res :  Apakah cemas membuat lemas dan layu?

https://indonesiana.tempo.co/read/107708/2017/02/05/ajat.jurnalis/harap-harap-cemas-bila-jokowi-bertemu-tamu-dari-cikeas

MINGGU 05 FEBRUARI 2017 20:29 WIB 

Harap-harap Cemas Bila Jokowi Bertemu Tamu dari Cikeas


Horeee... Setelah mencak-mencak, dan melempar isu adanya pihak yang menghalangi 
niatnya untuk bertemu Presiden jokowi, pada ahirnya keinginan SBY pun 
sepertinya akan segera terkabul juga.

Bisa jadi hasrat SBY untuk bertemu Jokowi dilandasi niat baik, untuk menyambung 
tali silaturahmi antara mantan Presiden dengan Presiden yang saat ini sedang 
berkuasa. Hanya saja publik banyak yang meragukannya. Apa benar keinginan SBY 
itu dibarengi hati yang tulus, paling tidak untuk meredakan situasi yang 
belakangan ini membuat rakyat banyak yang merasa risi. Syukur-syukur ke 
depannya dua orang ini akan bergandengan tangan, untuk bersama-sama membangun 
negeri ini, menuju ke arah yang lebih maju dan lebih baik lagi.

Tetapi, ya itu tadi. Ekspektasi rakyat terhadap hal yang bersipat positif 
dengan momen pertemuan tersebut, masih menggantung di awan sana. Jangan-jangan 
keinginan SBY tersebut hanya karena merasa dikesampingkan oleh Jokowi. Presiden 
ketiga, BJ Habibie sudah beberapa kali bertemu. Apalagi dengan Presiden kelima, 
Megawati. Bahkan dengan ‘musuh’ dalam Pilpres 2014 lalu pun Jokowi sudah dua 
kali bersua dalam suasan yang penuh keakraban. Sementara dengan dirinya, hingga 
sebelum ada pernyataan dari pihak istana di atas, SBY malah acapkali melempar 
bola panas. Kesempatan untuk bertemu dengan Jokowi, dikatakannya ada yang 
menghalangi.


BLOG TERKAIT
  a.. Istana dan Represi 
  b.. Mungkinkah Effendy Gazali di Tunjuk Sebagai Juru Bicara Istana ?
Bagaimana pun publik menilai hubungan atara  SBY selama ini dengan Presiden 
Jokowi, terkesan seolah SBY sendiri telah membangun benteng penghalang, 
terutama dengan pernyataan-pernyataannya yang reaktif, dan bernada sinis.

Beberapa fakta yang menguatkan keraguan publik ke arah itu antara lain:

-          Di bulan Maret 2016 lalu, SBY, selaku Ketua Umum Partai Demokrat 
mengadakan kegiatan keliling pulau Jawa dengan tema “SBY Tour de Java”, pada 
kesempatan tersebut SBY melemparkan kritikan tajam kepada Jokowi, "Kalau 
ekonomi sedang lesu, dikurangi saja pengeluarannya. Bisa kita tunda tahun 
depannya lagi sehingga, jika ekonomi lesu, tidak lagi bertambah kesulitannya. 
Itu politik ekonomi." — SBY



-          Saat unjuk rasa 4/11/2016 berujung kericuhan, Jokowi menyatakan ada 
aktor politik di belakang aksi. Ia tidak menyebutkan siapa aktor tersebut. "Dan 
ini kami lihat ditunggangi aktor politik."

SBY pun mendadak bereaksi dengan menyatakan, "Yang komando hanya telepon 
genggam, social media. Jangan tiba-tiba simpulkan ada yang menggerakkan atau 
mendanai."



-          Di akun twitter @SBYudhoyono, Presiden keenam, ini berkicau terkait 
isu hoax yang merebak belakangan ini, "Ya Allah, Tuhan YME. Negara kok jadi 
begini. Juru fitnah dan penyebar hoax berkuasa dan merajalela. Kapan rakyat dan 
yang lemah menang? *SBY*"

-          Dan yang masih segar, SBY tiba-tiba saja melempar isu penyadapan 
percakapan dirinya dengan Ketu MUI, Ma’ruf Amin. Isu penyadapan itu mencuat 
dalam persidangan kasus penistaan agama, dengan terdakwa Gubernur DKI Jakarta 
non-aktif, Basuki Tjahaja Purnama, alias Ahok.

SBY langsung bereaksi. Ia merasa telah disadap karena pembicaraannya bocor. 
“Penyadapan itu adalah sebuah kejahatan karena penyadapan ilegal,” ujar Ketua 
Umum Partai Demokrat tersebut. SBY lantas meminta pemerintah mengusut kasus 
itu. "Kalau yang menyadap adalah institusi negara, bola ada di Jokowi."

Bahkan Fraksi Partai Demokrat di Dewan Perwakilan Rakyat akan mempersoalkan 
kasus tersebut. Partai Demokrat bergerak mengajukan hak angket untuk 
menyelidiki dugaan penyadapan.

Andaikan sejak lengser keprabon, SBY bersikap seperti Presiden ketiga, BJ 
Habibie, tidak pernah ‘usil’, dan senantiasa welcome terhadap semua pihak, 
persoalannya akan lain – tentu saja. Sebagaimana diketahui, setelah suami dari 
mendiang Ny. Hasri Ainun Besari, ini  tidak menjabat lagi sebagai presiden, ia 
lebih memilih tinggal di Jerman daripada di Indonesia. Namun ketika era 
kepresidenan SBY sendiri, Habibie kembali aktif sebagai penasihat presiden 
untuk mengawal proses demokratisasi di Indonesia lewat Habibie Center, 
organisasi yang didirikannya. Sehingga wajar publik pun kemudian menjulukinya 
sebagai seorang negarawan sejati, dan Bapak Bangsa yang patut diteladani. Sama 
sekali tidak memiliki ambisi untuk jadi penguasa negeri ini lagi.

Tetapi begitulah. Lain SBY, lain pula dengan Habibie.  Bisa jadi karena watak 
manusia berbeda satu dengan yang lainnya. Habibie cenderung mengambil sikap 
sebagai ‘Resi Pandita’ yang bijaksana, meskipun masa jabatannya hanya sebentar 
saja (21 Mei 1998 – 20 Oktober 1999). Sementara SBY sendiri, publik pun pasti 
sudah tahu sendiri...

Yang jelas, publik menantikan pertemuan SBY dengan Jokowi dengan harap-harap 
cemas. Apakah yang akan terjadi selanjutnya, keduanya akan bergandengan tangan 
untuk memelihara keutuhan negeri ini, atawa sebagaimana biasanya SBY cuma 
hendak mencurahkan isi hati, atawa bahkan malah hendak menggurui Jokowi?***

Sumber foto: Tempo.co



Kirim email ke