MencariKeadilan dari Fakta Kerusuhan anti-Tionghoa Mei1998 Sebagaimana kita semua tahu, pada Mei 1998telah meletus kerusuhan anti-Tionghoa di Jakarta (dan beberapa kota lainnya).Dalam peristiwa kerusuhan ini sejumlah besar massa non-Tionghoa telahmerusak, membakar dan menjarah harta benda milik sejumlah besar warga komunitas Tionghoa. Bukan hanya sebatas ini kebrutalan yangterjadi, massa perusuh juga telah menganiaya dan membunuh ratusan (boleh jadiribuan) warga Tionghoa serta melecehkan dan memperkosa ratusan (mungkin ribuan)wanita etnis Tionghoa. Dalam pada itu harus saya kemukakan disini bahwa hartabenda milik komunitas Tionghoa korban kerusuhan itu tentu saja bukan jatuh darilangit melainkan diraih dengan cucuran keringat dan cara yang halal sehalal-halalnya dibawah sistemekonomi-sosial yang ada. Di samping itu, harus pula saya tandaskan bahwa wargaetnis Tionghoa korban penganiayaan, pembunuhan, pelecehan dan pemerkosaan tersebutadalah warga negara Indonesia yangsah (sebagaimana halnya Jokowi, Jusuf Kala, Wiranto, Prabowo, Amin Rais, danlain lain) yang seharusnnya dilindungi oleh aparat penegak hukum. Berapa jumlah sesungguhnya (atau mendekatisesungguhnya) kerugian material maupun korban manusia akibat kerusuhan Mei 1998masih merupakan sebuah misteri bagi masyarakat hingga hari ini. Demikian pulahalnya dengan masalah siapa sebenarnya perancang dan pelaku (provokator)kerusuhan. Bergulir isu di masyarakat bahwa kerusuhanMei 1998 direkayasa oleh faksi-faksi militer yang tengah bersaing memperebutkankekuasaan tertinggi negeri ini. Menurut berbagai laporan di media sosial, faktadi lapangan menunjukkan bahwa kerusuhan di sejumlah titik rawan (di kawasankerusuhan) meletus pada titik waktu yanghampir bersamaan. Di samping itu, dilaporkan pula bahwa diantara massaperusuh terbaur sekumpulan massa dengan profil dan ketrengginasan yang dimilikiorang berprofesi militer. Merujuk kepada kedua fakta, menurut hemat saya isu kerusuhanMei 1998 merupakan produk rekayasa bukanlah sesuatu yang tanpa dasar. Pasal 1 Konstitusi (UUD 1945) RI menyebutkanbahwa Indonesia adalah sebuah negara hukum (rechtsstaat).Di negara tipe demikian, setiap warganegara berkedudukan setara didepan hukum. Sebuah negara dengan kesetaraan hukum bagi segenap warganyamemiliki sekurang-kurangnya empat ciriesensial. Pertama, setiap warganegara wajib menaati hukum. Kedua,penegak hukum wajib menindak setiap warga negara yang melakukan perbuatan melanggar/melawanhukum. Ketiga, setiap warga negaraberhak mendapatkan perlindungan hukum bagi keselamatan jiwa dan harta bendanya.Keempat, penegak hukum wajibmemberikan perlindungan kepada setiap warga negara yang terancam keselamatanjiwa dan harta bendanya. Tidak berbeda dengan etnis-etnis lainnya,etnis Tionghoa secara hukum adalah warga negara Indonesia yang sah. Saya nyatakandemikian karena memang tidak ada undang-undang yang menyebutkansebaliknya. Mengacu kepada argumen bahwa etnis Tionghoaadalah warga negara Indonesia yang sah dan Indonesia adalah sebuah negara hukum,maka sangatlah wajar apabila kalangan korban kerusuhan Mei 1998 menginginkan (sebagaiganti kata “menuntut”) agar Pemerintah memberi klarifikasi atas sejumlahkejadian pada kerusuhan tersebut yang benar-benar telah mengundang tanda tanyabesar. Sejumlah kejadian termaksud diantaranya adalah: 1) Mengapa padaperistiwa kerusuhan Mei 1998 pihak penegak hukum tidak hadir di sejumlah besartitik rawan di kawasan kerusuhan, atau, kalaupun hadir tidak menindak dengantegas sejumlah besar massa etnisnon-Tionghoa yang dengan leluasa melakukan vandalisme, penjarahan hartabenda, pelecehan seksual & pemerkosaan wanita, penganiayaan &pembunuhan warga etnis Tionghoa?Padahal pihak penegak hukum mengetahui dengan pasti bahwa perbuatan paraperusuh tersebut merupakan perbuatan melawan hukum! Tidak ada satu butir punpasal undang-undang yang dapat mengabsahkan perbuatan kaum perusuh tersebut! 2) Mengapa padaperistiwa kerusuhan tersebut pihak penegak hukum tidak memberikan perlindunganmaksimal kepada komunitas Tionghoa yangjelas menjadi sasaran kerusuhan? Padahal memberikanperlindungan semaksimal mungkin kepadasetiap warga negara, apapun ras dan agamanya, merupakan kewajiban suci bagisetiap penegak hukum -- sesuai dengan sumpah jabatannya! 3) Mengapa Pemerintah (yang notabene merupakan pengejawantahan Negara) sejauh ini belumjuga menunjukkan keberaniannya untuk mengusut perancang & pelaku kerusuhananti-Tionghoa Mei 1998 secara hukum?Padahal pada peristiwa tersebut telah terjadi suatu tindak kejahatan terhadap kemanusiaan, suatu tindakan melawan hukum! Bagaimana di sebuah negara hukum bisa terjadi suatu pembiaran tindak kejahatan terhadap kemanusiaan, tindakan melawanhukum dan disusul kemudian dengan pembebasandari segala tuntutan hukum bagi para perancang& pelaku-nya??? Saya berpendapat, bahwa klarifikasi Pemerintahatas sejumlah kejadian di atas tidak akan ada artinya sama sekali manakala didalamnya tidak dinyatakan secaraeksplisit · bahwa peristiwa kerusuhan anti-Tionghoa Mei 1998merupakan perwujudan diskriminasi rasialultraekstrem terhadap ratusan (bahkan mungkin ribuan) warga etnis Tionghoa;· bahwa terdapat unsur-unsurNegara terlibat dalam pencetusan peristiwa tragis tersebut;· bahwa Negara telah melakukan pembedaan perlakuan hukumantara perancang & pelakukerusuhan (yang notabene) berasal dari berbagaietnis non-Tionghoa dengan korbankerusuhan (yang notabene) berasal dari etnisTionghoa. Yang tersebut di depan dibiarkan melakukan perbuatan melawanhukum tanpa ada konsekuensi hukum dari perbuatannya, yang tersebut di belakangdiabaikan haknya untuk mendapatkan perlindungan dan keadilan hukum. UniversalDeclaration of Human Rights, Article 7, menyebutkan bahwa "All areequal before the law and are entitled without any discrimination to equalprotection of the law." [“Semua orang setara di depan hukum dan (semuaorang) tanpa diskriminasi dalam bentuk apapun berhak atas perlindunganhukum.”]. Dengan tidak mengambil sikap politik yang tegas dan jelas terkaitperistiwa kerusuhan anti-Tionghoa Mei 1998, Pemeritah (dari yang dipimpin Habibiesampai Jokowi) sesungguhnyalah telah mengabaikan amanat Universal Declaration of HumanRight. Disamping itu, dengan tidak mengambil sikap politik yang tegasdan jelas tersebut, Pemerintah sejatinya juga telah mengabaikan amanat Konstitusi negaranya sendiri. Dengan pengabaianamanat UDHR maupun Konstitusi tersebut, pada kenyataannya Pemerintahtelah melegitimasikan diskriminasirasial ultraekstrem – suatu bentuk kejahatanterhadap kemanusiaan -- yang melanda komunitas etnis Tionghoa pada peristiwatragis Mei 1998. Selagi belum terjadi perubahan mendasar konstelasi politik diIndonesia, saya tidak berilusi bahwa akan ada sebuah pemerintah, yang dengandilandasi prinsip Indonesia adalah sebuah negara hukum, berani mengusut hinggatuntas peristiwa kerusuhan anti-TionghoaMei 1998. Namun demikian, sebagai penutup, saya toh masihpunya keyakinan bahwa pada suatu hari akan lahir di Indonesia sebuah pemerintahrakyat demokratis yang menjunjung tinggi keadilan. Hanya pemerintah tipedemikianlah yang berkenan mengkaji secara adil bukan hanya peristiwa kerusuhananti-Tionghoa Mei 1998 melainkan juga berbagai peristiwa tragedi nasionallainnya (seperti antara lain Peristiwa G30S)!!! Atleast, "I have a dream" (rather than having no dream of justice atall)!!! Noroyono08/05/2018
[GELORA45] Mencari Keadilan dari Fakta Kerusuhan anti-Tionghoa Mei 1998
Noroyono 1963 noroyono1...@yahoo.com [GELORA45] Tue, 08 May 2018 05:10:36 -0700
- [GELORA45] Mencari Keadi... Noroyono 1963 noroyono1...@yahoo.com [GELORA45]
- Re: [GELORA45] Menc... Tatiana Lukman jetaimemuc...@yahoo.com [GELORA45]
- Re: [GELORA45] Menc... ajegil...@yahoo.com [GELORA45]