Aktivis Penjilat Anies?
       
Orang-orang miskin adalah komoditas yang sering diperjual-belikan LSM. Sebagian 
mungkin digerakkan ketulusan demi kemanusiaan, sebagian lain bisa dilihat motif 
kepentingannya. Mungkin tidak selalu Rupiah, karena sebagian dari mereka sudah 
cukup kaya. Namun untuk mendongkrak kelas, seperti status sosial atau sebutan 
pembela wong cilik. Dalam komunitas tertentu, positioning semacam itu sangat 
penting.
    
Berbagai motif aktivis itu sebenarnya diperlukan, selama Pemerintah atau 
pengusaha besar tidak berbuat adil. Aktivis yang entah murni dorongan 
kemanusiaan, atau demi penghidupan dan nama baik menjadi penyeimbang dari 
abusive of power. Namun jika semua sudah seimbang, suara mereka justru mirip 
kaleng rombeng. Bising dan menyebalkan. Atau sebaliknya, saat akal sehat 
membutuhkan suara mereka, justru mereka malah merapat pada penguasa.

Dua hal itu sama buruknya: aktivis kaleng rombeng (saat situasi seimbang) dan 
aktivis pro penguasa (saat situasi tak seimbang).

Di jakarta, dulu banyak aktivis bersuara lantang tentang kebijakan Pemerintah. 
Mereka membawa teori-teori berat sebagai dasar argumen. Biar terkesan intelek. 
Itu waktu gubernurnya Ahok. Orang boleh memiliki alasan demi kemanusiaan dan 
akal sehat untuk melawannya. Posisi ahok adalah Pemerintah, ia rentan 
disalahkan. Apalagi musuh politiknya memang banyak. Namun ironisnya, aktivis 
yang dulu teriak-teriak soal kemanusiaan itu sekarang bungkam.

Penggusuran tetap terjadi. Banjir bertambah titik genangannya. Sampah dan 
kesemrawutan lalu lintas makin bertambah. Pengangguran dan kriminalitas 
meningkat. Namun mereka diam. Ternyata, yang lebih gila, sekarang mereka 
merapat pada penguasa. Tidak hanya sebagai LSM yang mengorder stopmap dan 
amplop. Namun jadi bagian integral pemerintahan.

Aktivis murni mestinya berdiri di luar. Tugasnya mengawasi, memberi teguran, 
mengoreksi. Saat mereka ada di lingkaran kekuasaan, itu tak lain adalah anjing 
penjaga. Bukan aktivis lagi. Maka memakai alasan kemanusiaan dan sebutan 
aktivis sambil menerima upah dari penguasa adalah tipikal centeng kompeni. Itu 
aktivis sampah.

Anies, gubernur yang tak becus bekerja itu merekrut 70-an orang untuk menutupi 
ketidak-mampuannya. Sebagian dari mereka dikenal sebagai aktivis. Melihat 
kedekatan mereka, muncul tudingan miring, bahwa mereka aktivis model baru, 
aktivis pro Anies.

Sehina-hinanya aktivis adalah mereka yang menjilat pada penguasa yang culas 
dengan mengatasnamakan kemanusiaan.

Program-program Anies jelas bermasalah. Kita lihat Tanah Abang yang sekarang 
jadi mimpi buruk. Balaikota yang kembali berjarak dan penuh rahasia. Janji 
politik yang nyaris semua diingkari. 

Yang terbaru sebagai contoh pelegalan becak di DKI Jakarta. Padahal sejak tahun 
80-an, becak dianggap bermasalah bagi kota yang terus berkembang pesat seperti 
Jakarta. Sejak itu becak terlarang beroperasi. Problem becak ini banyak sekali. 
Pertama mereka lambat, sangat lambat. Kedua mereka tidak punya kelengkapan lalu 
lintas memadai. Ketiga, tenaganya manusia. Keempat, mereka seenaknya di jalan. 
Kelima, tidak menjanjikan secara ekonomi.
    
Kehadiran Bajaj sebenarnya adalah upaya untuk mengganti becak yang digerakkan 
tenaga manusia. Bajaj, meski juga bermasalah, sedikit lebih manusiawi. Karena 
yang dibutuhkan Jakarta adalah transportasi massal. Atau transportasi kecil 
yang terintegrasi. Jakarta tak butuh moda transportasi yang bikin macet karena 
ngetem dan lambat. Apalagi tenaganya manusia.

Membiarkan becak berkeliaran di Jakarta sama halnya tega terhadap kemiskinan. 
Membiarkan mereka terjerumus dalam kesengsaraan secara terus-menerus. Padahal 
mestinya, tugas orang yang peduli kemanusiaan adalah mengangkat derajat mereka. 
Memberikan pekerjaan yang lebih baik. Jika bapaknya pengayuh becak, anaknya 
sudah harus lebih sukses. Bukan malah mengabadikan kesengsaraan itu secara 
turun-temurun.
    
Nursyahbani Katjasungkana merilis pernyataan di akun medsosnya tentang sikap 
beberapa kelompok aktivis yang mendukung program becak itu. Di antaranya 
Serikat Becak Jakarta (Sebaja) Jaringan Rakyat Miskin Kota (JRMK) Jakarta dan 
Urban Poor Consortium (UPC). Dengan tulisan huruf kapital ditulis di sana, 
"TOLONG DISEBAR, JIKA MEMANG MASIH PUNYA EMPATI." 

Mirip ciri khas tulisan penyebar hoax dari bumi datar. Tulisan itu berisi 
pernyataan yang lemah argumennya. Setiap butirnya terkadung sesat pikir kronis. 
Orang-orang yang membuat tulisan itu seperti tak pernah belajar logika. Semacam 
proyek yang dipaksakan demi berlakunya edaran stopmap dan amplop di Balaikota.

Program becak untuk wisata yang diusulkan Sebaja, masih memungkinkan untuk 
diterima. Namun itu pernyataan belakangan para aktivis saat Anies mulai 
terdesak. Jadi para aktivis ini seolah menjadi penyambung lidah Anies. Mereka 
menerangkan proyek becak ini dengan detil dan membawa-bawa nama orang miskin. 
Padahal secara nalar sehat, penjelasan itu tak bisa diterima.

Trik murahan yang biasa dilakukan untuk mengedarkan stopmap dan amplop oleh 
aktivis nakal. Biasanya saat si aktivis berada di luar lingkaraan kekuasaan. 
Itu bargaining position yang bagus. Namun anehnya, itu dilakukan justru saat 
mereka ada di dalam lingkaran kekuasaan. Kita tak perlu bertanya lagi soal 
idealisme pada mereka.

Lagipula, begitu Anies berkoar-koar soal becak, para pedagang becak dan tukang 
becak dikabarkan siap menggelontorkan puluhan ribu becak ke Jakarta. Beberapa 
sudah memenuhi titik-titik kota Jakarta. Para aktivis pro Anies buru-buru 
menyiapkan regulasi dadakan. Namun apakah itu efektif? Katanya tadi membela 
kemiskinan? Begitu orang miskin berbondong-bondong datang membawa becak akan 
mereka usir. 

Logika model mana yang dipakai wahai Tuan aktivis pro penguasa?

Gambaran yang terjadi di Jakarta ini adalah mimpi buruk bagi Indonesia. Kelak 
akan dicatat dalam sejarah para aktivis pergerakan, ada satu masa di mana 
aktivis itu sibuk menjual nama orang miskin demi menjilat kekuasaan. Gelar 
aktivis penjliat Anies akan jadi noktah hitam bagi orang-orang yang secara 
jujur berjuang berdarah-darah sebagai aktivis tulen melawan tiran.

Untuk para aktivis yang dikriminalisasi, dibui, diburu, dilenyapkan, oleh 
penguasa atau pengusaha hitam, fakta di Jakarta ini adalah kisah paling nista 
dari sejarah aktivis sepanjang masa. Sehina-hinanya aktivis adalah mereka yang 
menjual kemanusiaan sementara mereka menjilat penguasa lalim.

Aktivis sampah!

Kajitow Elkayeni

SUMBER: https://seword.com/politik/aktivis-penjilat-anies-HyjpNBsrf
   
  • [GELORA45] Fw: Aktivis Pe... 'K. Prawira' k.praw...@ymail.com [GELORA45]

Reply via email to