From: Jonathan Goeij jonathango...@yahoo.com [GELORA45] 
Sent: Friday, March 16, 2018 4:03 AM
  

Aman2, seandainya utang sekarang juga bayarnya masih lama 8-10 th lagi. Sudah 
nggak ikut2 lagi  ha ha ha ha.
Utang yang jatuh tempo pada term ke 2 juga tinggal dibayar pakai utang baru 
lagi. toh masih belum 60% PDB. Hore......
.... 
Ekonom Bank Permata, Josua Pardede, tidak sejalan dengan Enny.

Menurutnya ULN Indonesia masih dalam batas aman, karena 80% nya adalah dalam 
bentuk Surat Utang Negara "dengan tenor jatuh tempo jangka panjang, yaitu 
rata-rata delapan sampai 10 tahun".
....
Utang luar negeri Indonesia Rp4.800 triliun: Lima hal yang perlu Anda ketahui

                        
                 
           
                 Utang luar negeri Indonesia Rp4.800 triliun: Lima hal yang 
perlu Anda ke...
                  Pemerintah Indonesia menyebut utang luar negeri digunakan 
untuk biayai proyek infrastruktur, sementara ekonom be...
                 
           
     



Rafki HidayatBBC Indonesia
  a.. 13 Maret 2018a.. Bagikan artikel ini dengan Facebook  
  b.. Bagikan artikel ini dengan Twitter  
  c.. Bagikan artikel ini dengan Messenger  
  d.. Bagikan artikel ini dengan Email  
  e.. Kirim
Hak atas fotoAFPImage captionData Bank Indonesia pada Februari lalu 
memperlihatkan Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia 2017 naik 10,1% dibanding 
tahun sebelumnya. 
Berbagai silang pendapat bermunculan setelah Bank Indonesia mengumumkan Utang 
Luar Negeri (ULN) Indonesia, tahun 2017, mencapai lebih Rp4.000 triliun.

Ada yang menyebut jumlah tersebut masih dalam batas aman, tetapi ada pula yang 
berkata tidak.

Berikut lima hal yang perlu Anda ketahui terkait Utang Luar Negeri Indonesia.

Mengapa jumlahnya sangat banyak?
Pada data yang dikeluarkan Bank Indonesia (BI) Februari lalu, Utang Luar Negeri 
(ULN) Indonesia 2017 silam mencapai US$352,2 miliar atau sekitar Rp4.849 
triliun (kurs Rp13.769).

Jumlah itu naik 10,1% dibandingkan tahun sebelumnya. Sebagai gambaran, pada 
2016, ULN Indonesia 'hanya' naik sebesar 3%.

  a.. Ekonomi digital mulai moncer, ini dia daftar unicorn dari Indonesia 
  b.. Banyak toserba terkenal tutup: Apa yang terjadi sebetulnya? 
  c.. Pemerintah Indonesia targetkan 1.000 bisnis perintis pada 2020
Peningkatan ULN ini cukup drastis karena "sejalan dengan kebutuhan pembiayaan 
untuk pembangunan infrastruktur dan kegiatan produktif pemerintah lain", ungkap 
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI, Agusman, dalam keterangan resminya.


Hak atas fotoAFPImage captionMayoritas Utang Luar Negeri Indonesia tahun 2017 
adalah dalam bentuk Surat Utang. 
Pemerintahan Presiden Joko Widodo pernah mengungkapkan bahwa untuk membangun 
infrastruktur di berbagai penjuru negeri pada 2015-2019, Indonesia membutuhkan 
anggaran sekitar Rp5.000 triliun.

"Biaya itu tidak bisa semuanya dibiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 
(APBN), atau APBD, sehingga pemerintah mencari jalan lain, yaitu menarik 
investasi dari luar negeri dengan menerbitkan surat utang," ungkap Ekonom Bank 
Permata, Josua Pardede.

Hak atas fotoAFPImage captionPresiden Joko Widodo menargetkan berb agai 
pembangunan infrastruktur seperti jalan, bandara, jembatan, pelabuhan dan lain 
sebagainya. 
Dalam lebih tiga tahun memimpin, pemerintahan Jokowi menyebut telah membangun 
di antaranya 2.623 km jalan aspal, sebagian besar di "Papua, perbatasan 
Kalimantan dan Nusa Tenggara Timur"; lebih dari 560 km jalan tol; lebih 25.000 
meter jembatan; sejumlah bandar udara; proyek Light Rail Transit (LRT) 
Jabodebek dan Palembang, serta Mass Rapid Transit (MRT) Jakarta.

Hak atas fotoAFPImage captionPembangunan infrastruktur dikebut di berbagai 
daerah di tanah air. 
Direktur Institute for Development of Economics and Finance, INDEF, Enny Sri 
Hartati, kepada BBC Indonesia mengungkapkan besarnya kenaikan ULN 2017 
dibandingkan 2016, karena dua tahun jelang akhir pemerintahan Jokowi-JK: 
"Pemerintah ingin mempercepat pembangunan. Selain itu, yang berutang (ke luar 
negeri) itu tidak hanya pemerintah, tetapi juga BUMN."

"Misalnya (lewat) pencatatan obligasi global, Komodo Bond di London oleh Wijaya 
Karya, yang juga bertujuan mengeluarkan surat utang untuk percepatan pembiayaan 
infrastruktur," kata Enny.

Aman atau tidak?
Ekonom INDEF, Enny Sri Hartati, menyebut jumlah utang tersebut "pasti tidak 
aman" karena bunga dan cicilannya dibayar dengan "gali lubang, tutup lubang". 
Utang baru dianggap aman kalau pelunasannya "tidak mengganggu likuiditas".

Hak atas fotoAFPImage captionPakar ekonomi silang pendapat soal masih aman atau 
tidaknya jumlah utang luar negeri Indonesia. 
Kondisi gali lubang tutup lubang ini muncul akibat rasi o penerimaan pajak, 
yang merupakan salah satu sumber dana untuk membayar ULN, "juga turun". 
Realisasi penerimaan pajak Indonesia pada 2017 mencapai Rp1.151 triliun atau 
'hanya' 89,7% dari target pada APBN-P 2017.

Enny mengungkapkan kondisi tersebut "akan dilihat pasar sebagai risiko fiskal, 
yang membuat pasar keuangan Indonesia jadi rapuh dan mudah sekali timbul 
kekhawatiran. Kalau dollar menguat, orang akan cepat khawatir akan terjadi 
aliran dana keluar."

Hak atas fotoAFPImage captionPenerimaan pajak yang tidak mencapai target, 
dinilai seorang ekonom INDEF membuat tingkat ULN Indonesia menjadi tidak aman. 
Ditambahkannya lagi, meskipun utang untuk pembangunan infrastruktur, tetapi 
"rasa percaya diri pasar, masih relatif stagnan.

Ini terlihat dari pertumbuhan investasi pada triwulan tiga dan emp at tahun 
2017, yang meskipun bertumbuh, tetapi hanya di sektor jasa, bukan ke sektor 
riil (pertanian, pertambangan, industri) yang lebih punya efek berganda pada 
kesejahteraan masyarakat."

Meskipun begitu, Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan bahwa kondisi utang 
Indonesia "masih aman", karena jika dibandingkan dengan produk domestik bruto 
(PDB) masih berada di kisaran 34% dan menambahkan utang tidak boleh melebihi 
60% dari PDB negara.

Hak atas fotoAFPImage captionMenteri Keuangan Indonesia, Sri Mulyani, yakin 
tingkat ULN Indonesia masih dalam batas aman. 
Namun, Enny tidak setuju dengan itu karena dia menganggap rasio utang terhadap 
PDB hanyalah salah satu indikator: "Tidak ada yang menjamin, rasio tingkat 
utang aman itu adalah di bawah 60%. Kita lihat Portugal, sebelum dinyatakan 
bangkrut, rasio utangnya juga dibilang aman-aman saja."

Ekonom Bank Permata, Josua Pardede, tidak sejalan dengan Enny.

Menurutnya ULN Indonesia masih dalam batas aman, karena 80% nya adalah dalam 
bentuk Surat Utang Negara "dengan tenor jatuh tempo jangka panjang, yaitu 
rata-rata delapan sampai 10 tahun".

Hak atas fotoAFPImage captionEkonom Bank Permata, Josua Pardede, menyebut ULN 
Indonesia setimpal dengan pertumbuhan ekonomi yang mencapai 5%. 
Dengan tenggat pembayaran yang tidak terburu-buru, pemerintah diyakini Josua 
akan bisa melunasi utang dan bunganya, lewat peningkatan produktivitas utang 
yang dialokasikan untuk pembangunan infrastruktur: "Apalagi dengan utang kita 
itu, tahun lalu ekonomi Indonesia juga bisa tumbuh 5%."

A kankah membebankan 'anak-cucu'?
Besarnya angka ULN Indonesia membuat berbagai pihak berkomentar, seperti Ketua 
Dewan Pembina Partai Beringin Karya (Berkarya), Hutomo Mandala Putra atau yang 
lebih dikenal dengan nama Tommy Soeharto.

Menurutnya, saat ini ULN Indonesia memprihatinkan, karena mencapai tujuh kali 
lipat dibandingkan zaman kepemimpinan ayahnya, Soeharto, pada masa Orde Baru, 
yang berkisar US$54 miliar atau sekitar Rp743 triliun.

Hak atas fotoAFPImage captionPolitisi Partai Berkarya, Tommy Soeharto mengaku 
khawatir dengan ULN Indonesia. 
Komentar bahwa anak-cucu orang Indonesia akan ikut menanggung utang pun, 
kembali ramai terdengar dan Enny menilai reaksi tersebut wajar karena 
"pembayaran utang adalah dengan menggunakan pajak sehingga beban pajak nantinya 
tentu akan ditanggung oleh a nak cucu kita."

Meskipun begitu, dia melihat penggunaan ULN untuk pembangunan infrastruktur 
akan membuat beban pajak itu tidak akan begitu terasa lagi oleh anak-cucu kita.

"Hasil berupa pembangunan dan banyaknya lapangan kerja membuat anak-cucu kita 
tak repot lagi mencari kerja. Sekalipun mereka harus bayar pajak, tidak masalah 
karena sumber pendapatan lebih besar dari beban pajaknya."

Hak atas fotoAFPImage captionPada masa Presiden Soeharto, utang luar negeri 
Indonesia diperkirakan US$54 miliar atau sekitar Rp743 triliun. 
Hal senada disampaikan Josua Pardede: "Beban utang ke masyarakat kita itu tak 
seburuk yang dibayangkan, karena utangnya diperuntukkan untuk kegiatan 
produktif membangun infrastruktur."

"Apalagi berbagai lembaga internasional sudah memproyeksi kita akan menjadi 
kekuatan ekonomi terbesar nomor empat atau lima dunia. Jadi, utang ini akan 
sangat setimpal."

'Berpotensi akibatkan krisis ekonomi'
Meskipun begitu, kepada BBC Indonesia, ekonom Josua Pardede menekankan bahwa 
pemerintah tetap harus berhati-hati terhadap ULN swasta. Dari total Rp4.849 
triliun ULN Indonesia, 49% adalah milik swasta.

"ULN swasta berpotensi menciptakan krisis (ekonomi), seperti yang terjadi pada 
1997," tegas Josua.

Hak atas fotoAFPImage captionEkonom Josua Pardede mengkhawatirkan adanya 
potensi krisis ekonomi jika ULN swasta meningkat. 
ULN swasta bisa 'berbahaya' karena tidak bisa dikontrol pemerintah. Pengelolaan 
dan pembayaran utang pokok dan bunganya, hanya bergantung pada perusahaan 
peminjam itu sendiri.

"Khususnya bagi perusahaan swasta dalam negeri yang tidak melakukan hedgingatau 
lindung nilai (sejenis penjaminan). Misalnya dia berutang dalam dollar, tetapi 
pendapatannya dalam rupiah, sehingga terjadi missmatch, kondisi inilah yang 
memicu krisis 1997/1998."

Hak atas fotoAFPImage captionULN swasta dinilai seorang ekonom, bisa 
'berbahaya' karena tidak bisa dikontrol pemerintah. 
Josua mengungkapkan menjelang krisis 1997, banyak perusahaan swasta yang 
menarik ULN dalam jumlah besar. Namun, ketika terjadi krisis utang yang dipicu 
pelemahan mata uang Baht Thailand, Rupiah ikut melemah, sehingga banyak utang 
yang gagal bayar.

Kondisi inilah yang ditakutkannya terjadi lagi di Indonesia, jika ULN swasta 
terus membengkak.

Hak atas fotoAFPImage captionPeningkatan ULN swasta disebut sebagai buah 
perbaikan ekonomi. 
Peningkatan ULN swasta ini adalah ironi dari perbaikan ekonomi. Pada saat 
ekonomi membaik, maka semakin banyak pula perusahaan yang ingin mengekspansi 
bisnisnya. Perusahaan memilih sumber dananya dari pinjaman luar negeri, karena 
"suku bunga di luar negeri lebih kompetitif, bahkan di Jepang (suku bunganya) 
masih negatif".

Seharusnya biayai infrastruktur dengan apa?
Josua Pardede menyebut ULN bisa ditekan dengan mencari sumber dana lain bagi 
pembiayaan infrastruktur. Salah satu pilihan yang dinilainya patut 
dipertimbangkan pemerintah adalah investasi swasta dalam negeri.

  a.. Suntik dana ke Go-Jek, Google 'dapat tingkatkan nama baik di mata 
pemerintah Indonesia' 
  b.. Apa yang diceritakan Google Maps tentang kondisi ekonomi Anda? 
  c.. Pembatasan masa jabatan dicabut, Xi Jinping 'akan menjadi presiden seumur 
hidup' di Cina
Menurutnya investasi swasta di sektor infrastruktur masih relatif rendah.

"Pertumbuhannya kurang dari 10%". Minimnya investasi swasta ini karena tingkat 
risiko proyek infrastruktur cukup tinggi dan kurang cepat 'menguntungkan' 
karena pembiayaannya dalam jangka panjang," jelas Josua.

Hak atas fotoAFPImage captionInvestasi swasta dalam negeri diharapkan menjadi 
'pengganti' ULN. 
Ekonom INDEF, Enny Sri Hartati, berpendapat sama, dengan menyebut pemerintah 
harus lebih selektif dalam memilih proyek yang didanai: "Misalnya, pemerintah 
fokus saja pada proyek yang sifatnya untuk kepentingan publik dan infrastruktur 
publik. Di luar itu bi arkan swasta."

"Tol di Jawa misalnya, tidak perlu pakai APBN. Asalkan skemanya, formulasinya 
jelas, pasti akan laku seperti kacang goreng untuk digarap swasta. Pemerintah 
hanya jadi penjamin, karena sudah ada undang-undang pembebasan lahan untuk 
kepentingan publik. Jadi tidak perlu lagi mengeluarkan surat utang."

Hak atas fotoAFPImage captionMenurut Enny, proyek jalan tol di Jawa tidak perlu 
lagi dibiayai APBN. 
Enny menambahkan, Indonesia 'seharusnya' meniru Cina, yang memberikan "karpet 
merah" penanganan proyek komersial, kepada investor swasta.

"Kalau kita terbalik, yang hajat hidup orang banyak, misalnya minyak dan gas, 
itu yang 50% kuasai swasta, bahkan asing pula. Sementara ada yang tidak hajat 
hidup orang banyak, kita (pemerintah) yang garap."

Hak atas fotoGETTY IMAGES 
Topik terkait

  • [GELORA45] Utang luar ne... Jonathan Goeij jonathango...@yahoo.com [GELORA45]
    • Fw: [GELORA45] Utan... 'Chan CT' sa...@netvigator.com [GELORA45]

Kirim email ke