From: 'j.gedearka' j.gedea...@upcmail.nl [GELORA45] 
Sent: Wednesday, December 20, 2017 3:50 AM
  



http://nasional.kompas.com/read/2017/12/18/17034841/pentingnya-pendidikan-untuk-penanggulangan-dan-darurat-bencana


 

Pentingnya Pendidikan untuk 

Penanggulangan dan Darurat Bencana
Perhimpunan Pelajar Indonesia
Kompas.com - 18/12/2017, 17:03 WIB

Anak-anak sekolah dasar berlindung di bawah meja mereka saat latihan gempa di 
sebuah sekolah di Tokyo pada tanggal 1 September 2015. Latihan anti-bencana 
nasional diadakan pada tanggal 1 September pada hari peringatan gempa besar 
1923 yang menewaskan lebih dari 100.000 orang di daerah metropolitan Tokyo.(AFP 
PHOTO/YOSHIKAZU TSUNO)

AKHIR-AKHIR ini, bermacam jenis bencana singgah di Tanah Air. Mulai dari Gempa 
(Sukabumi), banjir (Medan dan Jogjakarta), banjir bandang (Pacitan dan Lombok 
Timur), gunung meletus (Gunung Agung, Bali), puting beliung (Sidoarjo), dan 
beberapa bencana lainnya terjadi tanpa mengenal musim.

Karena Indonesia bagian dari kepulauan yang secara geografis terletak di antara 
tiga lempeng besar (Eurasia, Indoaustralia, dan Pasifik), negeri ini rentan 
akan bencana alam.

Selain itu, Indonesia juga masuk dalam zona ring of fire sehingga kemungkinan 
bencana bisa saja terjadi.

Semua faktor itu tentunya mengakrabkan negara ini dengan berbagai kemungkinan 
bencana yang ada, di mana masyarakat perlu lebih bersahabat dengan alam.

Bencana multihazard sudah sering menjadi wacana dan pertimbangan untuk 
diikutsertakan dalam semua perencanaan teknis di tingkat industri maupun 
pembangunan.

Perihal kesehatan dan keselamatan kerja dan lingkungan hidup (K3LH), manajemen 
risiko bencana, safety fire protection, maupun penanggulangan risiko bencana 
menjadi perhatian khusus yang tidak dikesampingkan para pelaku pembangunan.

Juga menjadi perhatian khusus karena bencana alam yang tergolong dalam bencana 
tipe rapid onset (kejadian berlangsung cepat) memiliki total kontribusi 
persentase kematian hingga kurang lebih 13 persen (Wisner, 2003).

Untuk tingkat pekerjaan dan lapangan, Indonesia telah sangat memperhatikan 
aspek K3LH (Kesehatan, Keselamatan, Kerja dan Lingkungan Hidup) untuk 
pekerja-pekerjanya.

Hal itu bisa dilihat dari sistem manajemen K3LH yang telah menjadi aspek utama 
di ranah industri Indonesia di mana rambu-rambu K3 telah terpasang secara rapi 
dan inspeksi juga audit terkait keselamatan kerja rutin diadakan.

Namun, perencanaan dan pembangunan yang melibatkan aspek K3LH dan pertimbangan 
terhadap desain sesuai perilaku bencana pun tak cukup.

Pada akhirnya, masyarakatlah yang secara langsung merespons ketika terjadi 
bencana. Dalam hal ini, kesiapsiagaan melalui pendidikan dan pelatihan menjadi 
bagian daripada upaya preventif sebelum memakan korban.

Hal tersebut telah disampaikan oleh Wakil Presiden Indonesia Jusuf Kalla dalam 
acara World Tsunami Awareness (2016) bahwa "Awareness ini artinya kesiapan atau 
kehati-hatian. Jadi yang kita harapkan adalah memasyarakatkan persiapan apabila 
ada bencana. Persiapan diri mendidik."

Mencegah sebelum dan selagi bencana

Mitigasi bencana adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik 
melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan 
menghadapi ancaman bencana (Pasal 1 ayat 6 PP No 21 Tahun 2008 tentang 
Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana).

Untuk hal semacam itu, Indonesia memiliki Badan Nasional Penanggulangan Bencana 
(BNPB). Badan ini juga memiliki rantai terkecil, yaitu Badan Penanggulangan 
Bencana Daerah (BPBD) yang bisa menjadi wadah kuat dalam masalah kebencanaan di 
Indonesia.  

BNPB mengeluarkan buku saku yang melingkupi prosedur kedaruratan seperti gempa 
bumi, tsunami, gunung api, banjir, tanah longsor, angin puting beliung, 
gelombang pasang, kebakaran lahan dan hutan, kekeringan, kecelakaan 
transportasi, dan lainnya. Buku ini telah secara lengkap memaparkan prosedur 
menghadapi bencana bagi masyarakat.

Namun, itu semua tidak cukup diatur melalui tulisan. Masyarakat Indonesia dari 
kalangan berbagai usia sedari dini memerlukan bimbingan intensif terkait 
penanggulangan bencana.

Yan Pieter, salah satu mantan staf pengajar ahli Kesehatan, dan Keselamatan 
Kerja-Sistem Manajemen (K3-SMK) dari Universitas Negeri Jakarta mengatakan, 
"Bukanlah mengurangi dampak risiko keselamatan, namun menjadikan risiko bencana 
itu menjadi nol, yaitu melalui kegiatan pencegahan."

Tentunya semua ini bisa berhasil melalui aksi cepat tanggap dan darurat dari 
masyarakat yang sudah mengenal, terbiasa, dan telah terlatih dalam menghadapi 
risiko bencana yang ada.

Kita bisa menengok dan belajar dari negara dengan tingkat kewaspadaan bencana 
(emergency preparedness) cukup tinggi, misalnya Jepang dan Filipina.

Di Jepang, pendidikan kebencanaan sudah diterapkan sejak di bangku sekolah dan 
masuk kedalam kurikulum nasional. Begitu pula dengan di Filipina.

Hal itu tidak berbeda jauh dari kampus-kampus di China. Pelatihan dan 
penyuluhan keselamatan dan darurat bencana dilakukan di asrama setiap permulaan 
ajaran baru. Beijing Jiaotong University, misalnya, selain pendidikan dan 
pelatihan, kampus ini juga menyediakan ruang eksibisi tentang pendidikan 
kebencanaan.

"Karena kita menginginkan agar mahasiswa mengetahui pengetahuan keselamatan 
dasar dalam menghadapi bencana secara mandiri," ujar Myranda selaku staf ahli 
asrama ketika ditanya alasan diadakannya pendidikan kebencanaan rutin.

Belajar dari negara luar, pendidikan, pelatihan dan simulasi perlu menjadi akar 
utama untuk masyarakat di berbagai daerah, sehingga masyarakat tak hanya cepat 
tanggap setelah terjadi, tetapi juga telah siaga dan mampu bertindah pra dan 
pascabencana.

Annisa Dewanti Putri
Anggota Komisi Pendidikan PPI Dunia
Master of Civil Engineering Beijing Jiaotong Universit 
PPI China (ppidunia.org)

Kirim email ke