*Diberitaka dua kampung berpenduduk 1300 orang disandra. Pembebaskan para
sandra oleh 13 anggota kopasus dalam waktu kurang lebih 70 menit. Hebat
sekali aksinya,tanpa diberitakan terjadi kontak senjata. Apakah benar
penduduk disandara? Wawancaara dengan TPN-OPM diberitakan CNN**
[https://www.cnnindonesia.com/nasional/20171114144000-74-255564/opm-ungkap-alasan-jadikan-freeport-medan-tempur/
<https://www.cnnindonesia.com/nasional/20171114144000-74-255564/opm-ungkap-alasan-jadikan-freeport-medan-tempur/>
] sebgai berikut :*

*Apa benar ada Penyanderaan di Distrik Tembagapura?*

Tidak ada penyanderaan, Itu palsu, tidak benar, kami tidak pernah
menyandera. Masyarakat bebas berkebun, berternak, bebas dari kampung ke
kampung. Semua bebas, mereka ada yang jualan, pergi belanja. Seperti biasa
dalam kegiatan sehari-hari. Memang antara Mile 68 ini kami sedang bertempur
dengan TNI/Polri. Masyarakat takut berjalan dan kena peluru.


https://nasional.tempo.co/read/1035262/persoalan-baru-muncul-pasca-pembebasan-warga-mimika-papua


Persoalan Baru Muncul Pasca Pembebasan Warga Mimika Papua

Reporter:
Fajar Pebrianto

Editor:
Ninis Chairunnisa

Senin, 20 November 2017 07:05 WIB

0 komentar
<https://nasional.tempo.co/read/1035262/persoalan-baru-muncul-pasca-pembebasan-warga-mimika-papua#comments>

11002

   -

   [image: Persoalan Baru Muncul Pasca Pembebasan Warga Mimika Papua]
   
<https://nasional.tempo.co/read/1035262/persoalan-baru-muncul-pasca-pembebasan-warga-mimika-papua>
   
<https://nasional.tempo.co/read/1035262/persoalan-baru-muncul-pasca-pembebasan-warga-mimika-papua>Warga
   kampung Kimbeli, Utikini, dan Banti, yang berhasil dibebaskan dari
   penyanderaan yang dilakukan oleh Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) di
   Mimika, Papua, 17 November 2017. Satuan tugas gabungan TNI dan Polisi
   berhasil membebaskan 1.330 warga yang disandera. ANTARA/Jeremias Rahadat

TEMPO.CO, Jakarta – Pembebasan sekitar 1.300 warga Desa Kimbely dan Banti,
Kabupaten Mimika, Papua <https://www.tempo.co/tag/papua> yang diduga
disandera oleh kelompok bersenjata belum sepenuhnya menyelesaikan masalah.
Kepala Penerangan Komando Daerah Militer XVII/Cendrawasih Letnan Kolonel
Infantri M Aidi mengatakan persoalan baru muncul pada 1.000 warga yang
bertahan di dua desa tersebut.

“Selama ini yang menjalankan roda perekonomian adalah pendatang, mereka
yang buka warung dan kios,” kata Aidi kepada Tempo pada Ahad, 19 November
2017.

Baca: Sukseskan Operasi di Papua, 5 Perwira TNI Tolak Naik Pangkat
<https://nasional.tempo.co/read/1035209/sukseskan-operasi-di-papua-5-perwira-tni-tolak-naik-pangkat>

Sementara pada dua hari terakhir, sebanyak 344 warga pendatang dan warga
Papua, namun bukan asli Mimika, justru telah diungsikan dan meninggalkan
kedua desa. Sebanyak 344 warga ini telah berada di Timika, ibukota Mimika,
dan membaur dengan keluarga maupun paguyuban masing-masing.



Aidi mengatakan sekitar 1.000 orang warga asli dari dua desa semula sudah
diberi pilihan oleh pihak TNI dan Polri. “Mereka memilih bertahan,”
ujarnya. Namun ia mendapatkan informasi bahwa warga di kedua desa tersebut
tengah bermusyawarah untuk kembali memutuskan, apakah akan meninggalkan
kampung halaman mereka atau tetap bertahan.

Baca: Tito Karnavian: Perburuan Kelompok Bersenjata di Papua Tak Kendor
<https://nasional.tempo.co/read/1035219/tito-karnavian-perburuan-kelompok-bersenjata-di-papua-tak-kendor>

Dalam dua pekan terakhir ini, konflik muncul di dua desa yang menjadi
lokasi penambangan PT Freeport Indonesia tersebut. Kelompok bersenjata
diduga menyandera sekitar 1.300 warga di dua desa. Kelompok bersenjata
tersebut disebut berasal dari Tentara Pembebasan Nasional Papua
Barat-Organisasi Papua Merdeka (TPN-OPM). Namun Staf Markas Komando Daerah
Militer III Timika TPN-OPM Hendrik Wanmang tegas membantah adanya dugaan
penyanderaan tersebut. “Tidak benar ada penyanderaan,” kata Hendrik kepada
Tempo.

Pengacara Hak Asasi Manusia Veronica Koman juga membantah berita
penyanderaan tersebut. Kepolisian dinilai memanipulasi fakta mengenai
situasi yang sebenarnya di wilayah itu. “Tidak benar itu (penyanderaan),”
kata Veronica.

Aidi mengatakan warga asli kedua desa mayoritas bekerja sebagai pendulang
emas tradisional dan hampir tidak ada yang berkebun maupun bertani. Alhasil
setelah pendatang pergi, kehidupan sosial warga di kedua desa macet. “Dapat
emas, dapat uang, tapi kalau tak bisa beli beras, kan sama saja,” kata Aidi.

Namun jika 1.000 warga memutuskan untuk meninggalkan kedua desa, kata Aidi,
masalah lain tetap muncul. Aparat TNI dan Polri juga mesti memikirkan
lokasi pengungsian dan pemukiman baru. Sehingga langkah yang bisa dilakukan
aparat saat ini adalah memberikan bantuan kepada warga yang bertahan. “Kami
terima kasih ke Polri yang sudah menggunakan anggarannya sendiri untuk
memberikan bantuan, walau tentu tak akan bisa berlangsung lama, pemerintah
daerah harus segera ambil langkah,” kata Aidi.
  • [GELORA45] ... Sunny ambon ilmeseng...@gmail.com [GELORA45]
    • [GELOR... 'Karma, I Nengah [PT. BI-POS]' ineng...@chevron.com [GELORA45]

Kirim email ke