http://sains.kompas.com/read/2017/12/18/201900523/sains-menjelaskan-bagaimana-polusi-udara-
bisa-bikin-anak-nakal
Sains Menjelaskan Bagaimana Polusi Udara
Bisa Bikin Anak Nakal
Resa Eka Ayu Sartika
Kompas.com - 18/12/2017, 20:19 WIB
Suasana jalan di New Delhi yang diselimuti kabut tebal akibat polusi
terparah, Selasa (7/11/2017). (AFP/Prakash Singh)Suasana jalan di New
Delhi yang diselimuti kabut tebal akibat polusi terparah, Selasa
(7/11/2017). (AFP/Prakash Singh)
*KOMPAS.com* — Polusi <http://indeks.kompas.com/tag/polusi> udara sering
kali dikaitkan dengan kesehatan manusia. Namun, tahukah Anda bahwa
polusi <http://indeks.kompas.com/tag/polusi> udara juga berpotensi
membuat anak jadi nakal?
Diana Younan dari Keck School of Medicine, University of Southern
California, Amerika Serikat, menjelaskan, tingkat polusi udara
<http://indeks.kompas.com/tag/polusi-udara> yang melonjak membuat udara
penuh dengan partikel kecil. Partikel kecil inilah yang dapat membuat
berbagai kerusakan dalam tubuh manusia.
"Sudah diketahui bahwa polusi udara dapat memengaruhi fungsi pernapasan
atau kesehatan, tetapi tidak begitu diketahui bahwa itu juga bisa
memengaruhi otak," ungkap Younan dikutip dari /Popular Science/, Kamis
(14/12/2017).
Beberapa dekade belakangan, para ilmuwan mencatat bukti yang menunjukkan
bahwa menghirup udara tercemar beracun bagi otak. Hal ini diteliti lebih
dalam dengan perubahan perilaku <http://indeks.kompas.com/tag/perilaku>,
terutama pada anak-anak dan remaja.
*Baca juga: PBB Beri Peringatan Dampak Polusi Udara pada Otak Anak
<http://sains.kompas.com/read/2017/12/06/180600523/pbb-beri-peringatan-dampak-polusi-udara-pada-otak-anak>
*
Sesuai dengan yang disampaikan Younan sebelumnya, tentang bagaimana
pemaparan timbal saat masa kecil (biasanya cat atau bensin) akhirnya
terkait dengan masalah perilaku, beberapa ilmuwan menduga penurunan
kejahatan yang terjadi di Amerika Serikat (dan beberapa negara lain)
sejak 1990 dapat dihubungkan dengan penghapusan timbal dalam bensin.
"Timbal inilah yang memelopori keseluruhan penelitian mengenai faktor
risiko lingkungan," kata Younan.
Berdasarkan analisis data dari hampir 700 anak, Younan dan timnya
menemukan bahwa anak-anak di Los Angeles yang terpapar polusi udara
lebih banyak selama masa remaja cenderung berperilaku nakal. Temuan ini
kemudian dipublikasikan dalam /Journal of Abnormal Psychology/.
Temuan tersebut juga menjelaskan bahwa jumlah polusi yang sama berefek
lebih kuat pada perilaku ketika anak-anak memiliki hubungan buruk dengan
orangtua atau ketika ibu mereka menunjukkan tanda-tanda depresi.
Penelitian ini sendiri menggunakan data dari anak-anak selama hampir
satu dekade. Data peserta dimulai ketika mereka berusia sembilan tahun.
Orangtua diminta untuk menyelesaikan kuisioner tentang perilaku
anak-anak mereka setiap beberapa tahun sekali. Kuisioner tersebut berisi
pertanyaan tentang kebiasaan berbohong atau curang, penggunaan
narkotika, dan vandalisme.
Tim tersebut kemudian menggunakan data mengenai polusi udara setiap hari
di wilayah tersebut untuk mengklasfikasikan jumlah polusi yang dihadapi
setiap anak di dekat rumah mereka selama penelitian berlangsung.
*Baca juga: Hati-hati, Polusi Udara Bisa Jadi Penyebab Mandul
<http://sains.kompas.com/read/2017/11/22/202709423/hati-hati-polusi-udara-bisa-jadi-penyebab-mandul>
*
Younan secara khusus melihat polusi dari partikel 2,5 yang berukuran 30
kali lebih kecil dari rambut manusia. Polusi tersebut terutama berasal
dari mobil dan lalu lintas.
Dia menjelaskan bahwa hubungan antara tingkat polusi dan perilaku buruk
tidak terkait dengan perbedaan ras, status sosial ekonomi, jenis
kelamin, atau faktor sosial lainnya. Oleh karena itu, Younan
menggarisbawahi bahwa ini adalah efek dari partikel polusi tersebut.
Namun, penting untuk dicatat bahwa orang miskin cenderung tinggal di
dekat jalan raya atau daerah lebih berpolusi sehingga lebih banyak
terpapar partikel ini, kata Younan.
Dengan kata lain, warga miskin lebih berisiko mendapatkan efek buruk ini.
Hasil penelitian Younan juga didukung Deborah Cory-Slechta, profesor
kedokteran lingkungan di University of Rochester yang tak terlibat
penelitian Younan.
Cory-Slechta juga memulai kariernya dengan melihat paparan timbal.
Beberapa tahun terakhir, dia juga melakukan penelitian terkait polusi udara.
*Baca juga: Polusi Udara Berisiko Tinggi pada Golongan Darah Non-O
<http://sains.kompas.com/read/2017/11/17/190000523/polusi-udara-berisiko-tinggi-pada-golongan-darah-non-o>*
Awalnya dia skeptis bahwa polusi udara dapat berdampak pada otak. "Tapi
sungguh menakjubkan apa yang mulai kami temukan. Semua orang terkejut,
paling tidak, betapa dramatis beberapa efek ini," kata Cory-Slechta.
Dia juga mempelajari efek polusi udara pada model hewan. Hasilnya,
perubahan perilaku yang dilihatnya dalam penelitian tersebut tampaknya
sesuai dengan jenis perilaku buruk yang diamati dalam studi longitudinal
milik Younan.
"Bahkan pada tingkat keterpaparan yang relatif rendah (pada hewan), kita
melihat perubahan perilaku. Hal-hal seperti impulsif, dapat berhubungan
dengan tingkah lakunya," ungkapnya.
Polusi udara <http://indeks.kompas.com/tag/polusi-udara> memang memiliki
beberapa jalur potensial untuk masuk ke otak. Partikel yang terhirup
dalam paru-paru bisa masuk dalam darah dan akhirnya beredar hingga ke otak.
Masalah partikel juga bisa menyebabkan stres di paru-paru. Ini bisa
menyebabkan produksi molekul peradangan yang kemudian menuju ke otak.
*Baca juga: Tumbuhan Juga Sebabkan Polusi Udara, Kok Bisa?
<http://sains.kompas.com/read/2017/05/20/112923323/tumbuhan.juga.sebabkan.polusi.udara.kok.bisa.>*
Selain itu, pencemaran juga bisa langsung menyerang ke otak, terutama
saat orang menghirup udara tercemar melalui hidung mereka yang terhubung
langusng ke bagian otak yang disebut bola pencium.
Cory-Slechta menjelaskan lebih detail bahwa partikel yang melintasi
mampu melewati perlindungan di membran darah otak.
Materi partikel sering disertai dengan logam, bahan organik, atau
kontaminan lain. Semua itu dapat menimbulkan malapetaka pada otak,
terutama pada ambang batas kritis.
"Ini adalah respons fisik terhadap polusi. Ini merusak otak," kata Younan.
Melihat temuan yang menyebutkan bahwa tingkat kejahatan turun sebagai
dampak dihilangkannya timbal dari bensin, Younan berspekulasi bahwa
mungkin hal ini juga bisa berlaku pada kasus polusi udara.
"Selama beberapa dekade terakhir, polusi udara telah menurun dan
kejahatan telah menurun. Menarik untuk melihat apakah keduanya memiliki
kaitan," ujar Younan.