Kisah Soegeng Boedhiarto, Pejuang Pribumi Keturunan Tionghoa
Felek Wahyu
18 Okt 2017, 18:00 WIB

http://regional.liputan6.com/read/3132911/kisah-soegeng-boedhiarto-pejuang-pribumi-keturunan-tionghoa


Veteran keturunan Tionghoa masih semangat berjuang (Liputan6.com / Felek Wahyu)

Liputan6.com, Semarang - Masalah pribumi dan non-pribumi masih belum tuntas di 
Indonesia. Isu ini kadang masih menjadi pemicu ketegangan atau konflik. Warga 
keturunan pendatang masih sering mendapat cap bukan pribumi.

Dalam sejarahnya, warga pribumi keturunan tercatat memberi kontribusi bagi 
negeri bahkan sejak memperjuangkan kemerdekaan. Salah satu contohnya adalah 
Soegeng Boedhiarto, pejuang keturunan Tionghoa yang tinggal di Banjarnegara, 
Jawa Tengah.

Dia selalu semangat mengisahkan perjuangan dalam perang melawan penjajahan 
Jepang dan Belanda. Ayah sembilan anak yang lahir di Purwokerto pada 4 Juli 
1929 ini memang seorang veteran pejuang kemerdekaan Indonesia.

Setiap peringatan Hari Pahlawan 10 November, dia selalu membuka kenangan 
perjuangan saat ikut mengangkat senjata bersama pejuang lainnya untuk mengusir 
penjajah. Kala itu beratnya perjuangan di masa penjajahan tidak saja dirasakan 
pejuang. Rakyat juga ikut merasakan penderitaan yang terjadi di masa pendudukan.

BACA JUGA

·         Mendagri Bakal Tegur Anies Soal Pidato Polemik Pribumi?

·         HEADLINE: 8 Tokoh 'Non-Pribumi' dalam Perjuangan Kemerdekaan RI

·         PBNU: Penyebutan Pribumi Oleh Anies Baswedan Tidak Tepat

Di masa itu, perjuangan melawan penjajah dilakukan oleh segenap lapisan 
masyarakat. Tidak hanya mengangkat senjata, membantu memenuhi kebutuhan pejuang 
juga dilakukan masyarakat pada umumnya. Semuanya adalah pahlawan.

Demikian pesan yang selalu dikisahkan Soegeng Boedhiarto, Saat bercerita kepada 
Liputan6.combeberapa waktu lalu, dia menuturkan masa itu semangat nasionalisme 
dan keinginan untuk merdeka dari penjajahan mampu menyatukan semua elemen 
bangsa Indonesia.

Di masa hiruk-pikuk perjuangan, Soegeng berperan mengatur strategi perang masuk 
Kota Purwokerto. Dengan informasi yang dipasok ke pasukan, penyerangan bisa 
dilakukan lebih intensif dan optimal.

Untuk memudahkan penyerangan pada malam hari, Seogeng memberikan ide agar tower 
pengintai dirobohkan. Pejuang yang akan merebut ke Purwokerto sempat dihalau, 
tapi akhirnya berhasil menusuk jantung lawan.

Di sisi lain, penjajah menganggap pejuang kemerdekaan sebagai kelompok 
ekstremis. "Jika tertangkap mereka akan disuruh lari, kemudian ditembak dari 
arah belakang. Sehingga seolah-olah pejuang kemerdekaan adalah ektremis yang 
melarikan diri," ujarnya.

Setelah Indonesia merdeka, Seogeng Boediarto sempat bertugas di Corps Polisi 
Militer (CPM) sampai dia mengundurkan diri dari militer. "Tepatnya pada tanggal 
6 Januari 1950," katanya.

Pemerintah tidak melupakan jasa-jasanya. Pada 15 Agustus 1981 dia mendapat 
gelar Kehormatan Penghargaan Veteran Pejuang Kemerdekaan RI.

Setelah mundur dari karier militer, kesempatan dan waktu kumpul keluarga 
dimanfaatkan pejuang pribumi keturunan Tionghoa itu untuk lebih fokus mendidik 
putra-putrinya agar menjadi generasi penerus yang berguna bagi nusa dan bangsa.


Kirim email ke