#Apakah kemerdekaan India yang terpecah juga dibayang-bayangi oleh perang 
dingin pula...?

Verzonden via Yahoo Mail op Android 
 
  Op di, aug. 22, 2017 om 9:35 schreef 'Chan CT' sa...@netvigator.com 
[temu_eropa]<temu_er...@yahoogroups.com>:       
Spektrum Politik di Seputar Kampanye Ganyang Malaysia
Penandatanganan perjanjian Jakarta Accord 1966. FOTO/Istimewa

Reporter: Petrik Matanasi

22 Agustus, 2017 

https://tirto.id/spektrum-politik-di-seputar-kampanye-ganyang-malaysia-cu4S

· Bagi Sukarno, terbentuknya Malaysia adalah cara Inggris memecah solidaritas 
regional melawan Nekolim.

· Angkatan Darat salah satu faksi yang paling resisten menentang kampanye 
Ganyang Malaysia.

· Selain masuknya Inggris dan Cina, konfrontasi Indonesia-Malaysia diperumit 
friksi internal pihak Indonesia.

tirto.id - Di mata Sukarno, Federasi Malaysia adalah boneka Inggris. Berdirinya 
Malaysia dianggap bukan semata hadiah Inggris, melainkan siasat negara-negara 
imperialis untuk mengacaukan Asia Tenggara.

Dalam perundingan di London pada Oktober 1961, diputuskan Federasi Malaysia 
terdiri atas Tanah Melayu, Singapura, Serawak, Sabah dan Brunei. Keputusan itu 
dicurigai Sukarno sebagai politik belah bambu solidaritas negara-negara Melayu 
dalam menghadapi neokolonialisme dan neoimperialisme.

“Indonesia mencurigai adanya intrik-intrik Inggris dan sangat tidak suka dengan 
fakta bahwa Federasi Malaysia akan didirikan pada tanggal 16 September (1963),” 
tulis Baskara Wardaya dalam Indonesia Melawan Amerika Konflik Perang Dingin 
1953-1963 (2008).

Sementara Tunku Abdul Rahman, saat itu pemimpin terkemuka di Malaysia dan kelak 
menjadi Perdana Menteri pertama, menyatakan: “Federasi Malaysia akan tetap 
diresmikan pada tanggal itu [16 September], terlepas apakah hasil 
jejak-pendapat yang diselenggarakan PBB menunjukkan bahwa rakyat Serawak dan 
Sabah ingin bergabung atau tidak.”

Baca juga: Dinasti Raja Bule di Sarawak

Sukarno tidak tinggal diam. “Tanggal 16 September 1963, Indonesia dan Filipina 
secara bersama mengumumkan bahwa mereka tidak akan mengakui Federasi Malaysia 
secara diplomatik,” tulis Willem Oltman dalam buku Bung Karno Sahabatku (2001).

Pemuda-pemuda Malaysia pun bereaksi. Mereka melempari Kedutaan Indonesia di 
Kuala Lumpur. Pada 17 September 1963, Malaysia memutuskan hubungan diplomatik 
dengan Indonesia. Di Indonesia, pada 18 September 1963, menurut Oltmans, kaum 
muda Indonesia juga bereaksi dengan menyerbu Kedutaan Malaysia dan Inggris.

Masih menurut Oltmans, pihak kedutaan Inggris bukannya meredam melainkan 
memperumit masalah. “Duta besar Inggris Sir Andrew Gilchrist kemudian menyuruh 
atase militernya menaiki atap rumah untuk secara provokatif menyajikan sebuan 
konser doedelzak (alat musik tradisional). Tindakan tersebut menyulut kemarahan 
para penyerbu. Mereka mendobrak pagar dan membakar [mobil] Rolls Roys Duta 
Besar,” kata Oltmans.

Setelah saling serang kedutaan, perang tertutup pun terjadi di sekitar 
perbatasan Malaysia-Indonesia di Kalimantan. Indonesia mengerahkan apa yang 
disebut sukarelawan-sukarelawan Dwikora. Bukan militer reguler resmi Angkatan 
Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) yang paling banyak dikirim ke garis depan. 

Kendati cukup banyak pula anggota ABRI yang jadi sukarelawan tersebut. Salah 
satu dari relawan itu terdapat bakal Panglima ABRI, Leonardus Benjamin Moerdani 
alias Benny Moerdani. Selain Benny Moerdani, Sintong Pandjaitan juga nyaris 
dikirim ke perbatasan. Kala itu, Sintong adalah salah satu komandan peleton 
Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD) dalam kompi yang dipimpin Faisal 
Tanjung. Namun ia tak jadi diterjunkan dalam operasi untuk menggagalkan 
pembentukan negara Malaysia.

Baca: Konco-Konco Benny Moerdani

Setelah 25 September 1963, kata-kata "Konfrontasi Malaysia" dan "Ganyang 
Malaysia" pun jadi kata-kata yang populer di Indonesia. “Slogan Ganyang 
Malaysia paling suka diucapkan oleh golongan elit politik di Jakarta dalam 
rangka memberikan lip-service kepada politik Sukarno,” tulis Hario Kecik dalam 
buku Pemikiran Militer 3: Sepanjang Masa Bangsa Indonesia (2010).

Meski politik konfrontasi Malaysia adalah kemauan Presiden Sukarno, namun tak 
semua mendukungnya.
 
“Sudah sejak awal Angkatan Darat tidak sungguh-sungguh mendukung kebijaksanaan 
konfrontasi terhadap Malaysia,” tulis Benny Setiono dalam Tionghoa dalam 
Pusaran Politik (2008). Kala itu, Angkatan Darat dipimpin Menteri/Panglima 
Angkatan Darat (Menpangad) Letnan Jenderal Ahmad Yani. Tak hanya Yani, Menteri 
Pertahanan Abdul Haris Nasution juga tak menyukai kampanye ini. 

Mereka yang tak suka konfrontasi pun tak tinggal diam. “Belakangan Yani dan 
stafnya merekrut Suharto untuk memainkan peranan rahasia yang penting dalam 
usaha mereka untuk menggembosi konfrontasi, kampanye anti-Malaysia Sukarno,” 
tulis John Roosa dalam Dalih Pembunuhan Massal (2006).

Yani sebenarnya masih berusaha mengakomodasi agenda Sukarno, dan memang dipilih 
oleh Sukarno untuk mengurangi peran Nasution, tidak terang-terangan menentang 
Sukarno. Sedangkan Nasution, yang di bulan-bulan terakhir menjelang Tragedi 
1965 kian terkucil, lebih terbuka menyatakan keinginan menempuh jalan damai 
dengan Malaysia (Franklin B. Weinstein, Indonesia Abandons Confrontation: An 
Inquiry Into the Functions of Indonesian Foreign Policy, hal 55).

Baca juga:

Di Mana Mereka di Malam Jahanam Itu?

Kiprah dan Tragedi Para Perwira Banteng Raiders

share infografik

John Roosa juga mencatat, ada inkonsistensi di kalangan perwira.Pada mulanya, 
kata Roosa, jenderal-jenderal Angkatan Darat tidak menentang kampanye yang 
dilontarkan pada September 1963 karena kampanye itu membuahkan kenaikan dana. 
Situasi menjadi lain ketikapertempuran-pertempuran kecil menghebat dalam 
pertengahan sampai akhir 1964. Mereka sadar, lawan yang dihadapi sukarelawan 
Dwikora itu dibekingi dengan kuat oleh Inggris. Pasukan khusus Inggris, juga 
Australia, ikut dikerahkan. Seperti Special Air Service (SAS) maupun Gurkha. 
Bukan lawan yang mudah.

“Mereka ingin mencegahnya berkembang menjadi perang besar melawan militer 
Inggris, yang melindungi Malaysia,” tulis John Roosa.

Lagi pula, pihak Angkatan Darat menganalisis bahwa kampanye konfrontasi ini 
akan sangat menguntungkan Partai Komunis Indonesia. Menguatnya poros 
Jakarta-Peking yang ikut mewarnai bulan-bulan menjelang 1965, bagi Angkatan 
Darat, adalah ancaman serius. Gagasan Angkatan Kelima, yang salah satunya 
disosialisasikan untuk mengobarkan perlawanan terhadap Nekolim, dicemaskan akan 
membuat PKI (dan pengaruh Peking) semakin kuat. 

Meski ada bantuan militer dari Inggris, menurut Oltman, Malaysia sebenarnya 
dalam posisi yang benar-benar cemas menyikapi agresifitas kampanye Ganyang 
Malaysia. Oltman pernah mengunjungi Menteri Penerangan, Bin Abdul Rahman. 
Oltman menyebut: “Dengan sangat mengejutkan, dia mengatakan kepada saya bahwa 
pemerintah Malaysia benar-benar takut.”

Baca juga: Sikap Kita Tidak Lebih Baik dari Malaysia

“[Indonesia] melakukan suatu operasi subversif yang sangat rahasia dengan nama 
sandi Zeus. Sudah berpuluh-puluh agen rahasia Indonesia yang masuk negara kami 
lewat Singapura. Apalagi Peking terang-terangan berpihak pada Sukarno yang 
menyebabkan bertambahnya rasa tak menentu di pihak kami,” terang Menteri Rahman 
kepada Oltman.

Menurut Oltman, Republik Rakyat Tiongkok tak suka dengan adanya militer-militer 
dari negara Barat macam Inggris dan Amerika di sekitar Asia. Sukarno, kata 
Oltman, menginterpretasikan sikap itu sebagai suatu bentuk pengkhianatan 
terhadap Asia yang otonom dan bebas. 

Baca juga artikel terkait SEJARAH INDONESIA atau tulisan menarik lainnya Petrik 
Matanasi 

(tirto.id - pet/zen)

[Non-text portions of this message have been removed]


  #yiv5363482438 #yiv5363482438 -- #yiv5363482438ygrp-mkp {border:1px solid 
#d8d8d8;font-family:Arial;margin:10px 0;padding:0 10px;}#yiv5363482438 
#yiv5363482438ygrp-mkp hr {border:1px solid #d8d8d8;}#yiv5363482438 
#yiv5363482438ygrp-mkp #yiv5363482438hd 
{color:#628c2a;font-size:85%;font-weight:700;line-height:122%;margin:10px 
0;}#yiv5363482438 #yiv5363482438ygrp-mkp #yiv5363482438ads 
{margin-bottom:10px;}#yiv5363482438 #yiv5363482438ygrp-mkp .yiv5363482438ad 
{padding:0 0;}#yiv5363482438 #yiv5363482438ygrp-mkp .yiv5363482438ad p 
{margin:0;}#yiv5363482438 #yiv5363482438ygrp-mkp .yiv5363482438ad a 
{color:#0000ff;text-decoration:none;}#yiv5363482438 #yiv5363482438ygrp-sponsor 
#yiv5363482438ygrp-lc {font-family:Arial;}#yiv5363482438 
#yiv5363482438ygrp-sponsor #yiv5363482438ygrp-lc #yiv5363482438hd {margin:10px 
0px;font-weight:700;font-size:78%;line-height:122%;}#yiv5363482438 
#yiv5363482438ygrp-sponsor #yiv5363482438ygrp-lc .yiv5363482438ad 
{margin-bottom:10px;padding:0 0;}#yiv5363482438 #yiv5363482438actions 
{font-family:Verdana;font-size:11px;padding:10px 0;}#yiv5363482438 
#yiv5363482438activity 
{background-color:#e0ecee;float:left;font-family:Verdana;font-size:10px;padding:10px;}#yiv5363482438
 #yiv5363482438activity span {font-weight:700;}#yiv5363482438 
#yiv5363482438activity span:first-child 
{text-transform:uppercase;}#yiv5363482438 #yiv5363482438activity span a 
{color:#5085b6;text-decoration:none;}#yiv5363482438 #yiv5363482438activity span 
span {color:#ff7900;}#yiv5363482438 #yiv5363482438activity span 
.yiv5363482438underline {text-decoration:underline;}#yiv5363482438 
.yiv5363482438attach 
{clear:both;display:table;font-family:Arial;font-size:12px;padding:10px 
0;width:400px;}#yiv5363482438 .yiv5363482438attach div a 
{text-decoration:none;}#yiv5363482438 .yiv5363482438attach img 
{border:none;padding-right:5px;}#yiv5363482438 .yiv5363482438attach label 
{display:block;margin-bottom:5px;}#yiv5363482438 .yiv5363482438attach label a 
{text-decoration:none;}#yiv5363482438 blockquote {margin:0 0 0 
4px;}#yiv5363482438 .yiv5363482438bold 
{font-family:Arial;font-size:13px;font-weight:700;}#yiv5363482438 
.yiv5363482438bold a {text-decoration:none;}#yiv5363482438 dd.yiv5363482438last 
p a {font-family:Verdana;font-weight:700;}#yiv5363482438 dd.yiv5363482438last p 
span {margin-right:10px;font-family:Verdana;font-weight:700;}#yiv5363482438 
dd.yiv5363482438last p span.yiv5363482438yshortcuts 
{margin-right:0;}#yiv5363482438 div.yiv5363482438attach-table div div a 
{text-decoration:none;}#yiv5363482438 div.yiv5363482438attach-table 
{width:400px;}#yiv5363482438 div.yiv5363482438file-title a, #yiv5363482438 
div.yiv5363482438file-title a:active, #yiv5363482438 
div.yiv5363482438file-title a:hover, #yiv5363482438 div.yiv5363482438file-title 
a:visited {text-decoration:none;}#yiv5363482438 div.yiv5363482438photo-title a, 
#yiv5363482438 div.yiv5363482438photo-title a:active, #yiv5363482438 
div.yiv5363482438photo-title a:hover, #yiv5363482438 
div.yiv5363482438photo-title a:visited {text-decoration:none;}#yiv5363482438 
div#yiv5363482438ygrp-mlmsg #yiv5363482438ygrp-msg p a 
span.yiv5363482438yshortcuts 
{font-family:Verdana;font-size:10px;font-weight:normal;}#yiv5363482438 
.yiv5363482438green {color:#628c2a;}#yiv5363482438 .yiv5363482438MsoNormal 
{margin:0 0 0 0;}#yiv5363482438 o {font-size:0;}#yiv5363482438 
#yiv5363482438photos div {float:left;width:72px;}#yiv5363482438 
#yiv5363482438photos div div {border:1px solid 
#666666;min-height:62px;overflow:hidden;width:62px;}#yiv5363482438 
#yiv5363482438photos div label 
{color:#666666;font-size:10px;overflow:hidden;text-align:center;white-space:nowrap;width:64px;}#yiv5363482438
 #yiv5363482438reco-category {font-size:77%;}#yiv5363482438 
#yiv5363482438reco-desc {font-size:77%;}#yiv5363482438 .yiv5363482438replbq 
{margin:4px;}#yiv5363482438 #yiv5363482438ygrp-actbar div a:first-child 
{margin-right:2px;padding-right:5px;}#yiv5363482438 #yiv5363482438ygrp-mlmsg 
{font-size:13px;font-family:Arial, helvetica, clean, sans-serif;}#yiv5363482438 
#yiv5363482438ygrp-mlmsg table {font-size:inherit;font:100%;}#yiv5363482438 
#yiv5363482438ygrp-mlmsg select, #yiv5363482438 input, #yiv5363482438 textarea 
{font:99% Arial, Helvetica, clean, sans-serif;}#yiv5363482438 
#yiv5363482438ygrp-mlmsg pre, #yiv5363482438 code {font:115% 
monospace;}#yiv5363482438 #yiv5363482438ygrp-mlmsg * 
{line-height:1.22em;}#yiv5363482438 #yiv5363482438ygrp-mlmsg #yiv5363482438logo 
{padding-bottom:10px;}#yiv5363482438 #yiv5363482438ygrp-msg p a 
{font-family:Verdana;}#yiv5363482438 #yiv5363482438ygrp-msg 
p#yiv5363482438attach-count span {color:#1E66AE;font-weight:700;}#yiv5363482438 
#yiv5363482438ygrp-reco #yiv5363482438reco-head 
{color:#ff7900;font-weight:700;}#yiv5363482438 #yiv5363482438ygrp-reco 
{margin-bottom:20px;padding:0px;}#yiv5363482438 #yiv5363482438ygrp-sponsor 
#yiv5363482438ov li a {font-size:130%;text-decoration:none;}#yiv5363482438 
#yiv5363482438ygrp-sponsor #yiv5363482438ov li 
{font-size:77%;list-style-type:square;padding:6px 0;}#yiv5363482438 
#yiv5363482438ygrp-sponsor #yiv5363482438ov ul {margin:0;padding:0 0 0 
8px;}#yiv5363482438 #yiv5363482438ygrp-text 
{font-family:Georgia;}#yiv5363482438 #yiv5363482438ygrp-text p {margin:0 0 1em 
0;}#yiv5363482438 #yiv5363482438ygrp-text tt {font-size:120%;}#yiv5363482438 
#yiv5363482438ygrp-vital ul li:last-child {border-right:none 
!important;}#yiv5363482438   

Kirim email ke