http://nasional.kompas.com/read/2017/10/25/17423191/dua-pasal-dinilai-jadi-titik-lemah-uu-perlindungan-pekerja-migran-indonesia
Dua Pasal Dinilai Jadi Titik Lemah UU Perlindungan Pekerja Migran
Indonesia
Estu Suryowati
Kompas.com - 25/10/2017, 17:42 WIB
Ketua Pusat Studi Migran Care Anis Hidayah di kawasan Cikini, Jakarta,
Kamis (2/3/2017)
Ketua Pusat Studi Migran Care Anis Hidayah di kawasan Cikini, Jakarta,
Kamis (2/3/2017)(Lutfy Mairizal Putra)
*JAKARTA, KOMPAS.com* - Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja
Migran <http://indeks.kompas.com/tag/pekerja-migran> Indonesia yang
telah disahkan DPR menjadi UU, Rabu (25/2017), dinilai merupakan langkah
maju untuk perbaikan tata kelola migrasi di Indonesia berbasis pemenuhan
HAM.
Migrant CARE menilai, UU ini paralel dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun
2012 tentang Ratifikasi Konvensi Pekerja Migran.
Meski demikian, masih ada beberapa kelemahan yang menjadi catatan
terhadap UU Perlindungan Pekerja Migran Indonesia.
Pertama, Pasal 13 huruf g tentang perjanjian penempatan yang menjadi
salah satu persyaratan penempatan pekerja migran
<http://indeks.kompas.com/tag/pekerja-migran>.
"Ketentuan ini menegaskan bahwa penempatan pekerja migran hanya melalui
perusahaan swasta. Padahal dalam undang-undang ini juga diatur tentang
penempatan melalui badan dan mandiri," kata Kepala Pusat Studi Migrasi
Migrant CARE Anis Hidayah <http://indeks.kompas.com/tag/Anis-Hidayah>
melalui keterangan tertulis, Rabu (25/10/2017).
*Baca: Migrant Care Apresiasi UU Perlindungan Pekerja Migran Indonesia
<http://nasional.kompas.com/read/2017/10/25/17281951/migrant-care-apresiasi-uu-perlindungan-pekerja-migran-indonesia>*
Kedua, Pasal 44 Ayat 3 yang menyebutkan bahwa kepala badan bertanggung
jawab kepada Presiden melalui menteri.
Menurut Anis, pasal ini berpotensi menimbulkan konflik kewenangan antara
kementerian dan badan.
Anis mengatakan, jika ingin UU ini diimplementasikan sebagai instrumen
perlindungan, maka harus disosialisasikan kepada seluruh elemen masyarakat.
Selain itu, harus dikawal 27 peraturan turunan mandat UU ini, selain
melakukan penguatan kepada pemerintah daerah.
"Terakhir, mendesak Kementerian Keuangan untuk penganggaran LTSA melalui
Dana Alokasi Khusus, serta monitoring-evaluasi implementasi," kata Anis.
*Baca: Sengkarut Perlindungan Pekerja Migran
<http://nasional.kompas.com/read/2017/02/09/17182671/sengkarut.perlindungan.pekerja.migran>*
UU yang terdiri atas 13 bab dan 87 pasal ini dinilai maju karena
menggunakan konvensi perlindungan pekerja migran sebagai konsideran utama.
UU Perlindungan Pekerja Migran Indonesia juga mengamanatkan 27 peraturan
turunan, terdiri dari 12 Peraturan Pemerintah (PP), 11 peraturan
setingkat menteri (Permen), tiga peraturan badan dan satu Peraturan
Presiden (Perpres).
Cerita miris kembali menimpa Tenaga Kerja Indonesia. Sri Rabitah, TKI
asal Dusun Lokok Ara, Desa Sesait, Kecamatan Kayangan, Lombok Utara,
harus hidup dengan satu ginjal. Diduga, Sri kehilangan ginjalnya saat
bekerja di Doha Qatar beberapa tahun lalu. Satu minggu setelah bekerja,
Sri dibawa oleh sang majikan untuk pemeriksaan kesehatan karena dianggap
kondisinya lemah. Sri dibawa ke ruang operasi dengan alasan untuk
mengangkat penyakitnya. Ia disuntik hingga tak sadarkan diri. Setelah
seminggu dioperasi, Sri malah dikembalikan ke agen tenaga kerja dan
kemudian dipulangkan ke tanah air tanpa gaji karena dianggap tak bisa
bekerja. Selama tiga tahun di rumah, Sri sering mengalami sakit-sakitan
sehingga ia melakukan cek kesehatan ke RSUD Tanjung, Lombok. Setelah
diperiksa dan melihat hasil rongen, ternyata ginjal sebelah kanan Sri
tidak ada dan sudah diganti dengan pipa plastik. Menurut pusat bantuan
hukum buruh migran wilayah NTB, kasus pencurian organ kerap dialami TKI
dan TKW. Namun, selama ini tak pernah ada yang bisa memberi kesaksian.
Saat ini, Sri sedang menunggu jadwal operasi untuk mengangkat pipa yang
ada di tubuhnya. Namun, Sri juga risau menghadapi risiko operasi yang
akan ia jalani. Dari kasus Sri ini, diharapkan pemerintah tergerak untuk
membongkar mafia pencurian organ yang banyak menimpa para pekerja migran
kita.(Kompas TV)