Sebenarnya pada waktu Jokowi dan para menterinya berkilah atau mengkambing hitamkan bisnis online sebenarnya seorang yang kritis akan berpikir apakah hal itu benar memangnya berapa banyak (persen) porsi bisnis online itu bagaimana kok bisa mendadak sontak dari gaptek berubah total jadi online minded, benar juga ternyata porsi online masih nggak sampai 1% dari total ritel. Bahkan ada yg melihat data penjualan Indofood dan Unilever yg menurun (sekalipun berubah ke online toh tetap saja sabun lux misalnya ya masih kulakan di Unilever). Jadi disini jelas si Jokowi hanya beralasan saja.
---In GELORA45@yahoogroups.com, <ajegilelu@...> wrote : Setuju, itu alasan yang kekanak-kanakan. Anjloknya daya beli masyarakat jelas karena kekurangan uang bukan gara-gara perobahan gaya hidup dari belanja konvensional ke belanja via online. Tugas presidenlah untuk kerja-kerja-kerja meningkatkan daya beli masyarakat. Perkembangan teknologi memang tak terhindarkan. Tapi bukan tidak bisa dibendung lalu dikendalikan. Sejak unjuk gigi dengan segala program kartunyakelihatan kok Joko Widodo itu cuma ternganga melihat teknologi. Bukan saja membuat regulasi untuk merajut teknologi supaya bermanfaat, tapi malahmenginjak-injak banyak peraturaan dengan nyonthong, "peraturan jangan menyusahkan masyarakat". Lihat saja contoh besarnya di transportasi online. Setelah dilawan Jonan, barulah Jokowi berpikir supaya pemerintah bikin regulasi transportasi online. Lucunya, begitu regulasi dadakan itu dilempar MA ke tong sampah, pemerintah memungut lagi itu sampah, direvisi. Ya, sampah, karena dan masyarakat melihat tidak ada perbedaan yang berarti. Peraturan sampah itu masih menyusahkan pelaku (pemilik kendaraan) dan konsumen dengan titik beratnya tetap keuntungan bagi pengusaha. --- jonathangoeij@... wrote: Posisi bisnis ritel on-line saat ini nggak sampai 1% dibanding total ritel, lha apa benar kelesuan dan bangkrutnya bisnis ritel itu karena digitalisasi (on-line)? Rasanya kok sekedar alasan. sumber:https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20170802090316-93-231847/kambing-hitam-daya-beli-masyarakat/ On Wednesday, October 25, 2017, 6:37:42 PM PDT, Chan CT wrote: Saya perhatikan, semua ini merupakan PROPSES PERKEMBANGAN masyarakat yang wajar saja, ... BAHKAN harus dikatakan inilah PROSES KEMAJUAN! Dalam hukum pasar menemukan sendiri cara/jalan yang lebih baik, lebih praktis dan lebih menguntungkan untuk semua pihak (pengusaha, pembeli dan masyarakat itu sendiri, ...) Pada saat sewa rumah/toko dan upah pegawai terus membumbung tinggi, pada saat kesibukan kerja orang terus meningkat, ... orang akan menemukan cara yang bisa lebih praktis dan murah. Prinsip otomatisasi utk mengurangi tenaga kerja sudah lama dijalankan dan akan terus terjadi, ... sekarang berkembang pada digitalisasi yg lebih canggih. Memang semula dirasakan akan menimbulkan atau mengakibatkan pengangguran, dan banyak buruh jadi bergerak melawan/menentang! Tapi adalah juga KENYATAAN kemajuan itu TIDAK terbendung! Akhirnya masyarakat menemukan juga cara-cara memecahkan pengangguran itu, dan yang kita lihat kehidupan masyarakat terus maju lebih makmur, produksi barang makin beraneka-ragam dan berkecukupan, ... Orang dahulu bilang perkembangan ini justru mengakibatkan krisis ekonomi dinegara maju, dijaman Lenin-Stalin-Mao dilaksanakan bertahap maju sesuai perencanaan! Saya perhatikan di RRT sekarang justgru digunakan untuk membantu dan mempercepat pengentasan kemiskinan! JUSTRU otomatisasi dikembangkan lebih cepat, digitalisasi didorong maju sampai kedesa-desa terbelakang untuk membantu mengatasi kemiskinan! Karena dengan dicapainya penambahan produksi berlimpah itu sendiri lebih cepat mengangkat kesejahteraan RAKYAT setempat! Bukan meningkatkan pengangguran, orang sebaliknya boleh dan bisa mengerjakan yang lain yang belum bisa diganti dengan otomatisasi, orang jadi bisa jual-beli kan hasil produksinya lebih cepat dengan gunakan digitalisasi dan tanpa melewati tengkulak-tengkulak lagi! Khusus dengan munculnya e-commerce nya Alibaba di RRT, Taobao.com, sekalipun sudah merebak kepasaran seluruh negeri bahkan mulai merambah keluarnegeri, termasuk Indonesia, nampaknya kesitulah jalan keluar jual-beli barang yg paling baik, paling cepat dan menguntungkan semua pihak itu. Toko-toko besar harus beralih mengerjakan yang lain dan akan menemukan sendiri apa yang bisa mereka kerjakan lebih baik. Sedang pegawai-pegawai yg di PHK kan, tentu juga akan menemukan pekerjaan baru yang bisa mereka kerjakan, atau ya mengikuti kursus-kursus untuk mendapatkan pekerjaan loebih baik. Sementara pemerintah memberi bantuan menemukan pekerjaan bagi mereka. Kalau pemerintah tidak berkemampuan menciptakan lowongan kerja menampung buruh/pekerja yg jatuh jadi penganggur, tentu harus dikritik bahkan diganti! Itu namanya pemerintah yang TIDAK BESUS mengikuti dan mendorong KEMAJUAN Masyarakat! Salam,ChanCT From: Jonathan GoeijMembaca berita itu saya kok meragukan assessment Jokowi matinya toko2 ritel itu karena digitalisasi, konsumen toko2 p&d seperti 7 eleven itu nggak bakalan beli hot dog ataupun coca cola coffee teh botol lewat on-line, juga konsumen Indonesia banyak yang suka coba2 baju ngepasin atau ngaca lihat jadi cakep atau tidak digitalisasi bukan penyebab sepinya department store. Saya rasa sih lebih karena turunnya daya beli masyarakat, selama ini yg digenjot ya bisnis2 besar BUMN ataupun foreign investor yang walaupun menambah pertumbuhan tetapi tidak turun kebawah tidak ada pertambahan pendapatan atau bahkan pendapatan menurun dikalangan menengah kebawah. --- jetaimemucho1@... wrote : Ya iyalah. Jelas dampaknya dalam menambah pengangguran. Hanya sistim sosialis di mana kemajuan teknologi tidak merugikan kaum buruh. Itu sudah dibuktikan di Uni Soviet jaman Lenin dan Stalin dan Tiongkok jaman Mao. Karena teknologi canggih diterapkan secara bertahap dan tidak serta merta membunuh teknologi lama. Teknologi c anggih dan yang lama bisa hidup dan berjalan berdampingan selama periode tertentu, justru untuk mencegah hilangnya pekerjaan. On Wednesday , October 25, 2017 8:18 AM, ilmesengero@... wrote: Apakah dengan matinya toko ritel tidak meyebabkan bertambah sempit lapangan kerja? https://www.merdeka.com/uang/digitalisasi-dan-matinya-toko-ritel-di-tanah-air.html Digitalisasi dan matinya toko ritel di Tanah Air Rabu, 25 Oktober 2017 08:00 Reporter : Idris Rusadi PutraMerdeka.com - Nasib malang nampaknya tengah menimpa beberapa toko ritel Tanah Air. Perlahan tapi pasti, satu persatu toko ritel mulai gulung tikar. Supaya tidak mendatangkan rugi yang begitu besar, pihak perusahaan-pun berinisiatif memberi potongan harga jual yang cukup besar pada setiap produk yang diperdagangkan sebelum resmi melakukan penutupan.Adapun toko ritel yang secara resmi telah menutup gerainya di sejumlah daerah antara lain PT Modern Internasional Tbk yang menutup seluruh gerai anak usahanya yaitu 7-Eleven (Sevel) di seluruh Indonesia. Kemudian PT Ramayana Lestari Sentosa Tbk (Ramayana) melakukan penutupan delapan gerainya di seluruh Indonesia.Selanjutnya, penutupan gerai juga dilakukan oleh PT Matahari Department Store Tbk terhadap dua gerai tokonya di Pasaraya Manggarai dan Pasaraya Blok M, Jakarta. Terakhir, kabar terbaru penutupan gerai ritel datang dari Lotus Department Store. Lotus rencananya akan melakukan penutupan toko secara resmi pada akhir bulan ini di Thamrin, Cibubur, dan Bekasi.Menanggapi kondisi ini, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengingatkan kesiapan masyarakat dalam beradaptasi pada perubahan zaman yang sangat cepat. Dia mencontohkan, salah satu perubahan dalam pola belanja dari offline ke online.Menurutnya, pengusaha ritel konvensional seperti mal dan toko banyak yang gul ung tikar atau tutup akibat tak mengikuti perkembangan zaman. "Ini sering tidak kita sadari," katanya seperti dikutip dari Antara di Semarang, Selasa (17/10).Maka dari itu, presiden menegaskan peran penting perguruan tinggi dalam situasi perkembangan global yang begitu dinamis untuk mempersiapkan langkah dan antisipasinya. "Perguruan tinggi yang ada di depan untuk antisipasi ini, persiapan-persiapan ini harus kita lakukan karena kalau tidak terkaget-kaget kita," katanya.Secara khusus, dia meminta kepada perguruan tinggi khususnya Universitas Diponegoro (Undip) agar mampu menjadi motor penggerak perubahan dan berubah menyongsong perubahan tersebut. Dia menambahkan, fakultas dan program studi pada perguruan tinggi harus mampu memenuhi kebutuhan spesifik yang berkembang saat ini, sekaligus memenuhi kebutuhan inovasi-inovasi disrup tif."Ubah pola pembelajaran sehingga mendorong inovasi, memfasilitasi mahasiswa menjadi pembelajar yang aktif, untuk mempunyai karakter, etos kerja yang tinggi, memiliki leadership atau kepemimpinan yang baik, jiwa antikorupsi, jiwa toleransi, inovatif, dan kreatif karena kompetisi antarnegara sangat ketat dan sangat sengit," katanya.Lalu, apa langkah pemerintah selanjutnya? Silakan klik selanjutnya. [idr]