----- Pesan yang Diteruskan ----- Dari: Sunny ambon ilmeseng...@gmail.com 
[nasional-list] <nasional-l...@yahoogroups.com>Kepada: @ <undefined>Terkirim: 
Selasa, 28 November 2017 18.01.57 GMT+1Judul: [nasional-list] MELAWAN KAMPANYE 
ANTI SAWIT
     


http://www.sinarharapan.co/news/read/1711238812/melawan-kampanye-anti-sawit


MELAWAN KAMPANYE ANTI SAWIT
 
KITA HARUS INTROSPEKSI SEJAUHMANA AKUNTABILITAS PENGELOLAAN SAWIT DAN 
SUMBANGANNYA PADA PENINGKATAN KESEJAHTERAAN PETANI
  23 November 2017 09:54  BC Editorial  dibaca: 1104       Save     inShare     
 
Borneo News / 
 

 
Kesepakatan PresidenJoko Widodo (Jokowi) dengan PM Malaysia Dato Sri Mohamad 
Najib untukbekerjasama melawan kampanye anti sawit kita sambut baik karena akan 
memperkuatdaya tawar kita menghadapi sindikat anti sawit. Bagaimanapun 
kepentingan kitasangat besar karena jutaan keluarga menggantungkan hidup di 
ladang perkebunan ini.

Dalampertemuan di Kuching, Rabu, Jokowi dan Najib sepakat bekerjasama untuk 
melawan"kampanye hitam" terhadap industri kelapa sawit di kedua negara."Kita 
harus bersatu melawan kampanye hitam terhadap kelapa sawit,"kata Jokowi dalam 
konferensi pers bersama PM Najib.

Pengelolaanindustri sawit kita memang mendapattkan sorotan tajam, khususnya 
oleh Eropa. Aprillalu, Parlemen Uni Eropa mengeluarkan resolusi sawit dan 
pelarangan biodieselberbasis sawit, dengan sorotan utama Asia Tenggara, 
khususnya Indonesia.Parlemen Uni Eropa menilai industri sawit menciptakan 
masalah deforestasi,degradasi habitat satwa, korupsi, pekerja anak dan 
pelanggaran Hak AsasiManusia (HAM). 

Resolusi itusecara khusus menyebut industri sawit Indonesia penuh dengan 
masalah-masalah tersebut.Resolusi itu juga mendesak Komisi Uni Eropa menerapkan 
skema sertifikasitunggal bagi produk sawit impor demi menghentikan dampak buruk 
industri ini.Uni Eropa rencananya akan melarang pemakaian minyak sawit untuk 
biodiesel mulai2020 mendatang. 

Analis dariPhillip Futures di Kuala Lumpur, David Ng, menyebutkan pelarangan 
biofuelberbasis minyak sawit di Eropa akan menggerus permintaan terhadap minyak 
sawit,yang diestimasi sedikitnya 1 juta ton minyak sawit tidak akan terserap. 

Kitasepatutnya merasa prihatin dengan tantangan yang dihadapi ke depan. 
Keduanegara memang bisa mengajukan gugatan ke Organisasi Perdagangan Dunia 
(WTO)jika resolusi tersebut dilaksanakan, namun tentu membutuhkan upaya hukum 
yangterencana dengan baik. Selain membutuhkan dana dan waktu lama, 
dampakpelaksanaan resolusi itu  akan cukupbesar kita rasakan.

Di balikitu, kita sebenarnya perlu menelusuri lebih jauh dan melakukan 
introspeksiapakah pengelolaan industri sawit sudah baik, akuntabel  dan 
menyejahterakan rakyat. Menteri KeuanganSri Mulyani Indrawati pernah menyoroti 
rendahnya kepatuhan pengusaha sawitdalam membayar pajak. Ia juga mengkritik 
banyaknya perusahaan yang sangat kayaraya namun di sisi lain jutaan petani 
tidak mendapatkan bagian yang cukup untukmenikmati kekayaan tersebut. 

Databeberapa tahun lalu memperlihatkan sebanyak 25 grup perusahaan besar 
menguasailahan seluas 5,1 juta hektare atau hampir setengah Pulau Jawa.  Dari 
jumlah itu sebanyak 3,1 juta hektaretelah ditanami, sisanya masih belum 
digarap. Luas perkebunan sawit di Indonesiasaat ini sekitar 10 juta hektare. 
Sebanyak 30 taipan diperkirakan menguasaiperusahaan perkebunan yang sudah 
listed di bursa efek, dengan total kekayaanmereka (2013) mencapai US$ 71,5 
miliar atau Rp 922,3 triliun.

Kita juga memperhatikankajian Komisi Pemberantasa Korupsi (KPK) mengenai 
kelemahan dalam mekanismeperizinan, pengawasan, dan pengendaliannya, yang 
membuat sektor ini rawankorupsi. Saat ini belum ada desain tata kelola usaha 
perkebunan dan industrikelapa sawit yang terintegrasi dari hulu ke hilir. 
Kondisi ini tak memenuhiprinsip keberlanjutan pembangunan, rawan terhadap 
persoalan tata kelola yangberpotensi korupsi.

KPK jugamenyoroti pungutan ekspor kelapa sawit yang belum efektif karena 
sistemverifikasi belum berjalan baik. Penggunaan dana kelapa sawit, habis 
untuksubsidi biofuel. Parahnya, subsidi ini salah sasaran dengan tiga grup 
usahaperkebunan mendapatkan 81,7% dari Rp 3,25 triliun alokasi dananya. 
Padahalseharusnya penggunaan dana terbagi untuk penanaman kembali, peningkatan 
sumberdaya manusia, peningkatan sarana dan prasarana, promosi dan advokasi, 
danriset. Tak hanya itu, menurut KPK, pungutan pajak sektor kelapa sawit 
takoptimal. Tingkat kepatuhan pajak baik perorangan maupun badan juga 
mengalamipenurunan. Sejak tahun 2011-2015, wajib pajak badan dan perorangan 
kepatuhannyamenurun masing-masing sebanyak 24,3 persen dan 36 persen.

Kita tentu mendukungberbagai upaya diplomatik untuk melawan kampanye anti 
sawit. Bagaimanapun kitaharus memperhatikan kepentingan petani dan industri 
karena peran sawit tidak kecil dalam perekonomian. Namundemikian, berbagai 
catatan yang diutarakan Menkeu Sri Mulyani dan KPK harusdiperhatikan, 
setidaknya menjadi PR besar yang tidak bisa dianggap enteng.

Kita sangatmengharapkan masa depan industri sawit nasional terus berkembang dan 
bersifatsustainable. Selain itu, kita juga menginginkan agar pengelolaannya 
lebihterarah dan bertanggungjawab sehingga mampu menjadi tulangpunggung 
perekonomiannasional dan peningkatan kesejahteraan rakyat.

Sumber : BERBAGAI SUMBER     

Kirim email ke