Negara disebut merdeka seperti yang dikuasaioleh rezim neo-Mojopahit bukan berarti bisa merdeka berpikir dan merdeka membaca dan merdeka mengexpresi pendapat, maka oleh karena itu diadakan sweeping buku. Yang merderka ialah membaca cerita-cerita gurun pasir yang dikemukakan oleh petinggi agama dan juga yang penting ialah ilmu bagaimana mengumpulkan fulus dengan akal bulus. Akibatnya korupsi merajalela di berbagai tingkat dan lapangan institusi negara dan masyarakat. Amin!
https://news.detik.com/berita/d-3489978/mendikbud-sudah-merdeka-kok-masih-sweeping-buku Selasa 02 Mei 2017, 21:20 WIB Mendikbud: Sudah Merdeka Kok Masih Sweeping Buku Danu Damarjati - detikNews [image: Mendikbud: Sudah Merdeka Kok Masih Sweeping Buku] Mendikbud (Lamhot Aritonang/detikcom) <https://news.detik.com/berita/d-3489978/mendikbud-sudah-merdeka-kok-masih-sweeping-buku#> <https://news.detik.com/berita/d-3489978/mendikbud-sudah-merdeka-kok-masih-sweeping-buku#> <https://news.detik.com/berita/d-3489978/mendikbud-sudah-merdeka-kok-masih-sweeping-buku#> <https://news.detik.com/berita/d-3489978/mendikbud-sudah-merdeka-kok-masih-sweeping-buku#> *Jakarta* - Buku adalah jendela dunia. Semua jenis pengetahuan di dalam buku bisa dipelajari dan diterima dengan sikap kritis. Tak perlu ada buku-buku yang dilarang dijual atau harus dirazia (*sweeping*). "Nggak ada *sweeping-sweeping-*an. Sudah merdeka kok masih *sweeping*," kata Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy menjawab wartawan seusai acara silaturahmi dengan para pegiat literasi inspiratif dan pengelola Taman Bacaan Masyarakat (TBM), di kompleks Istana Kepresidenan, Jl Medan Merdeka Utara, Jakarta, Selasa (2/5/2017). Dia menjawab pertanyaan soal perlu-tidaknya razia buku-buku yang membahas ideologi selain yang diizinkan negara. Menurutnya, di era merdeka seperti saat ini, pengetahuan bebas didapat, termasuk dari buku. Dia mengakui memang buku-buku seperti itu bisa menjadi kontroversi bila ada yang memprotes. "Ya kadang-kadang menjadi 'apa-apa', kadang-kadang tidak. Biasanya kalau ada protes itu jadi 'apa-apa'. Kalau nggak ada protes ya biasa saja," ujar Muhadjir. Buku selain buku pelajaran memang menjadi pantauan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Bila melanggar ketentuan, tetap harus ditindak secara hukum. Misalnya buku berkonten pornografi, cabul, kekerasan, dan hal terlarang lainnya. "Kalau memang itu melanggar dianggap tidak sesuai dengan ketentuan, ya bisa kita tuntut, kalau memang itu melanggar hukum," ucap Muhadjir. Namun untuk hal yang terkait dengan ideologi, ada Undang-Undang Nomor 27 Tahun 1999 tentang Perubahan Kitab UU Hukum Pidana yang Berkaitan dengan Kejahatan terhadap Keamanan Negara. Pada Pasal 107 a di UU itu dijelaskan penyebaran atau pengembangan ajaran komunisme/Marxisme-Leninisme dalam segala bentuk bakal diganjar penjara paling lama 12 tahun. Ada pula Ketetapan MPR RI Nomor XXV/MPRS/1966 yang melarang ideologi komunisme/Marxisme-Leninisme. "Saya belum pelajari secara mendalam, tetapi semua peraturan-peraturan, baik itu perundang-undangan, peraturan pemerintah, maupun peraturan yang lebih rendah, selama itu masih belum ada peraturan baru yang menghapus itu ya tetap berlaku," kata dia. "Ya sebenarnya masih ada ketentuan itu (ketentuan apa pun terkait ideologi terlarang). Tetapi sekarang sudah kita longgarkanlah," ujar Muhadjir. Pada 1 Oktober 2016, saat ada pameran buku bertajuk 'Indonesia International Book Fair' di Jakarta Convention Center di Senayan, aparat Polsek Tanah Abang mendatangi acara tersebut. Enam buku 'Manifesto Komunis' berlogo palu-arit diamankan. *Baca juga: Polisi Sita 6 Buku Berlogo Palu Arit di Pameran JCC Senayan <https://news.detik.com/berita/d-3311309/polisi-sita-6-buku-berlogo-palu-arit-di-pameran-jcc-senayan>* Kejadian ini bermula ketika anggota Bhabinkamtibmas Gelora Aipda Teguh Y mendapat laporan dari seorang pengunjung pameran buku Ikatan Penerbit Indonesia (Ikapi) itu. Berdasarkan hasil pengecekan di lokasi, buku itu diterbitkan oleh penerbit dari Malaysia di Selangor. *(dnu/fdn)*