Semakin banyak sarjana makan akan semakin tepat pengambilan keputusan. Memang untuk perusahaaan lebih bagus mengunakan tenaga politeknik, namun permasalahn negera kan tidak sebatas perusahaaan. Misalnya saat ini penggunaan dana desa tidak boleh digunakan semarangan harus tepat sesuai anjuran, jika salah mengunakan maka ditangkap KPK. Jika ada banyak sarjana didesa maka dana desa bisa digunakan seefisien mungkin. Sarjana terutama paska sarjana tak perlu memikirkan kerja tapi membuka dunia usaha baru
From: kh djie [mailto:dji...@gmail.com] Sent: Tuesday, October 17, 2017 5:21 PM To: Gelora45 <GELORA45@yahoogroups.com>; Karma, I Nengah [PT. BI-POS] <ineng...@chevron.com> Subject: [**EXTERNAL**] Re: [GELORA45] Tertinggalnya Pendidikan Harus Jadi Cermin Di Indonesia ada lebih dari 80.000 desa. Kalau di tiap desa direncankan ada 200 - 700 S2 dan S3, maka jumlah S2 dan S3 di seluruh Indonesia = 80.000 x ( 200 -700 ) = 16 juta - 56 juta. Kalau dihitung penduduk Indonesia 250 juta, 56 juta S2 dan S3 itu seperlimanya penduduk Indonesia. Susah sekali untuk menyediakan pendidikan sebesar itu, dan kalau lulus apa ada lapangan kerjanya. Bisa2 yang untung justru negara2 lain, kalau sebagian besar mereka kerja di negara2 itu. Di Belanda kecendrungannya sekarang ambil orang2 dari Akademi Teknik, sedkit Ir. atau Doctor. Di pabrik yang disukai dari Sekolah Teknik Menengah, atau orang lulusan Vak Teknik, niveau A, B, C, juga dari kursus2 khusus kejuruan. Jadi seperti kerucut, di atasnya dalam jumlah sedikit Dr., Ir. Di bawahnya agak banyak dari Akademi Teknik. Di bawah lagi, yang jumlahnya luar biasa besar orang2 dari Sekolah Teknik menengah, atau sekolah kejuruan lainnya. 2017-10-17 7:41 GMT+02:00 'Karma, I Nengah [PT. BI-POS]' ineng...@chevron.com<mailto:ineng...@chevron.com> [GELORA45] <GELORA45@yahoogroups.com<mailto:GELORA45@yahoogroups.com>>: Sistim Pendidikan didalam negeri kebanyakan lewat jalur bl.. Sehingga sekolah sekolah susah bisa maju, jika sistim ini bisa dirubah nisacaya indonesia bisa maju. Sekolah/PT swasta yang bertarap international jangan dibatasi, biarkan mereka mengikuti kurikulum international. Kampus kampus yang mengadakan Pendidikan jarak jauh, mesti difasilitasi. Sehingga daerah pedesaan yang mengadakan program S1, S2 dan S3 tidak terbentur biaya. Kita tahu penduduk indonesia kebanyakan didesa. Guru guru, karyawan dll perlu didik agar Pendidikan bisa S2 dan S3 supaya wawasan luas untuk mengajar Jika suatu desa misalnya punya masyarakat berpendidikan S2 dan S3 sampai 200-700 orang, saya kira desa tersebut akan maju From: GELORA45@yahoogroups.com<mailto:GELORA45@yahoogroups.com> [mailto:GELORA45@yahoogroups.com<mailto:GELORA45@yahoogroups.com>] Sent: Tuesday, October 17, 2017 6:39 AM Subject: [**EXTERNAL**] [GELORA45] Tertinggalnya Pendidikan Harus Jadi Cermin http://www.mediaindonesia.com/news/read/127483/tertinggalnya-pendidikan-harus-jadi-cermin/2017-10-16 Tertinggalnya Pendidikan Harus Jadi Cermin Senin, 16 October 2017 19:51 WIB Penulis: Syarief Oebaidillah [http://mediaindonesia.com/thumbs/600x400c/news/2017/10/1508155195_sri.jpg]<http://www.mediaindonesia.com/files/news/2017/10/1508155195_sri.jpg> AFP PENILAIAN tentang tertinggalnya dunia pendidikan Indonesia harus jadi cermin perbaikan. Terlebih penilaian tersebut diungkapkan Menteri Keuangan Sri Mulyani di penghujung pertemuan tahunan IMF-Bank Dunia di Washington DC, AS. Namun demikian, membandingkan kondisi Indonesia dengan negara-negara yang tergabung pada Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) dinilai kurang tepat. “Kriteria yang disampaikan dengan membandingkan kriteria OECD dapat menjadi semacam cermin bagi pendidikan kita. Namun sebenarnya, kriteria penilaian itu tidak begitu tepat, karena OECD hanya memotret hasil pendidikan dari kriteria terbatas, yaitu literasi, sains, dan matematika. Negara dengan perbandingan hasil di bawah rerata OECD tidak berarti kualitas pendidikannya buruk," kata pemerhati pendidikan Doni Koesuma di Jakarta, Senin (16/10). Menurut penelitian World Development Report yang baru saja dirampungkan Bank Dunia, kualitas pendidikan di Indonesia sangat tertinggal jika dibandingkan negara-negara maju, khususnya negara-negara OECD. Pada kemampuan membaca saja, Indonesia harus menghabiskan waktu 45 tahun agar setara dengan mereka. Menurut Sri Mulyani, alokasi anggaran pendidikan sebesar 20% dari APBN harus menghasilkan kualitas pendidikan yang setara dengan negara-negara OECD. Kemenkeu akan mengonsultasikan masalah itu dengan Menteri Pendidikan Muhadjir Effendy dan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin Menurut Doni, Menkeu Sri Mulyani perlu meneliti persebaran anggaran pendidikan sebanyak 20% ke mana saja disalurkan. “Apakah semua diinvestasikan langsung ke pendidikan di Kemendikbud? Tidak. Dana itu menyebar di 20-an kementerian dan lembaga. Masih dibagi Direktorat Pendidikan Tinggi di Kemenristekdikti," ungkapnya. Hemat Doni, jika dihitung biaya per siswa per tahun dari anggaran langsung pendidikan dilihat dari Neraca Pendidikan Daerah, jarang ada yang mencapai Rp1 juta per siswa per tahun. "Artinya, dana pendidikan itu mubazir untuk kebijakan gaji dan tersebar di banyak kementerian dan lembaga. Makanya, jangan bilang dengan anggaran 20% yang tersebar itu kita sudah harus sejajar dengan OECD,” tegasnya. Ia melanjutkan, Kemendikbud perlu membuat kebijakan terobosan untuk meningkatkan mutu dalam kolaborasi dan gotong royong bersama masyarakat, sementara akses sekolah wajib disediakan oleh pemerintah. Sekarang ini akses pendidikan swasta disediakan oleh swasta, tetapi Kemendikbud mau mengatur sampai detail. "Inilah yang membuat kualitas pendidikan kita rendah,” tegasnya. Dari sisi kurikulum, ia menambahkan pemerintah harus memberdayakan sekolah sekolah dan guru agar dapat memperkaya kurikulum sesuai konteks dan kebutuhan mereka. Dia mengingatkan sistem penilaian di satuan pendidikan, evaluasi ujian nasional (UN) dan penerimaan mahasiswa baru melalui jalur undangan, harus direformasi dan diubah. Karena ini merupakan sumber rendahnya motivasi belajar peserta didik Mendikbud Muhadjir Effendy hanya menjawab singkat terkait ungkapan Menkeu tersebut. “Nanti saya akan tanya langsung ke beliau," tukasnya. Sementara itu, Dirjen Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Kemendikbud Harris Iskandar mengatakan, pernyataan Menkeu itu berdasarkan hasil PISA 2015 yang diikuti 72 negara. Indonesia mengikuti Programme for International Student Assessment (PISA) untuk mengevaluasi sistem pendidikan dalam bidang matematika, sains, dan membaca. “Saat itu, kita di Tanah Air juga sudah panjang lebar membahasnya di berbagai media," cetusnya. Menurut Harris, salah satu strategi yang akan dilakukannya dengan memperluas akses dan meningkatkan mutu layanan PAUD di seluruh Indonesia. Hal itu dilakukan melalui gerakan Satu PAUD Satu Desa, Wajib Ikut PAUD Pra-SD Satu Tahun, dan PAUD Holistik Integratif, pelatihan berjenjang guru PAUD, pengembangan PAUD Pembina di setiap kabupaten dan kota serta banyak lagi. “PAUD bukan hanya mempersiapkan anak masuk persekolahan. Riset Bank Dunia menunjukkan PAUD bisa mencegah drop out dan meningkatkan nilai PISA,” tukasnya. (OL-4)