----- Pesan yang Diteruskan ----- Dari: 'Chan CT' sa...@netvigator.com 
[GELORA45] <GELORA45@yahoogroups.com>Kepada: GELORA_In 
<gelor...@yahoogroups..com>Terkirim: Selasa, 19 Desember 2017 16.40.30 
GMT+1Judul: Fw: [GELORA45] Kisah Peselancar Australia Rob Henry yang Menemukan 
Jati Diri di Antara Suku Mentawai
     

  From: Sunny ambon ilmeseng...@gmail.com [GELORA45] Sent: Tuesday, December 
19, 2017 5:19 PM    


 

 

http://aceh.tribunnews.com/2017/12/19/kisah-peselancar-australia-rob-henry-yang-menemukan-jati-diri-di-antara-suku-mentawai

 

Kisah Peselancar Australia Rob Henry yang Menemukan Jati Diri di Antara Suku 
Mentawai

Selasa, 19 Desember 2017 11:20

 

Rob Henry, pria asal Australia yang sudah tinggal bersama penduduk asli 
Mentawai selama delapan tahun dan mengabadikannya dalam film dokumenter As 
Worlds Divide 

 

SERAMBINEWS.COM - Pencarian jati diri memang jalan yang panjang dan berliku.. 
Setiap orang memiliki caranya sendiri, termasuk seorang peselancar asal 
Australia ini.

Rob Henry, pria asal Melbourne, Australia ini dulunya bekerja sebagai 
peselancar. Namun, kini dia memilih tinggal di kepulauan Mentawai yang terletak 
di lepas pantai barat Sumatera bersama penduduk asli suku bangsa Mentawai. 
Tidak tanggung-tanggung, Henry sudah menetap di sana selama lebih dari delapan 
tahun.

Hal ini dilakukan Henry tak lama setelah krisis keuangan global mengguncang 
dunia pada tahun 2008. Buatnya, krisis ekonomi ini menjadi katalisator untuk 
memikirkan kembali caranya menjalani kehidupan.

"Saya perlu menjauh dari sana (Melbourne) dan melihat apa arti kehidupan. Saya 
merasakan ada sesuatu yang mungkin lebih bermakna dan ada cara hidup yang lebih 
baik. Jadi saya memutuskan untuk meninggalkan Melbourne dan mencari hal itu," 
kata Henry seperti dikutip dari ABC, Kamis (14/12/2017).

Awalnya, Rob memang tidak langsung menuju ke Mentawai. Dia mengunjungi 
Indonesia untuk berselancar di sebuah resor dan melakukan pekerjaan terkait 
proyek film.

Sampai akhirnya, dia bertemu seseorang yang membuatnya kembali berpikir tentang 
kehadirannya di dunia.

"Dia seorang anak muda asli Mentawai bernama Andy yang sudah bekerja di resor 
itu selama setahun. Dia memiliki hubungan luar biasa dengan tempat itu 
(Mentawai) yang kemudian membuat saya berpikir, jangan-jangan budaya dan 
kebebasan yang selama ini dipahami justru sebenarnya adalah sesuatu yang tidak 
pernah saya lihat selama ini," jelasnya.

Bertemu dengan Andy dirasa Henry sebagai sesuatu yang sangat menyegarkan. 
Membangkitkan rasa penasarannya untuk merasakan langsung.

"Saya ingin tahu apa yang dialami dan diketahuinya, yang tidak kita ketahui," 
sambungnya.

Menyanggupi rasa penasarannya, Henry benar-benar datang ke desa nelayan 
terpencil untuk tinggal bersama penduduk asli Mentawai yang telah hidup di sana 
selama ribuan tahun dan sama sekali tidak bisa berbahasa Inggris.

"Saya tertarik tinggal di desa yang jauh dari pariwisata. Saat saya 
menginjakkan kaki pertama kali, saya tidak tahu banyak tentang daerah itu. 
Apalagi saya tidak mengerti bahasa mereka. Datang ke sana (Mentawai) begitu 
luar biasa, menakutkan sekaligus menantang," ujarnya.

Kekayaan tradisional yang terpendam

Seiring berjalannya waktu dan segala proses yang dilakukannya untuk mendekatkan 
diri dengan penduduk lokal, akhirnya Henry dapat memahami bahasa daerah yang 
digunakan suku bangsa Mentawai.

Sangat diterima dalam masyarakat di sana, Henry juga menjalankan sejumlah 
ritual adat agar tubuhnya bisa ditato seperti yang dimiliki orang Mentawai. 
Tato yang disebut Titi ini merupakan tato tertua di dunia, yang diperkirakan 
sudah dirajah ke tubuh orang Mentawai saat mereka mendarat di pantai barat 
Sumatera pada Zaman Logam (1500 SM-500SM).

Dia juga mempelajari lebih banyak tentang sistem kepercayaan suku bangsa 
Mentawai yang disebut Arat Sabulungan.

"Mereka mempercayai bahwa semua hal di alam memiliki jiwa dan jika manusia akan 
meninggal, jiwa mereka akan kembali ke alam dan menjadi bagian dari alam," 
jelasnya.

Sayangnya, saat ini tidak semua orang Mentawai meneruskan pesan luhur ini. 
Generasi baru mulai mengikis cara hidup tradisional orang Mentawai.

"Semakin menghilang. Hal ini masih hidup di kalangan tetua, mereka ingin terus 
meneruskannya kepada generasi berikutnya," ujarnya.

Menurut Henry, orang Mentawai saat ini sudah dapat hidup secara bebas, berbeda 
dengan para leluhur mereka. Selama Henry tinggal di sana, dia membuat film 
dokumenter yang diberi judul As Worlds Divide. Dia berharap film perjalanan 
delapan tahunnya dapat menyoroti bagaimana kehidupan asli orang Mentawai.

"Saya belajar banyak. Saya belajar betapa hanya sedikit yang diperlukan untuk 
bahagia. Hal itu jelas bukan berasal dari materi. Benar-benar dari dalam diri 
sendiri dan hubungan kita dengan keluarga dan teman. Saya pikir bagi semua 
kebudayaan asli, hal itulah yang menyebabkan mereka bisa bertahan selama 
puluhan ribu tahun," papar Rob Henry.

 
    

Kirim email ke