnya ditangkap oleh sejumlah anggota Polres Jayawijaya pada 
hari Rabu (10/1/2016) di sekitar Jalan Irian Kota Wamena. Kata Theo, pria 
berusia 21 tahun ini diduga keras dianiaya hingga korban tak sadarkan diri, 
bahkan penganiayaan terus berlanjut saat korban berada di Rumah Sakit Umum 
Daerah Wamena.

“Bahkan oknum aparat menggunakan popor senjata untuk memukuli kepala Edison. 
Padahal, saat itu Edison sedang dalam perawatan medis. Setelah korban sadar, ia 
dibawa ke Polsek Bandara Wamena. Namun, penganiayaan belum berakhir. Edison 
kembali dianiaya hingga tidak sadarkan diri lagi, kemudian dibawa ke rumah 
sakit lagi, hingga akhirnya meninggal dunia,” beber Theo.

Theo menulis kronologi kejadian setelah melakukan investigasi awal ke RSUD 
Wamena, bahkan ia turut mendampingi keluarga korban.

Hasil otopsi dari RS Bhayangkara telah keluar pada Sabtu (14/1/2017) dan 
diserahkan oleh petugas kepada Kapolda Papua, Irjen Paulus Waterpauw. Kapolda 
mengakui bahwa tindakan dari anggotanya sudah berlebihan. Ia berjanji akan 
menindak tegas anggotanya dengan memberhentikan secara tidak hormat dan 
memproses secara pidana.

“Kekerasan seperti ini terus terjadi. Polisi yang mestinya menjadi penegak 
hukum, pengayom masyarakat justru bertindak sebaliknya. Jika mereka ingin 
dihargai oleh masyarakat, mestinya menjalankan tugas dengan baik dan 
profesional,” tulisnya dalam siaran pers.

Ditegaskan, kasus kekerasan oleh aparat ini harus diproses secara hukum. 
Kapolri, Komnas HAM, juga pihak lain seperti Menteri Kesehatan (dalam kasus 
ini) harus bertanggungjawab atas meninggalnya Edison Matuan, korban kekerasan 
aparat keamanan.

Menurut ELSAM, hingga kini pendekatan keamanan di Papua masih digunakan oleh 
pemerintahan Jokowi.

Pada masa pemerintahan ini, lanjut Adiani Viviana dari ELSAM Jakarta, tak 
berbeda dengan masa-masa pemerintahan sebelumnya. Sebab, Jokowi tak mampu 
menyelesaikan kasus-kasus kekerasan oleh aparat kemanan di Tanah Papua.

“Kasus serupa terus berulang, di Papua maupun Papua Barat. Belum ada kebijakan 
dan langkah konkrit dari Presiden Jokowi dalam menyelesaikan kasus-kasus 
pelanggaran HAM di Papua. Situasi itu menimbulkan terus berulangnya kasus 
serupa.”

ELSAM menyayangkan penggunaan kekerasan oleh aparat keamanan terhadap penduduk 
sipil, termmasuk di Papua. Hal ini merupakan bentuk pelanggaran terhadap 
Prinsip-Prinsip dasar PBB mengenai penggunaan Kekuatan dan Senjata Api bagi 
aparat penegak hukum, yang telah diadopsi sejak tahun 1990. Juga 
Prinsip-prinsip hak asasi manusia yang telah menjadi bagian integral dari 
prosedur penanggulangan anarki, diatur dalam Protap Kapolri No. 1/X/2010 
tentang Penanggulangan Anarki.

Secara spesifik, Perkap Negara Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2009 tentang 
Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam penyelenggaraan tugas 
Kepolisian Negara Republik Indonesia juga menekankan agar setiap anggota 
Kepolisian wajib memahami instrumen-instrumen HAM serta wajib menerapkan 
perlindungan dan penghormatan terhadap nilai-nilai HAM dalam menjalankan tugas 
sehari-hari.



Redaksi

Kirim email ke