Ini baru rekomendasi Ombusdman Republik Indonesia (ORI).

---In GELORA45@yahoogroups.com, <marthajan04@...> wrote :

 apa betul nih beritanya? perasaan dari jaman dulu, masih pemerintahan Suharto, 
di jakarta ga boleh tuh keturunan non pribumi punya SHM. cuma boleh sertifikat 
HGB (Hak guna bangunan) selama 20 tahun yang harus diperbarui kalau sudah habis 
masa berlakunya. Bayar lagi dan mungkin juga belum tentu dikabulkan untuk 
sesuatu sebab.
 Kalau betul, ini kemajuan hebat. semoga beneran bukan hoax.


---In GELORA45@yahoogroups.com, <jonathangoeij@...> wrote :

 

 

 KADO IMLEK: Rekomendasi ORI  menyimpulkan BPN DIJ melakukan maladministrasi 
terkait permohonan SHM atas tanah warga keturunan Tionghoa di DIJ.

 Tionghoa Berhak Punya Tanah SHM 
https://www.radarjogja.co.id/tionghoa-berhak-punya-tanah-shm/ Posted By: Editor 
Radar Jogja https://www.radarjogja.co.id/author/editor/on:  February 19, 
2018In: Breaking News https://www.radarjogja.co.id/category/breaking-news/, 
Jogja Utama https://www.radarjogja.co.id/category/jogja-raya/Tags:  Print Email 
mailto:?subject=Tionghoa%20Berhak%20Punya%20Tanah%20SHM&body=Tionghoa%20Berhak%20Punya%20Tanah%20SHM%20https://www.radarjogja.co.id/tionghoa-berhak-punya-tanah-shm/

 
  
 JOGJA- Di tengah perayaan Imlek 2569/2018, warga keturunan Tionghoa di DIJ 
pantas berbahagia. Mereka mendapatkan kado istimewa dari Ombusdman Republik 
Indonesia (ORI). Ganjalan memperoleh sertifikat hak milik (SHM) atas tanah 
akibat kebijakan kantor pertanahan kabupaten dan kota di lingkungan Kantor 
Wilayah (Kanwil) Badan Pertanahan Nasional (BPN) DIJ dikoreksi oleh ORI.
 Lembaga pengawas penyelenggaraan pelayanan publik itu menyimpulkan, BPN telah 
melakukan maladministrasi karena menjadikan Instruksi Kepala Daerah DIJ No. K 
898/I/A/1975 sebagai rujukan kebijakan. Instruksi kepala daerah yang 
diterbitkan 5 Maret 1975 itu berisi tentang penyeragaman policy pemberian hak 
atas tanah kepada seorang WNI Non Pribumi.
 “Disimpulkan telah terjadi maladministrasi dalam bentuk diskriminasi pelayanan 
dan penyimpangan prosedur berkenaan penolakan atas permohonan pendaftaran 
peralihan hak milik atas tanah yang diajukan pelapor,” ujar Kepala ORI 
Perwakilan DIJ Budhi Masthuri Minggu (18/2).
 Rekomendasi ORI tertanggal 9 Februari 2018 itu dituangkan dalam hasil akhir 
pemeriksaan laporan tentang maladministrasi pelayanan pendaftaran peralihan hak 
atas tanah oleh kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Bantul, Kulonprogo, dan Kota 
Jogja.
 Masalah itu dilaporkan ke ORI oleh empat orang antara Maret-Mei 2016 silam. 
Pelapor I Ida Cholidah dari Yura Law Office selaku kuasa dari Eni Kusumawati 
yang berlamat di Dipo Tower lantai 6 Unit C Jalan Gatot Subroto Kav 51-52 
Jakarta, dengan terlapor kepala Kantor Pertanahan Bantul.
 Pelapor II Z. Siput Lokasari, warga Jalan Kranggan 22, Kota Jogja, yang 
melaporkan kepala Kantor Pertanahan Kulonprogo. Sedangkan pelapor III Kus Sri 
Antoro adalah kuasa dari Tan Susanto Tanuwijaya, warga Karangwaru Lor TR II No. 
83, Kota Jogja, dengan terlapor kepala Kantor Pertanahan Kota Jogja. 
Berikutnya,  pelapor IV Wilie Sebastian dkk yang mengatasnamakan Gerakan Anak 
Negeri Anti Diskriminasi, yang beralamat di Jalan Veteran 19-23, Kota Jogja, 
dengan terlapor seluruh kepala kantor pertanahan di DIJ.
 ORI memberikan sejumlah saran tindakan korektif. Pertama, para terlapor agar 
menindaklanjuti permohonan pendaftaran peralihan hak atas tanah yang diajukan 
para pelapor. Sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, tanpa 
diskriminatif.
 Kedua, meminta kepala Kanwil BPN DIJ menyusun petunjuk teknik untuk seluruh 
kepala kantor pertanahan se-DIJ sebagai pedoman dalam menindaklanjuti 
permohonan pendaftaran peralihan hak atas tanah. Khususnya yang diajukan para 
pelapor. Acuannya pasal 45 ayat (2) dan (3) PP No. 24 Tahun 1997 tentang 
Pendaftaran Tanah dan peraturan terkait lainnya. “Serta tidak lagi merujuk pada 
Instruksi Kepala Daerah DIJ No. K 898/I/A/1975,” pinta Budhi.
 ORI memberikan waktu paling lambat 30 hari kerja kepada para terlapor, serta 
kepala Kanwil BPN DIJ untuk menindaklanjuti saran tersebut. Terhitung sejak 
diterimanya hasil akhir pemeriksaan laporan.
 Hasil pemeriksaan ORI juga menyebut kepala Kanwil BPN DIJ, gubernur DIJ, serta 
menteri Agraria dan Tata Ruang sebagai pihak terkait I, II, dan III.
 Di bagian lain, ORI juga menyinggung rekomendasi Komnas HAM No. 
037/R/Mediasi/VIII/2014 terkait  sikap Pemprov DIJ yang kukuh menerapkan 
instruksi Kepala Daerah DIJ No. K 898/I/A/1975. Padahal bertentangan dengan 
ketentuan lebih tinggi, seperti pasal 28 ayat (2) UUD 1945, pasal 9 dan pasal 
21 UU No. 5 Tahun 1960, pasal 5 UU No. 39 Tahun 1999 dan pasal 6 serta pasal 7 
UU No. 40 Tahun 2008. (kus/mg1)

 





Kirim email ke