Kalau tidak salah ada 250 produk terbuat dari B2 termasuk obat yang berbentuk tablet. Gelatin di gunakan untuk membentuk obat menjadi tablet bahasa kasarnya sebagai lemnya. 250 Produk yang mengandung B2 diantaranya Es cream, roti, keju, sabun, odol, kuas, sepatu dll Haruskan kita mandi tanpa sabun dan odol untuk sikat gigi
From: GELORA45@yahoogroups.com [mailto:GELORA45@yahoogroups.com] Sent: Wednesday, March 28, 2018 9:57 AM To: Gelora45 <GELORA45@yahoogroups.com> Subject: [**EXTERNAL**] Re: [GELORA45] DPR Warning BPOM Tarik Obat yang Mengandung Babi Wah, wah, Jangan2 nanti tiap obat harus disertai certificaat Halal......... Bagaimana di Mesir dan Saudi Arabia ? Bagaimana di Israel, apa ya pakai certificaat Kosher ? 2018-03-28 3:50 GMT+02:00 jonathango...@yahoo.com<mailto:jonathango...@yahoo.com> [GELORA45] <GELORA45@yahoogroups.com<mailto:gelor...@yahoogroups..com>>: Terus... kalau obat2 ditarik bagaimana dgn mereka yg tidak mengharamkan babi? Ikut tidak punya obat juga? --- DPR Warning BPOM Tarik Obat yang Mengandung Babi<http://www.jurnas.com/artikel/31290/DPR-Warning-BPOM-Tarik-Obat-yang-Mengandung-Babi/> Marlen Sitompul | Selasa, 27/03/2018 20:36 WIB [Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) diminta untuk segera menarik sejumlah obat yang diduga mengandung enzim babi atau tidak halal dari pasaran.] Ketua Komisi IX DPR RI, Dede Yusuf Macan Efendi Jakarta - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM<http://www.jurnas.com/tags/BPOM/>) diminta untuk segera menarik sejumlah obat yang diduga mengandung enzim babi atau tidak halal dari pasaran. Ketua Komisi IX DPR<http://www.jurnas.com/tags/Komisi%20IX%20DPR/> Dede Yusuf Macan Efendi mengatakan, pihaknya memberikan waktu satu bulan, agar BPOM<http://www.jurnas.com/tags/BPOM/> bisa mengatasi masalah ini. Senada dengan Dede, sejumlah Anggota Komisi IX DPR<http://www.jurnas.com/tags/Komisi%20IX%20DPR/> RI pun meminta BPOM<http://www.jurnas.com/tags/BPOM/> menarik obat dengan kandungan zat yang berasal dari babi. “Kami memberikan tenggat waktu satu bulan, agar BPOM<http://www.jurnas.com/tags/BPOM/> menarik obat yang mengandung enzim babi secara massal,” ujar Dede dalam keterangan persnya kepada Parlementaria, Selasa (27/3). Politisi Partai Demokrat itu menjelaskan, Komisi IX masih menerima keluhan dari masyarakat mengenai beredarnya produk obat yang mengandung babi di pasaran. “Kami menerima keluhan dari masyarakat bahwa di antara 13 produk enzim, masih ada yang dijual secara dalam jaringan (daring) atau online. Ini harus ditarik dari pasaran, baik sifatnya penjualan luar jaringan atau daring,” ungkap Dede. Dia menjelaskan produk obat maupun suplemen tergolong produk farmasi yang sensitif, apalagi telah terjadi kasus kontaminasi kandungan babi. “Masalahnya kan mengandung babi. Memang benar, banyak obat mengandung babi, tetapi khusus Indonesia negara yang mayoritas muslim perlu diberikan kata-kata mengandung babi. Biasanya ada kode tertentu, sehingga masyarakat bisa menentukan sendiri dia mau menggunakan produk itu atau tidak,” tegas Dede. Sementara itu, Anggota Komisi IX DPR<http://www.jurnas.com/tags/Komisi%20IX%20DPR/> RI Hang Ali (Fraksi PAN) juga menilai BPOM<http://www.jurnas.com/tags/BPOM/> kurang transparan dalam menyikapi kasus produk enzim yang tercemar DNA babi. “Selama ini yang ramai kan dua produsen, nyatanya ada 15 produsen. Produknya juga mengandung pancreatin. Dari 13 produk, satu katanya tidak terbukti, empat mengembalikan izin edar dan ditarik produk. Nah yang 13 ini kasusnya apa, harus dijelaskan. Jangan diam-diam saja. Jangan-jangan kasusnya sama,” kata Ali. Menurutnya, BPOM<http://www.jurnas.com/tags/BPOM/> harus bertanggung jawab terhadap masyarakat apalagi negara ini konsumennya mayoritas muslim. Pihaknya mendesak BPOM<http://www.jurnas.com/tags/BPOM/> untuk memperketat pengawasan di lapangan dari hulu. Apalagi diketahui Indonesia masih sebagian besar mengandalkan bahan baku farmasi dari luar negeri. Senada dengan itu, Anggota Komisi IX DPR<http://www.jurnas.com/tags/Komisi%20IX%20DPR/> RI Marinus Gea (Fraksi PDI Perjuangan) juga mempertanyakan 13 produk enzim yang masih diperdagangkan secara online. “Kami minta untuk yang masih memproduksi, itu harus dihentikan dan tidak boleh diteruskan. Tidak boleh dibiarkan, semua harus ditindak. BPOM<http://www.jurnas.com/tags/BPOM/> tidak boleh tebang pilih, nanti kesannya ada sesuatu,” kata Marinus.