Bung Chan, dulu saya iku ujian masuk UI dan ITB tetapi gagal karena kurang 
pintar. Maka dari itu, kami tanya family yg. mempunyai family yg. menjadi dosen 
di ITB. Dia yg. bilang kalau bisa bayar seharga satu scooter kpd. orang 
tertentu, pasti bisa diterima. Juga UI bisa diterima kalau ada uang pecilinnya 
atau ada familinya yg. menjadi dosen di UI. Syarat ini saya tidak bisa 
memenuhinya.
Betul, waktu seangkatan saya, Bintang Pelajar dari Indonesia, tidak diterima di 
UI, beliau adalah Tjio Keng Liong lulusan SMA Kanisius di Jakarta. Dulu 
Bintang2 Pelajar di Jakarta selalu dari sekolah SMAK Pintu Air atau dari 
sekolah Kanisius. Seangkatan saya dari SMAK Pintu Air, yg. pintar namanya Lie 
Kay Ie (anaknya dokter terkenal di Jakarta) kepintaran tidak jauh dibelakang 
Tjio K.L., juga tidak diterima di UI. Mereka semuanya ditampung di Universitas 
Res Publica (Baperki) di Jakarta. Seperti kita ketahui, kemudian Universitas 
Res Publica dibakar. Harapan mereka satu2nya utk. bisa belajar, juga 
dibuntukan. Tjio Keng Liong mendapat beasiswa dan kemudian menjadi professor 
(Prof. Dr. med. A.H. Tulusan) terkenal di Jerman di Universitaet 
Erlangen-Nuernberg. Lie Kay Ie juga ke Jerman, kemudian pindah menjadi dokter 
ahkli di Toronto, Kanada. Contoh lain adalah Prof. Dr.Nib Suhendra dari 
Universitaet Hamburg asal dari Jakarta, adalah ahkli yg. terkenal di dunia 
dibidangnya. Dia yg. membuat salah satu teknik endoscopy yg. dipakai/ditiru di 
seluruh dunia. 
One of the most innovative and influential endoscopists in ERCP, Dr. Nib 
Soehendra | Endoscopy

| 
| 
|  | 
One of the most innovative and influential endoscopists in ERCP, Dr. Nib...


 |

 |

 |



Waktu saya belajar di universitas Marburg di Jerman, saya sekelas dgn. Hoo Joe 
Jie, yg. asalnya dari Malang  (barakali bung Djie mengenalnya; khan bung Djie 
asal dari Malang?). Beliau juga tidak diterima di universitas negeri di 
Indonesia. Ia paling pintar di kelas kami, mengalahkan semua mahasiswa Jerman. 
Kemudian dia menjadi professor bagian anak2 dgn. spesialisasi di bagian genetik 
di Kanada, kemudian diambil balik utk. bekerja di Jerman di universitas 
Hamburg. Beliau kemudian ditarik/diambil oleh universitas State Universty of 
New York di Syracuse sebagai professor. Lain yg. terkenal di dunia di bidangnya 
adalah Prof. Kie Kian Ang (dari Semarang), yg. menjadi ahkli di cancer center 
yg. paling terkenal di dunia ( MD Anderson Cancer Center di Houston, Texas) 
sayangnya meninggal waktu masih muda. 
Prominent M.D. Anderson cancer doctor dies at 63


| 
| 
| 
|  |  |

 |

 |
| 
|  | 
Prominent M.D. Anderson cancer doctor dies at 63

Dr. Kian Ang, a prominent cancer doctor who helped popularize the M.D. Anderson 
Cancer Center tradition of ringi...
 |

 |

 |


Saya kasih contoh2 dgn. nama2-nya sebab barangkali ada member milis yg. 
mengenal mereka waktu di Indonesia dan sebelum beliau2 menjadi terkenal di 
bidang2 mereka. Koq masih ada member, yg. bilang Indonesia menghargai orang 
pintar dan menerima akhli2 dgn. tangan terbuka apalagi tanpa mempersulit 
mereka? Mereka semua dikasih fasilitas istimewa supaya mau masuk AS, menetap di 
Jerman atau negara lain. Ini yg. namanya kesempatan utk. kemajuan Indonesia 
telah dilewatkan utk. kepentingan pribadi/institusi daripada kepentingan 
nasional.
Salam,BH Jo




On Sun Jun 25 2017 20:02:27 GMT-0400 (Eastern Daylight Time), Chan CT 
<sa...@netvigator.com> wrote:

Jadi teringat kisah pengalaman lama yang sangat jelas bisa membuktikan 
KEBODOHAN dari pejabat-pejabat yang bersikap sangat merugikan PEMBANGUNAN 
masyarakat INDONESIA, ... Dari kisah bung Jo sendiri utk masuk ITB kalau 
“menyumbang” seharga satu Scooter, juga ada pengalaman seorang Bintang PELAJAR 
ditolak masuk UI hanya karena Tionghoa! Dan itulah yang mendorong BAPERKI untuk 
mendirikan Universitas untuk menampung anak-anak Tionghoa ketika itu, di tahun 
1958 banyak yang kesulitan meneruskan sekolah! Kalau saja pejabat-pejabat 
Pemerintah masih saja BELUM BISA mengutamakan anak-anak PANDAI yang berhak 
masuk Univ, tapi selalu berusaha menggunakan pintu masuk sekolah untuk 
mendapatkan “uang pelincir”, atau berbau SARA untuk lebih mendahulukan 
anak-anak yang dinamakan “PRIBUMI”, ... bagaimana bisa membangun masyarakat 
Indonesia maju lebih cepat??? Betul-betul satu kebodohan telah terjadi, ... 
Barangkali bagi kw2 yang di Eropah masih ingat dengan nama dr. Han Hwie Siong, 
seorang dokter lulusan Surabaya dan terakhir di tahun 1965 banyak membantu Fak. 
Kedokteran URECA, nasib sungguh malang bagi dirinya. Karena aktif membantu 
BAPERKI, setelah meletup G30S dituduh komunis dan dilarang, dr. Han termasuk 
seorang yang tidak lagi mungkin bertahan hidup di Indonesia, kecuali mau 
dijebloskan dalam PENJARA tanda tahu kesalahan dan dosa2nya. Menyingkirkan 
sekeluarga ke Tiongkok, eeiih di Tiongkok ditahun 1966 itu berkobar Revolusi 
Kebudayaan Proletar yang juga ekstrim kiri, pikiran kebablasan yang dituduh 
Huakiao adalah kapitalis juga menimpa dirinya, ... sebagai dokter dr. Han 
disuruh bekerja sebagai pembersih WC saja! Padahal jelas di Shanghai saja 
ketika itu juga masih kekurangan dokter! Tentu nasib pahit demikian ini bukan 
saja menimpa diri dr. Han, tidak sedikit ahli-ahli, Prof. dari berbagai 
Universitas TOP di Tiongkok ketika itu juga kena GANYANG tanpa ada fakta-fakta 
akurat! Dan, ... bukan saja menginjak-injak HAM, tapi juga sangat-sangat 
MERUGIKAN pembangunan nasional! Dr, Han akhirnya keluar ke HK untuk berjuang 
merubah nasib hidupnya, ... akhirnya ke Belanda dan meneruskan sekolah sambil 
bekerja sampai berhasil meraih Phd nya. Seorang PINTAR dan bisa dikatakan 
berfjasa dibidang keahliannya, KEDOKTERAN telah disia-siakan oleh pemerintah 
yang berkuasa, baik Indonesia maupun Tiongkok!  Hanya saja sangat sangat lebih 
aneh, sampai sekarang masih saja ada sementara orang yang BELUM berhasil 
melihat KESALAHAN2 dan TETAP saja membela RBKP merupakan revolusi proletar yang 
benar dab harus ditempuh! Apa enggak edaaan, ...!  Salam,ChanCT   From: 
b...@yahoo.com [GELORA45] Sent: Sunday, June 25, 2017 2:35 AMTo: 
GELORA45@yahoogroups.com Subject: Re: [GELORA45] Re: Difficult for Indonesia to 
Become an Innovation-Driven Economy   
Kutipan: 
.......satu contoh lagi bagaimana seorang ahli yang tidak bisa diposisikan 
dengan benar,.....hanya karena perbedaan Ras atau Agama?........juga harus 
pandai-pandai menempatkan seseorang/Ahli didtempat yang BENAR! 

Bung Chan, salah contoh fakta yg. terjadi dulu dan ini adalah "stupid". Dokter 
resminya mesti adaptasi selama 6 bulan tetapi di-ulur2 supaya bisa diperas atau 
dipelonco lebih lama. Dan tidak mendapat gaji dan tidak semua dokter LN berasal 
dari keluarga kaya. Kecuali dokter/keluarga dokter bisa kasih uang pelicin, 
barangkali bisa selesai dalam 6 bulan. Selain itu setelah selesai adaptasi, 
kemudian ditempatkan ke daerah utk 2 atau 3 tahun secara resminya. Masa seorang 
spesialis, misalnya, spesialis jantung dibuang ke Timor atau Irian Barat, yg. 
tidak sesuai dgn. keachliannya dimana keachliannya tidak terpakai sama sekali. 
Uang pelicin diperlukan lagi supaya tidak ditempatkan ke daerah terpencil. 
Selalu dicari "kalau ada yg. masih bisa dipersulit, kenapa mesti dipermudah. 
Khan akan menghilangkan pendapatan tambahan" Kalau dibanding dgn. tindakan RRT 
atau negara2 lain utk. memajukan negara, apa ini bukan tindakan yg. stupid dan 
korup. 
Contoh lain, sebelum saya pindah ke LN, saya mendaftar di ITB. Saya bertemu 
dgn. salah satu dosen. Ia bilang kalau bisa "menyumbang" seharga satu scooter, 
pasti bisa diterima. Untung tidak mengambilnya krn. luar biasa mahal. Ini 
blessing in disguise, bisa pergi ke Jerman, dimana sekolahnya tidak bayar dan 
banyak yg. dikasih beasiswa tanpa syarat lagi oleh pemerintah Jerman. Salam, 
BH Jo

---In GELORA45@yahoogroups.com, <SADAR@...> wrote :

Itulah bung Djie, satu contoh lagi bagaimana seorang ahli yang tidak bisa 
diposisikan dengan benar, ... hanya karena perbedaan Ras atau Agama? Sungguh 
sayang, ... dan nampaknya Liem Keng Kie ini juga relatif mati-muda, 75 th! 
Tidak penuh keahliannya bisa mengabdi pada Indonesia, ... tapi, apakah saat 
Habibie wk.Presiden, Keng Kie jadi pulang ikut bangun pabrik pesawatnya 
Habibie? Dan meninggal di AS, ... Banyak contoh bisa kita lihat dalam 
perjalanan kehidupan manusia, khususnya yang betul mempunyai keahlian tidak 
bisa digunakan maksimal, karena berbagai hal. Khususnya KESALAHAN KEBIJAKSANAAN 
yang dikeluarkan pemerintah yang berkuasa. Jadi sangat merugikan negara dan 
bangsa, dalam arti sesungguhnya. Makanya generasi muda kudu lebih memperhatikan 
ini, setelah mempriritaskan pendidikan dalam masyarakat, juga harus 
pandai-pandai menempatkan seseorang/Ahli didtempat yang BENAR! Jangan 
sia-siakan mereka dan merugikan pembangunan masyarakat, ... Salam,ChanCT  From: 
kh djieSent: Saturday, June 24, 2017 2:54 PMTo: Gelora45 ; Chan CTSubject: Re: 
[GELORA45] Re: Difficult for Indonesia to Become an Innovation-Driven Economy 
Bung Chan,Tante saya sekolah di Belanda, kemudian di Inggris, dan sekolah jadi 
penterjemah di Jenewa.Menikah dengan orang kedua dari kedutaan Besar Tiongkok 
di Marokko.Tante berteman baik dengan istri sultan Jusuf.Pulang ke Tiongkok, 
kerja di kementerian luar negeri. Banyak melakukan terjemahan ke dalam bahasa 
Inggris.Ibunya, yang lama di Jerman, mengajar bahasa Jerman di Universitas di 
Peking.Waktu RBKP tante dibuang ke desa. Suaminya yang jadi sekretaris Zhou 
Enlai, dituntut harus dipecat, karena punya istri yang tinggal lama dan sekolah 
di Barat. Ya, terpaksa dilepas oleh Zhou Enlai.Di masa tuanya, tante masih 
dipakai oleh Hu Chintao untuk menemani perjalanan keluar negeri, sebagai 
tolk.Sekarang masih sehat, hanya tidak kuat pergi jauh2 lagi ikut reunie 
familie.Cocok dengan menantu perempuannya, yang bekas mahasiswa bahasa 
Inggrisnya.Pikir2 tante pinter, lihat mahasiswi yang baik, dikenalkan dengan 
anak laki2 satu2nya, jadi.Sekarang, cucu laki2nya sedang ambil PhD bidang Kimia 
di Amerika.Apa sudah pernah dengar tentang Liem King Kie, teman baik Habibie. 
Dia yang menganjuri Habibie belajar di Jerman.Setelah lulus balik, kerja di 
bagian mesin ITB di bawah dekan mesin dan elektro Prof. Dr. Ir. O Hong Djie. 
Bersama teman2nya mengajar Teknik Penerbangan. Tetapi kemudian, di tahun 1969 
karena merasa tidak aman dan untuk hari kemudian keluarganya, meninggalkan 
Indonesia. Di Amerika, belajar lagi, dapat PhD, kerja di perusahaan penerbangan 
terkenal di Amerika.Waktu Habibie jadi wakil presiden, diminta Habibie kembali 
ke Indonesia untuk kepalai perusahaan penerbangan. Temannya di Amerika 
mengingatkan dia. Ya, kalau Habibie berkuasa terus. Kalau dia jatuh, kamu ikut 
keseret. Dia jawab Habibie, kalau dia pernah buka sekolah SMA di Bandung, jadi 
direkturnya, sekolah yang didirikan oleh PPI ( Permusyawaratan Pemuda 
Indoneasia, bagian pemuda dari BAPERKI yang terkenal akan koor dan tarian2 dari 
Sabang hingga ke Merauke ), yang setelah bung Karno jatuh termasuk organisasi 
terlarang. Jadi dia tidak mau menyulitkan habibie, yang nanti bisa 
diungkat-ungkat kok orang yang pernah jadi direktur sekolah organisasi 
"kiri"kok diberi jabatan 
penting.http://www.muvila.com/foto/film/beginilah-rupa-asli-sahabat-hingga-kekasih-rudy-habibie-160614z-page3.htmlhttp://web.budaya-tionghoa.net/index.php/item/1015-obituari-dr-ken-liem-laheru--ahli-nasa-dan-salah-satu-pendiri-teknik-penerbangan-institut-teknologi-bandungSalam,KH
 2017-06-24 8:22 GMT+02:00 'Chan CT' SADAR@... [GELORA45] 
<GELORA45@yahoogroups.com>:

 
        Dalam pengertian saya, setiap PEMERINTAH sudah seharusnya mengeluarkan 
kebijaksanaan sesuai kebutuhan konkrit nasional nya, hanya saja seringkali 
terjadi keSALAHAN subjektif pejabat dalam menetapkan dan melaksanakan 
kebijaksanaan. Jadi, sudah seharusnyalah setiap PEMERINTAH berusaha MEREBUT 
ahli-ahli, tak peduli siapa dan asal bangsanya, yang jelas dibutuhkan dalam 
usaha pembangunan masyarakat, kecuali disaat ahli yang bersangkutan sudah TIDAK 
DIPERLUKAN lagi karena berbagai hal! Kalau saja untuk mendidik ahli-ahli itu 
sendiri sedikitnya harus 5 tahunan, kenapa tidak berusaha menyedot ahli-ahli 
itu dari luarnegeri, ... tentu saja kebijakan memberi fasilitas istimewa pada 
ahli-asing itu harus dikurangi  bahkan ditutup setelah tenaga hali dalam negeri 
sudah mencukupi, ...   Tapi, terkadang dalam keluarkan kebijakan itu dilatar 
belakangi POLITIK yang jelas SALAH dan tidak seharusnya begitu! Saya ambil 
contoh yang terjadi dimasa RBKP di TIongkok, 1966-1976 misalnya, kebablasan 
dalam memandang dan mengutamakan “PERJUANGAN KLAS”, sampai-sampai HUAKIAO yang 
dianggap asal klas kapitalis kena jadi korban orang yang bukan saja dicurigai 
tapi banyak yang dinyang! Dan semua itu terjadi tanpa ada BUKTI2 akurat, ... di 
HK saya berkenalan dengan seorang tua asal Singapore, begitu semangat patriot 
yg tinggi, mengetahui Republik Rakyat TIongkok didirikan dan tanpa ragu2 diusia 
18 kembali pulang kenegeri leluhur untuk mengabdikan dirinya. Bukan sekolah 
yang didahulukan oleh pemuda ini, begitu ada panggilan sukarelawan Perang 
Melawan AS mendukung Korea, langsung dia daftarkan diri dan ikut maju kemedan 
perang selama 3 tahun. Dan karena tekad juang dan begitu aktifnya ikuti 
kegiatan Partai, dia ditahun 1955 pun bisa diterima menjadi anggota Partai. Dia 
juga melewati ujian segala penderitaan kemiskinan dimasa menghadapi 
berturut-turut 3 tahun bencana alam-berat tahun 1959-1961, pengganyangan dimasa 
RBKP, ... tapi sama sekali tidak ada niat keluar ke HK! Lalu, apa yang 
mendorong dia keluar meninggalkan tanahairnya? Dengan penuh rasa kecewa yang 
sangat menyedihkan, dia bilang, justru dimasa Ketua Mao dan PM Zhou masih 
hidup, ... hatinya TERPUKUL hanya karena putranya ditolak masuk Sekolah 
Penerbang Angkatan UDARA, ... karena satatus HUAKIAO yang tetap disandangnya 
dan anak satu2nya itu juga jadi TETAP dicurigai! Padahal, dia merasa sudah 
sepenuh hati menyerahkan jiwa-raga pada TANAHAIR yang dicintai ini! Dia takut 
keadaan akan menjadi lebih jelek setelah Ketua Mao dan PM Zhou tiada, ...   
Itulah KESALAHAN POLITIK, kesalahan kebijakan yang sangat tidak bijaksana! 
Kebablasan yang TIDAK BISA melihat karakter, kwalitas seseorang berdasarkan 
kenyataan konkrit, tidak berani mengakui kenyataan karakter/kwalitas seseorang 
TIDAK ditentukan asal klas, artinya tidak semua kapitalis PASTI jelek dan 
jahat, sebaliknya juga tidak semua buruh pasti baik!    Begitu juga, tidak 
semua ahli-ahli lulusan AS, Eropah pasti lebih baik dari lulusan RRT, 
Indonesia, India, ... semua itu masih harus diamati dalam praktek kerjanya. Ada 
orang yang pandai teori, tapi tidak bisa kerja, tidak kreatif, ... sebaliknya 
juga ada orang yang sekolahnya tidak pinter-pinter amat tapi sangat kreatif, 
giat dan teliti dalam kerja.    Salam-ngobrol, ChanCT        From: 
jonathangoeij@... [GELORA45] Sent: Saturday, June 24, 2017 9:35 AM To: 
GELORA45@yahoogroups.com Subject: RE: [GELORA45] Re: Difficult for Indonesia to 
Become an Innovation-Driven Economy      OPT itu utk international student yg 
mau minta, pada dasarnya ya ijin kerja (working permit), mereka yg permintaan 
OPT-nya dikabulkan dikasih Employment Authorization Document (EAD) card, dan 
bukan yg yg sudah lulus saja yg bisa minta yg masih kuliah juga bisa minta. 
Tetapi visanya tetap F1. Baru setelah ada perusahaan yg mau terima dan mau 
sponsorin barulah minta H1B.   Tidak semua perusahaan mau jadi sponsor, juga 
ada biaya yg ditanggung, sesedikitnya perusahaan itu harus bayar biaya H1B 
selain memenuhi ketentuan2 tertentu. Melihat hal ini sebenarnya mereka yg 
disponsorin itu bukanlah yg kurang pintar tetapi justru yg pintar, kalau kurang 
pintar ngapain disponsorin.   EB itu berdasarkan exceptional ability sudah 
tentu jarang ada, tetapi melihat cerita dan latar belakang pendidikan BH Jo sbg 
radiation oncologist saya kira ada kemungkinan beliau dapat visa EB (tidak tahu 
EB-1 atau EB-2). 

---In GELORA45@yahoogroups.com, <nesare1@...> wrote :

   
USA bukan kasih kesempatan cari kerja. Gak ada! Pekerjaan itu buat orang 
amerika bukan orang asing.
 
 
 
Yang ada adalah foreign student ini cari kerjaan sendiri atau dikasih 
kesempatan utk magang tetapi bukan pekerjaan. Kalau ada yang kasih kerjaan, 
institusi itu sponsor H1B visa utk orang asing ini. Visa H1B ini yg sedang 
digarap oleh Trump krn banyak disalahgunakan. H1B visa ini utk mengisi 
pekerjaan yg tidak bisa dikerjakan oleh orang amerika. Kenyataannya banyak visa 
H1B dikasih ke mereka2 yg kurang pinter tetapi gajinya lebih murah.
 
Kalau setelah lulus, foreign student tidak dapat pekerjaan, ya mereka harus 
pulang Indonesia. Kalau gak pulang ya jadi illegal.
 
 
 
Biasanya mereka apply OPT/optional practical training. Istilahnya magang. Ini 
masa berlakunya 17 bulan….dulu kalau gak salah 1 tahun. Masa dari kelulusan 
hanya 3 bulan tetapi biasanya mereka sudah apply sebelum2nya shg bisa dapat 
pekerjaan.
 
Dengan OPT ini tidak menjamin perusahaan mau kasih pekerjaan, tetapi kalau 
perusahaannya suka barulah mereka sponsor utk mendapatkan H1B visa yg sah utk 
bekerja. Jadi OPT nya diubah jadi H1B. biasanya perusahaan bayar immigrant 
lawyer utk ngurusin H1B visa ini. Dari H1B setelah 5 tahun bisa apply utk 
mendapatkan green card. Terus citizenship. 
 
 
 
EB itu jarang ada. Kebanyakan H1B. lebih gampang lewat dunia intelligent dimana 
orang asing dapat visa khusus kalau menolong USA. Selain itu ada E2 visa buat 
investor, taruh 750 ribu s/d 2 juta dollar di investasi2 ttt yg sudah 
ditetapkan seperti real estate dll, bisa dapet immigrant visa.
 
 
 
Betul informatika sangat popular terutama tahun2 1980an dijerman. Ada yg 
memilih tinggal di jerman, keluar jerman dan atau pulang Indonesia. Semua itu 
keputusan dalam hidup mereka masing2. Setiap negara punya hukumnya masing. Ini 
bukan masalah gampang atau tidak. Ini masalah hukum.
 
 
 
Dijerman lebih susah lagi utk lulusan asing utk dapet pekerjaan dijerman. Ini 
terjadi terus sampai sebelum merkel menang. Saya kurang ngikutin setelah merkel 
menang.
 
 
 
Nesare
 
 
 
 
   
From: GELORA45@yahoogroups.com [mailto:GELORA45@yahoogroups. com] 
Sent: Wednesday, June 21, 2017 6:15 PM
To: Yahoogroups <gelora45@yahoogroups.com>
Subject: Re: [GELORA45] Re: Difficult for Indonesia to Become an 
Innovation-Driven Economy
 
 
 
 
      
Kalau di Amerika mahasiswa yg lulus dikasih kesempatan cari kerja, dari visa 
sekolah (F1) kemudian dirubah jadi visa kerja (H1B) tempat kerjaannya itu 
ngasih sponsor utk mengajukan green card. Cuman karena nama employer ditulis 
divisa kerja sehingga kalau ganti kerjaan visa kerjanya itu gugur dan harus 
minta visa baru. Tapi setidaknya kalau mau ada kesempatanlah nggak harus pulang.
  
 
  
Ada juga jalur khusus yg namanya visa kerja berdasarkan exceptional ability 
(EB), nah teman anda yg punya 2 PhD di Fisika dan Kedokteran itu rasanya 
memenuhi syarat buat dapat EB itu mungkin kalau nggak EB-1 ya EB-2. EB-1 itu 
buat researcher yg sudah ada achievement-nya sedang EB-2 yg punya advanced 
degree sebangsa PhD itu.
  
 
  
 
  
---In GELORA45@yahoogroups.com, <djiekh@...> wrote :


    
Kalau di Belanda, mahasiswa berbagai jurusan begitu lulus, harus balik 
Indonesia.
  
Tetapi yang dari informatika, banyak dapat ijin kerja dan ijin tinggal, karena 
di sini sangat dibutuhkan.
  
2 teman saya dulu kerja di dua perusahaan besar jerman. Perusahaan besar yang 
mintakan ijin kerja dan ijin tinggal dengan alasan keahlian mereka dibutuhkan. 
Wah, kalau di Jerman waktu itu, kalau Prof. atau Perusahaan Besar yang 
mintakan, selalu dapat.
  
Lain dengan Belanda. Tetapi herannya kalau di Belanda, kalau dibantu orang dari 
partai politik, kok bisa.
  
Ada teman, punya 2 PhD di Fisika dan kedokteran. Setelah dapat PhD Fisika, 
tetap mau tinggal di jerman, ambil kedokteran. Habis lulus, ambil PhD 
kedokteran. Hanya bisa dapat ijin kerja yang dimintakan untuk di rumah sakit. 
Suatu hari seorang patient wanita Jerman yang dianggap tidak ada harapan, 
sembuh. Wanita itu tanya, apa dia bisa balik tolong dokternya. Teman saya 
bilang, dia tidak punya ijin tinggal dan ijin kerja permanent. Wanita itu 
bilang, mungkin suaminya bisa bantu. Wah, dalam seminggu keluar ijin tinggal 
tetap dan ijin kerja, sehingga beberapa tahun kemudian dia bisa buka praktek 
sendiri.
  
 
  
2017-06-21 16:31 GMT+02:00 nesare1@... [GELORA45] <GELORA45@yahoogroups.com>:


 
 
 
       
Bener itu yg terjadi brain drain dari jerman ke USA dan kanada ditahun 70/80 an.
  
Sekarang mah beda. Masuk USA susahnya minta ampun. Visa tidak cukup. Walaupun 
permohonannya sudah dikabulkan pun masih harus menunggu puluhan tahun baru 
dapat visa.
  
 
  
Ya jelas tidak bisa lulusan luar negeri pulang ke Indonesia ditahun 70/80an utk 
minta ini itu.
  
Sekarang saja tidak bisa begitu.
  
Indonesia beda dengan USA dan kanada. Gak fair perbandingannya.
  
Kalau mau pulang, imigrasi ya mbok mikir gimana konsekwensinya.
  
Namanya saja orang merantau ada untung ruginya.
  
 
  
Tetapi jangan mau minta privilege/perlakuan istimewa mentang2 lulusan luar 
negeri seperti “dalam beberapa hari sudah bisa dapat visa”. Ini kan minta 
perlakuan khusus. Sekarang pun perlakuan khusus ini sudah gak ada utk masuk USA 
dan kanada.
  
Jadi bukan hanya gak bisa utk masuk Indonesia saja.
  
Ini masalah setiap negara berbeda.
  
 
  
Harus dilihat secara proportionally.
  
Jangan krn pengalaman bung yg hebat dapat visa ke USA dalam bbrp hari, lalu 
bung ambil kesimpulan Indonesia tidak menghargai orang pintar.
  
 
  
Persoalannya bukan disitu. Siapa yg tidak menghargai orang pinter, orang kaya, 
orang2an dll?
  
Coba misalnya kalau bung kenal sama Habibie ditolong langsung disuruh pulang 
Indonesia dan duduk dikursi enak dikasih pekerjaan dll dan hidup mapan. Moso’ 
bisa disimpulkan Indonesia sangat menghargai lulusan luar negeri dan atau enak 
sekali kerja diindonesia?
  
 
  
Saya tidak mau justifikasi kemauan bung. Tetapi dari contoh bung itu, situasi 
yg bung dambakan, bagi saya adalah minta perlakuan khusus krn bung lulusan luar 
negeri. Bagi saya ini permintaan yg kebablasan.
  
Bagi saya akan lebih baik, pindahlah kenegara manapun sepanjang seseorang bisa 
hidup baik. Itu saja.
  
 
  
Tambahan: repot tidak kalau ada dokter WNI lulusan luar negeri tetapi tidak 
bisa berbahasa Indonesia, mau pulang Indonesia utk praktek. Bagaimana bisa 
dokter ini berhubungan dengan pasiennya? Kan tidak bisa. Makanya pemerintah 
Indonesia punya kriteria dalam menkreditasikan ijazahnya. Masalah ada 
diskriminasi dalam pelaksanaannya, itu level aplikasinya tetapi kriteria yg 
telah ada dan disyaratkan itu tetap harus ada.
  
 
  
Nesare
  
 
  
 
    
From: GELORA45@yahoogroupscom [mailto:GELORA45@yahoogroups. com] 
Sent: Wednesday, June 21, 2017 3:38 AM
To: Gelora45 <GELORA45@yahoogroups.com>; Beng-Hoey Jo <bhjo@...>
Subject: Re: [GELORA45] Re: Difficult for Indonesia to Become an 
Innovation-Driven Economy
  
 
  
 
       
Kalau di Belanda, dulu masuk banyak dokter gigi dari Indonesia.
   
Mereka tidak boleh jadi dokter gigi, kecuali kalau ikut kuliah dan lulus ujian 
di Belanda.
   
Setelah bertahun-tahun jadi schooltandarts ( dokter gigi untuk periksa gigi 
anak2 sekolah),
   
terjadi perubahan peraturan yang tidak pakai schooltandarts lagi.
   
Lha dokr2 gigi Indonesia ini tidak dibuang begitu saja, tetapi justru dicarikan 
jalan supaya bisa kerja sebagai dokter gigi.
   
Terus dibuat peraturan, mereka boleh ujian tanpa mengikuti kuliah.
   
Teman saya yang lulusan Jerman, Belgia, Belanda, dan pernah belajar di 
Zwitserland jadi salah satu pengujinya.
   
Dia bilang, kebanyakan sekali lulus. Dan mereka juga pinter, lihati temannya 
dokter gigi asal Indonesia lulusan Belanda, yang sedang kerja, terus pelajari 
teknik terbaru.
   
Kalau dari teknik di Indonesia, bisa langsung kerja di Belanda. Tegantung 
kecakapannya dalam praktek. Ada juga beberapa kuliah dulu di Delft, harus masih 
ikuti pelajaran 2 tahun terakhir di Delft dan ujian.
   
Istri saya, kerja dulu jadi analist. Setelah beberapa tahun, Direkturnya tawari 
kuliah lagi di Delft, harus selesai dalam 2 tahun. Dibayar penuh, tidak usah 
masuk kerja, tetapi begitu lulus, tidak boleh minta kenaikan gaji. Kalau naik 
jabatan, baru ada kenaikan gaji. Setelah dua tahun, lulus, kerja balik di 
Institut Geologi Leiden. Kemudian Institut Geologi Leiden dan utrecht fusie, 
jadi lab. besar.
   
Kepala lab Leiden jadi kepala Lab. fusi, dan istri saya diangkat jadi wakil 
kepala lab. Rupanya direktur Geologi Leiden,
   
sudah menyiapkan orang2nya kalau terjadi fusi. Belakangan jadi kepala lab, 
tetapi kalau di Belanda tidak aotomatisch. Banyak calon2nya.
   
 
   
 
   
2017-06-21 9:05 GMT+02:00 bhjo@... [GELORA45] <GELORA45@yahoogroups.com>:
 
   
 
      
Yg. saya ceritakan adalah situasi di Indonesia tahun 1970-1980-han. Maka dari 
itu majoritas dari mahasiswa2 di Jerman kebanyakan pindah ke AS, Kanada 
sebagian ke Belanda dan Australia. Untuk pulang ke Indonesia pada waktu itu, 
mereka merasa akan dipersulit kalau dibanding ke negara2 Barat lain, yg. akan 
menerima dgn. tangan terbuka dan malahan membantu mereka Memang dokter harus 
lulus tes utk. bisa bekerja, tetapi tes dari negara2 ini adalah tidak sulit 
pada waktu itu. Tesnya adalah tes dasar dalam istilah2 Inggris dan tes bhs. 
Inggris. Ini cuma supaya Pemerintah tidak bisa persalahkan oleh masyarakat dan 
bisa membela diri kalau ada masalah  dgn. bidang yg. berhubungan dgn. kesehatan 
atau jiwa manusia. Ujian tes namanya ECFMG yg. dibuat oleh AS. Kanada tidak 
mempunyai tes sendiri tetapi mengakui tes ECFMG. Jadi juga menggampangkan yg. 
mau ke Kanada. Ujian dari Australia, lebih gampang lagi. Sedangkan dari bidang2 
teknik, langsung bisa bekerja dgn. kualikasi Jerman sebab tidak berhubungan 
dgn. jiwa manusia. Kanada sangat memerlukan mereka utk. pembangunannya pada 
waktu itu.
   
 
   
Setelah AS dan Kanada mulai cukup dgn. jumlah dokternya, tesnya mulai bertambah 
sulit. ECFMG menjadi VQE Dan sekarang sangat sulit, dimana VQE menjadi USMLE 
(part 1, 2 dan 3). Waktu jaman ECFMG kalau lulus dgn. minimum score 75 bisa 
bekerja di AS. Sekarang kalau mau bisa diterima di AS, harus lulus USMLE yg. 
jauh lebih sulit dan dgn. score minimum 95 (maximum score 100).  Jadi cuma top2 
dokter dari seluruh dunia yg. bisa diterima di AS sekarang ini.  Jadi 
kepentingan nasional yg. dipentingkan di negara2 Barat, yg. disesuaikan dgn. 
keperluan. Poin saya adalah waktu tahun 1980-han Indonesia masih sangat 
kekurangan dokter, kenapa mesti ada adaptasi segala macam.  Teorinya 6 bulan 
tetapi di-ulur2 sampai lama sekali kecuali bisa "membaiki" senior-nya. Mengapa 
institusi tidak menggampangkan dan Pemerintah menuruti anjuan institusi seperti 
di negara2 Barat pada waktu itu?  IDI juga tidak membantu dan mempermudahkan.  
Indonesia sampai sekarang masih kekurangan dokter apalagi yg. berkualisi 
internasional dan bersuperspesialisasi. Maka dari itu pasien2 yg. berduit, 
berobat di Singapur, Penang dll. utk. masalah medik yg. bukan gampang seperti 
batuk-pilek. Sedangkan negara2 Barat sudah berlebihan dokter2.
   
 
   
Menjawab pertanyaan: pemerintah/negara mana yang membantu orang asing ini dan 
bagaimana mereka membantu orang asing ini masuk negaranya? Contoh: dari 
pengalaman pribadi. Waktu saya sudah selesai studi, setelah mengetahui 
peraturan2/situasi yg. ada di Indonesia, saya melihat bagaimana di negara2 
lain, terutama AS, Kanada dan Australia. Waktu itu saya mencari 
informasi/mendaftar di Kanada. Saya diminta utk. menemui director dari 
institusi, seorang profesor, yg. kebetulan akan ke Jerman utk mengkuti 
konferensi dan memberi ceramah di kota Duesseldorf. Saya menemui director ini 
di Dueseldorf, yg. kebetulan tidak jauh dari tempat saya.  Saya diajak makan 
malam dan ber-cakap2 dan dianjurkan datang/pindah ke Kanada. Dia yg. akan 
membantu saya masuk ke Kanada dan mengurus work visa dll. Dan Kantor Imigrasi 
(Pemerintah) akan menurut saja apa yg. direkomendasikan oleh institusi2 utk. 
kepentingan masyarakat atau nasional. Tidak lama kemudian saya mendapat work 
visa-nya. Sebagai contoh lain yg. saya alami, saya mendapat Permanent 
Residence/Green card dari Pemerintah AS "cuma dalam waktu beberapa hari" atas 
anjuran institusi di AS supaya saya bisa cepat pindah dan bekerja. Mana situasi 
seperti ini bisa terjadi di Indonesia pada waktu itu. ataupun waktu sekarang? 
Kebanyakan mementingkan keuntungan pribadi dan mengabaikan kepentingan 
nasional. Saya ingat motto kurang-lebih sbb.: "Kalau masih bisa dipersulit, 
kenapa mesti dipermudah?"
   
 

  
 
  
 



  

 

 

Kirim email ke