http://nasional.kompas.com/read/2017/11/13/12564631/tiga-situasi-yang-menggambarkan-kekalapan-kuasa-hukum-novanto
Tiga Situasi yang Menggambarkan "Kekalapan" Kuasa Hukum Novanto...
Yoga Sukmana
Kompas.com - 13/11/2017, 12:56 WIB
Kuasa hukum Ketua DPR dan Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto,
Fredrich Yunadi.
Kuasa hukum Ketua DPR dan Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto,
Fredrich Yunadi.(TRIBUNNEWS/DANY PERMANA)
*JAKARTA, KOMPAS.com* — Berbagai reaksi yang ditunjukan pengacara Ketua
DPR Setya Novanto <http://indeks.kompas.com/tag/Setya-Novanto>, Fredrich
Yunadi, setelah kliennya kembali ditetapkan sebagai tersangka kasus
korupsi KTP elektronik mengundang banyak kritik.
Di mata Generasi Muda Partai Golkar
<http://indeks.kompas.com/tag/Golkar>, sikap dan pernyataan Fredrich
Yunadi kepada publik menggambarkan tiga situasi.
"Pertama, bahwa dia mewakili sikap SN (Setya Novanto) yang memang akan
habis-habisan menentang dan melakukan perlawanan terhadap KPK
<http://indeks.kompas.com/tag/KPK>," kata Ketua Gerakan Muda Partai
Golkar (GMPG) Ahmad Doli Kurnia dalam keterangan tertulis yang diterima
/Kompas.com/, Jakarta, Senin (13/11/2017).
Selaku ketua lembaga tinggi negara dan pimpinan partai politik, kata
Ahmad, sikap Novanto yang tidak mau datang memenuhi panggilan KPK
merefleksikan seakan-akan rasa tidak hormat pada proses hukum di Indonesia.
(Baca: Fahri Hamzah Sebut Penetapan Tersangka Novanto Sandiwara KPK
<http://nasional.kompas.com/read/2017/11/13/12491991/fahri-hamzah-sebut-penetapan-tersangka-novanto-sandiwara-kpk>)
Bahkan, sikap kontradiktif itu dinilai mencerminkan keangkuhan Novanto
yang sepertinya ingin mengatur institusi penegak hukum lain untuk
bersama berhadapan dengan KPK.
Hal ini merujuk kepada reaksi Fredrich melaporkan dua pimpinan dan dua
penyidik KPK ke Bareskrim Polri, Jumat (10/11/2017), tidak berselang
lama setelah Novanto ditetapkan sebagai tersangka.
Kedua, sikap dan pernyataan Fredrich diyakini Ahmad didasari
/powerful/-nya kemampuan Novanto memberikan informasi dan meyakinkan
bahwa posisinya masih sangat kuat, termasuk adanya dukungan dari penguasa.
"Atau memang bisa jadi dia benar-benar mendapatkan perintah langsung
dari oknum pro-Setya Novanto yang saat ini berada di lingkaran kekuasaan
atau Istana," kata Ahmad.
Adapun gambaran ketiga dari sikap dan pernyataan reaktif Fredrich
dianggap sebagai dagelan.
Sebab, ucap Ahmad, apa yang disampaikan kepada publik membolak-balikkan
logika dan mengajarkan rakyat ke arah kesesatan berpikir dalam memahami
hukum.
Atas gambaran situasi itu, kata Ahmad, KPK tidak boleh lagi kalah cepat,
kalah cerdik, dan kalah /ngotot/ serta harus tegas untuk segera
melakukan penahanan terhadap Novanto.
Setya Novanto ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi e-KTP oleh
KPK(Kompas TV)